Longsor Banjarnegara, Ratusan Warga Mengungsi
JAKARTA – Untuk kali kesekian, longsor kembali terjadi di Desa Clapar, Kecamatan Madukara, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Dalam dua hari ini terjadi tiga musibah longsor di desa yang berbatasan dengan Wonosobo itu.
Bencana itu terjadi setelah wilayah tersebut diguyur hujan seharian pada Kamis (24/3). Longsor menimpa salah satu area seluas 5 hektare. Tanah tiba-tiba bergerak perlahan sejauh 1,2 kilometer. Yang pertama terjadi sekitar pukul 19.00, lalu disusul pada Jumat (25/3) pukul 01.30 dan pukul 06.00 di lokasi yang sama.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, longsor tersebut bertipe longsoran merayap ( soil creep). Pada tipe itu, tanah bergerak secara perlahan sebelum akhirnya ambruk. Masyarakat bisa mengantisipasi kondisi tersebut dengan segera mengungsi. Sebanyak 158 jiwa warga RT 3–5, RW 1, mengungsi ke SD 2 Clapar, Madukara.
Meski begitu, 9 rumah dilaporkan rusak berat, 3 rumah rusak sedang, 2 rumah rusak ringan, dan 29 rumah terancam longsor susulan. ”Daerah di sekitar longsor dikosongkan untuk mengantisipasi longsor susulan mengingat area longsor cukup luas,” tutur Sutopo.
Dari laporan yang disampaikan kepadanya, kondisi saat ini masih siaga. Tanah teramati terus bergerak. Apalagi hampir seharian kemarin hujan terus mengguyur wilayah tersebut. Kondisi itu mengakibatkan aliran listrik mati dan akses jalan utama Kabupaten Banjarnegara Pagentan melalui Madukara terputus total.
Saat ini, lanjut dia, 300 personel gabungan dari BPBD Kabupaten Banjarnegara bersama Kodim 0704 Banjarnegara, Polres Banjarnegara, Banser, PMI, Tagana, Bela Negara, dan relawan bergerak untuk memberikan bantuan. Gubernur Jawa Tengah pun telah menginstruksi BPBD Provinsi Jawa Tengah dan BPBD terdekat, seperti BPBD Kabupaten Wosobo, Banyumas, Purbalingga, dan Cilacap, segera merapat. Mereka diminta membantu proses evakuasi dan pemenuhan kebutuhan dasar pengungsi. ”Logistik dan peralatan sudah dikerahkan. Posko dan dapur umum juga telah didirikan,” tutur alumnus Universitas Gadjah Mada (UGM) itu.
Sutopo mengakui, dengan kondisi saat ini, lokasi tersebut tidak layak untuk dijadikan permukiman lantaran tanah sangat labil dan membahayakan. Karena itu, kemungkinan relokasi sangat besar. Menurut dia, wilayah di Kabupaten Banjarnegara memang rawan longsor. Itu berdasar kondisi geologi dan topografi alamnya. ”Ada 12 kecamatan di Banjarnegara yang rawan longsor. Harus dicari solusi karena tidak mungkin semuanya dipindahkan,” paparnya.
Dia mengimbau masyarakat terus meningkatkan kesiapsiagaan. Sebab, curah hujan berintensitas tinggi masih berpotensi terjadi di beberapa wilayah. Misalnya, di Jawa, sebagian Sumatera Selatan, Sulawesi, dan Papua. Ancaman banjir, longsor, dan puting beliung juga masih tinggi. (mia/c6/agm)