Pemprov Wadul Aturan Pusat kepada DPR
SURABAYA – Kunjungan Komisi VIII DPR dimanfaatkan Pemprov Jatim untuk menitipkan sejumlah pertanyaan terkait dengan aturan dari pusat. Beberapa kebijakan pemerintah pusat rupanya masih membingungkan bagi pemprov. Karena itu, pemprov berharap ada kejelasan setelah dewan menyampaikan keluhan mereka kepada pejabat terkait.
Salah satu materi pembahasan dalam rapat yang dipimpin Sekdaprov Jatim Akhmad Sukardi itu adalah masalah potensi bencana di Jatim. Menurut DPR, Jatim meru- pakan daerah dengan potensi bencana paling besar di Indonesia. Setiap tahun, banjir, gunung meletus, dan kekeringan hampir pasti terjadi.
Menurut Sukardi, penanganan bencana di Jatim cukup bagus. Seluruh instansi pemerintah, forpimda, dan masyarakat saling membantu menghadapi bencana. Pemprov juga menerapkan evaluasi dan inovasi untuk menanggulangi bencana.
Meski demikian, masih ada hal yang mengganjal mengenai penanganan bencana. Yaitu, tidak adanya dana siap pakai (DSP) yang bisa dicairkan sewaktu-waktu. Menurut Sukardi, DSP sudah tidak ada ketika Gunung Kelud meletus. ’’Kalau tidak ada DSP, penanganan bencana bisa terhambat,’’ ujar Sukardi kemarin (21/3).
Sukardi mengatakan, pemprov memiliki anggaran untuk belanja tidak terduga sebesar Rp 100 miliar. Namun, dana tersebut tidak bisa langsung dicairkan. Butuh waktu paling cepat tiga hari untuk pencairan dana.
Tidak adanya DSP disebabkan aturan dari Kemendagri yang menarik kebijakan tersebut. Meski tidak meminta DSP diadakan kembali, Sukardi berharap ada kebijakan dari Kemendagri untuk mempermudah pencairan dana. ’’Ini kan misi kemanusiaan, kami juga selalu membuat dokumentasi dan laporan mengenai penggunaan dana,’’ paparnya.
Selain tentang DSP, pemprov meminta kejelasan soal anggaran untuk menggaji pengurus BAZDA (Badan Amil Zakat Daerah) Jatim. Selama ini pengurus BAZDA tidak mendapat honor.
Sukardi menambahkan, tahun ini dana BAZDA Jatim sebesar Rp 8,5 miliar. Dana itu nanti dibagikan kepada orang miskin dan anakanak telantar. Sementara itu, pemprov membantu Rp 200 juta untuk menggaji pengurus. Namun, dana tersebut belum cukup.
Anggota Komisi VIII DPR Desy Ratnasari mengungkapkan, pihaknya ingin mengetahui sejauh mana intervensi sosial yang dilakukan Pemprov Jatim untuk kawasan eks lokalisasi Dolly. Mulai perkembangan ekonomi, sosial, pemberdayaan anak dan perempuan, hingga penanggulangannya. ’’Sejauh mana perkembangannya,’’ ucapnya. (ant/c7/end)