Jaga Investasi Migas Tetap Kondusif
Setelah Keputusan Skema Blok Masela
JAKARTA – Kegaduhan soal pola pengembangan Blok Masela di Laut Arafura, Maluku, dipotong keputusan Presiden Joko Widodo ( Jokowi) yang memilih pengembangan cara darat ( onshore). Sempat muncul kekhawatiran hal itu akan memengaruhi investasi minyak dan gas (migas) lainnya. Namun, SKK Migas menjamin hal tersebut tidak akan terjadi.
Operator Lapangan Abadi, Inpex Corporation dan Shell Indonesia, mengikat kontrak untuk menggarap Blok Masela sejak November 1998. Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi pernah menyatakan, dalam kurun waktu itu, kedua operator sudah mengeluarkan investasi USD 1,2 miliar
Selama ini kegiatan dilakukan melalui skema offshore.
Kepala Humas SKK Migas Elan Biantoro menyebutkan, keputusan Presiden Jokowi merupakan sikap tegas pemerintah. Apalagi setelah itu pihaknya melakukan pertemuan dengan Inpex, perusahaan migas asal Jepang, dan Shell, perusahaan migas asal Belanda. Hasilnya, mereka memutuskan untuk tidak keluar dari Blok Masela.
Karena itu, SKK Migas sangat yakin sikap pemerintah tidak akan mendapat poin minus dari investor migas lainnya. Meski, pihaknya mengakui bahwa para operator terkejut atas keputusan presiden. ’’Saya kira enggak (berdampak ke investor lain, Red). Ini sikap yang tegas dari pemerintah kita,’’ katanya.
SKK Migas saat ini memberikan waktu kepada Inpex dan Shell untuk mencerna keputusan presiden. Setelah itu, Kementerian ESDM akan mengembalikan usul revisi plan of development- 1 (POD-1) melalui SKK Migas. ’’Nanti kami yang mengembalikan kepada mereka,’’ terangnya.
SKK Migas mengakui, sejak 1998, dua investor itu mengeluarkan banyak biaya. SKK Mi- gas tidak mempermasalahkan jika Inpex maupun Shell meminta kompensasi. Salah satu yang terungkap adalah keinginan untuk diberi insentif. Bentuknya belum disampaikan resmi oleh dua perusahaan tersebut. ’’Kami lihat dulu insentif seperti apa yang mereka harapkan,’’ tuturnya.
Elan menambahkan, revisi POD-1 memang menjadi ranah menteri ESDM untuk menyetujui. Setelah muncul revisi dengan mekanisme onshore, revisi akan diserahkan lagi ke Kementerian ESDM.
POD-1 disetujui pada 2009 dengan mekanisme FLNG (floating liquefied natural gas/offshore). Saat itu kapasitas pengolahan FLNG mencapai 2,5 juta ton per tahun (MTPA). Namun, POD-1 harus direvisi karena ditemukan cadangan baru yang membuat potensi Blok Masela naik drastis, yakni dari 6,97 TCF menjadi 10,73 TCF.
’’Jadi, 2,5 MTPA dinilai keekonomiannya kurang. Itulah kenapa diusulkan 7,5 MTPA dengan FLNG juga,’’ urainya.
Di tempat terpisah, Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi menuturkan, Inpex dan Shell meminta waktu untuk mengkaji dan menata ulang proyek. Tentang lokasi darat LNG, dia meminta agar tidak berspekulasi lebih da- hulu. ’’Biarkan kontraktor ini menghitung sendiri, menganalisis sendiri, untuk menentukan lokasi terbaik di mana,’’ katanya.
Yang jelas, meski di darat, nanti juga dibutuhkan pelabuhan untuk kapal-kapal besar. Karena itu, butuh dukungan warga setempat lantaran nanti butuh suplai makanan dan logistik.
Sementara itu, Dirut PT Pertamina (Persero) Dwi Soetjipto mengungkapkan, kedua investor Blok Masela sudah terbuka terhadap BUMN energi itu. Dia menyebutkan, perseroan sudah diberi kesempatan untuk masuk di data room blok tersebut. ’’Nanti kami bicara lebih lanjut berapa persen Pertamina akan diberi kesempatan,’’ ujarnya.
Mantan Dirut PT Semen Indonesia itu menjelaskan, Pertamina ingin bisa berpartisipasi 10–20 persen saham. Dia tidak tahu berapa yang akan disetujui karena pembicaraan baru dilakukan. Yang jelas, SKK Migas sudah memberikan jalan untuk mempelajari data-data Lapangan Abadi.
’’Setelah mempelajari, kami akan bicara lebih lanjut kepada existing operator berapa persen Pertamina diberi kesempatan,’’ katanya.
Kapan pembicaraan itu dilakukan? Dwi belum bisa menjawab. Alasannya, saat ini pihaknya baru masuk data room. Meski demikian, dia ingin proses tersebut bisa selesai sebelum 2028.
Alasan itu pula yang membuat Dwi belum bisa berbicara banyak soal mekanisme kerja samanya. Apakah memakai metode farm in (Pertamina melakukan penawaran) atau sebaliknya, yaitu farm out. ’’Lihat nanti dari data room dan studinya bagaimana. Termasuk pembicaraan dengan Inpex dan Shell,’’ terangnya.
Pertamina, lanjut Dwi, tertarik untuk masuk ke Blok Masela karena memiliki potensi yang cukup besar. Sebagaimana diberitakan sebelumnya, cadangan yang terbukti mencapai 10,73 TCF. Selain itu, Presiden Jokowi telah memberikan arahan agar Pertamina memanfaatkan blok itu untuk kepentingan nasional. ’’ Tentu saja, dalam tugas itu, Pertamina harus mengambil posisi,’’ tegasnya.
Saat disinggung soal anggaran, Dwi menyatakan sudah siap. Diprediksi, sampai 2028, anggaran yang akan dikeluarkan tidak terlalu besar. Dana bisa disiapkan kalau Pertamina benarbenar bisa masuk setelah memastikan cadangan Blok Masela. (dim/c5/sof)