Jawa Pos

Pernah ’’Kerangkeng’’ Intelijen di Kamar Penginapan

Suasana peluncuran buku Megawati Berbagi Kisah Kongres Luar Biasa PDI di Surabaya pada 1993

- DIAN WAHYUDI, Jakarta

Menangis & Tertawa Bersama Rakyat membawa

Megawati Soekarnopu­tri pada kenangan masa lalu. Salah satunya soal interaksi Megawati dengan kalangan intelijen pada periode akhir

kejayaan Orde Baru.

MEMASUKI area peluncuran buku yang ditulis 22 jurnalis pada era 1990an, bertempat di Gedung Arsip Nasional, Jakarta, Rabu petang (23/3), pengunjung serasa diajak berkunjung dan melihat masa lalu Megawati. Puluhan foto dipajang berderet di kanan dan kiri ruang jalan menuju area acara.

Sebagian besar merupakan foto-foto berbagai potongan peristiwa pada era 1993 hingga 1999. Khususnya, yang berkaitan dengan aktivitas politik putri Presiden Soekarno itu. Mulai momen pertemuan dengan sejumlah tokoh hingga interaksi Mega dengan massa pendukungn­ya.

Tidak berhenti di situ. Mengawali acara peluncuran buku, sebuah video dokumenter karya Prananda Prabowo semakin menggiring semua yang hadir untuk melongok ke masa lalu presiden perempuan pertama di Indonesia tersebut. Prananda adalah putra Megawati dari suami pertama, Lettu Surendro, seorang pilot TNI-AU yang meninggal dalam tugas.

’’Bagi saya, perasaan saya, yang memang aneh sih waktu itu. Saya ini anak presiden, lho. Tetapi, kenapa saya diinteli terus? Hayo, siapa yang membantah saya ini anak presiden,’’ tutur Mega saat diminta menjadi penanggap buku bersampul fotonya tersebut.

Dari situlah, dia lalu menceritak­an pengalaman­nya dikuntit intelijen dalam banyak aktivitas. Menurut dia, para anggota telik sandi itu semakin intens mengawasi berbagai gerak-gerik dirinya ketikakong­resluarbia­sa(KLB) PDIdiAsram­a Haji Sukolilo, Surabaya, pada 1993.

’’Tapi, nggak tahu ya. Mereka itu intel, tapi kok saya lebih banyak tahunya ya kalau mereka (intel, Red). Ini intel kok mudah ketahuan,’’ tutur Mega, disambut tawa hadirin. ’’Tapi, itu dulu. Sekarang sih kayaknya sudah nggak,’’ tambahnya.

Karena tahu selalu dikuntit dan diawasi para intel, Mega juga kerap merasa tegang. Tak terkecuali orang-orang di dekatnya. Mereka khawatir perempuan yang lahir di Jogjakarta pada 23 Januari 1947 itu tiba-tiba hilang diculik. Kewaspadaa­n pun ditingkatk­an ketika itu.

’’Meski demikian, asal diketahui, saya juga sempat ngerangken­g anggota intel di kamar saya,’’ kata Mega, lantas tersenyum. Dia mengisahka­n, intelijen tersebut tampak masih muda ketika itu. Pria berusia sekitar 23 tahun tersebut sengaja memilih kamar menginap tepat di depan kamar Mega selama pelaksanaa­n KLB.

Sebelum akhirnya ’’menawan’’ si intelijen, Mega sempat kucing-kucingan dengan dia. Setiap hendak keluar kamar untuk menghadiri pertemuan atau acara, Mega terlebih dahulu mengintip dari balik lubang kunci. ’’ Eh, ternyata belakangan saya tahu kalau dia melakukan hal yang sama. Dia juga ngintip-ngintip dari lubang kunci,’’ tuturnya, kembali disambut gelak tawa hadirin.

Suatu saat, ketika intelijen itu mondarmand­ir di depan pintu, Mega memutuskan membawa dia ke kamarnya. ’’Sudah, kamu di sini saja. Saya tahu kamu pasti bingung bagaimana nanti membuat laporan? Sudah, bilang saja nanti ke pimpinanmu kalau kamu ditawan Bu Mega. Jadi, nggak perlu melaporkan situasi di luar,’’ beber Mega, tetap tersenyum.

Secara umum, situasi KLB PDI di Surabaya memang berlangsun­g tegang. Selain berhasil mengerangk­eng seorang intelijen di kamar, Mega mendapat informasi bahwa banyak intelijen disebar di Asrama Haji Sukolilo. Skenariony­a, KLB didesain deadlock. Kemudian, chaos berusaha diciptakan untuk menjadi alasan peme- rintah mengambil alih.

’’Tapi, itu sudah kami ketahui dan kami atasi. Kalau begini, biar saja orang masih bilang saya ini bodoh, cuma ibu rumah tangga yang tidak ngerti apa-apa,’’ kata Mega. Seiring perjalanan waktu, Megawati berhasil melewati rintangan politik yang ada di era-era tersebut. Dia pun kemudian berhasil menjadi pemimpin di PDIP.

Nah, suatu hari, si anak muda yang pernah memata-matai itu datang di kediamanny­a. Dia bukan melakukan aktivitas intelijen lagi, tetapi mengirimka­n undangan pernikahan. Dia benar-benar memohon-mohon agar Mega datang.

’’ Loh, memang kenapa? Ternyata, ketika dia diinteroga­si terus, dia bilang kalau ditawan. Atasannya tak percaya. Sehingga untuk membuktika­nnya, dia disuruh mengundang saya. Kalau saya tidak datang, dia mau dipecat,’’ tutur Mega.

Istri almarhum Taufik Kiemas itu akhirnya datang. ’’Wah, dia senangnya luar biasa. Makanya, kalau acara ini masuk televisi, saya harap dia dengar, saya ingin ketemu lagi sama dia,’’ tutur Mega, lantas tertawa kecil. (*/c4/pri)

 ?? IMAM HUSEIN/JAWA POS ?? kok AKRAB: Megawati Soekarnopu­tri memberikan buku kepada mantan Wapres Boediono saat peluncuran buku ’’Megawati dalam Catatan Wartawan: Menangis & Tertawa Bersama Rakyat’’ di Gedung Arsip Nasional, Jakarta, Rabu lalu.
kan
IMAM HUSEIN/JAWA POS kok AKRAB: Megawati Soekarnopu­tri memberikan buku kepada mantan Wapres Boediono saat peluncuran buku ’’Megawati dalam Catatan Wartawan: Menangis & Tertawa Bersama Rakyat’’ di Gedung Arsip Nasional, Jakarta, Rabu lalu. kan

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia