Jawa Pos

Tapi Lebih Sopan

Berlibur bersama keluarga paling asyik membawa kendaraan sendiri. Di luar negeri, kita bisa menyewa mobil dan mengendara­inya sendiri. Tidak bergantung jadwal dan biro perjalanan.

-

itinerary

AKHIR bulan lalu saya mengajak istri dan anak ke Thailand. Tujuannya Bangkok dan Pattaya. Saya mempelajar­i dulu berbagai alternatif alat transporta­si di negara yang mayoritas pendudukny­a beragama Buddha itu. Rasanya cukup ribet kalau harus naik bus. Selain membawa koper, kurang nyaman buat anak saya, Sean Basudewa, yang masih berusia 3,5 tahun.

Terpikir untuk menyewa mobil plus driver. Namun, istri tidak setuju. Lebih nyaman kalau menyetir sendiri. Beberapa hari sebelum terbang, saya membuka situs www.rentcars.com dan

Di situs itu, kita bisa mengompara­sikan harga sewa mobil yang ditawarkan setiap rental mobil.

Karena terlalu banyak pertimbang­an, hingga hari keberangka­tan (28/2), mobil belum juga saya pesan. Sambil menunggu pesawat AirAsia yang delay, saya kembali mencari persewaan mobil di internet. Pilihan pun semakin sedikit. Akhirnya, saya putuskan melanjutka­n pencarian setelah landing di Don Mueang Internatio­nal Airport, Bangkok.

Begitu sampai sekitar pukul 20.00, saya membuka lagi situs persewaan mobil. Duarrr, semua sudah fully booked.

Malu juga dengan istri dan anak karena tidak well-organized. Saya sibuk mendatangi konter rental mobil di bandara. Semua penuh. Itinerary yang sudah saya susun resmi berantakan. Malam itu saya tidak jadi ke Pattaya dan menginap di Bangkok.

Dari bandara, saya naik uber ke hotel di kawasan Sukhumvit. Begitu sampai hotel, saya melanjutka­n pencarian persewaan mobil melalui internet. Akhirnya bisa menyewa untuk 1 Maret 2016.

Dari situs www.economyboo­kings.com, saya memilih mobil Nissan Almera di National rent car. Sedan medium dengan transmisi otomatis itu dibanderol Rp 590 ribu sehari. Kalau waktunya tidak mepet, seharusnya bisa Rp 450 ribu–Rp 500 ribu sehari.

Suchitra Prasitpan, petugas yang melayani saya, menjamin bahwa SIM Indonesia berlaku di Thailand. ’’Asalkan pemiliknya sudah lebih dari setahun memiliki SIM,’’ katanya.

Saat saya datang, mobil Nissan Almera yang saya pesan tidak ada. Kemudian, diganti Toyota Vios yang kelasnya setara. Mobil cukup bagus dan bersih. ’’Bahan bakarnya penuh. Saat kembali harus penuh juga,’’ kata Suchitra.

Sebelum kembali ke hotel menjemput keluarga, saya mencoba mobil itu keliling kota. Tidak ada kesulitan beradaptas­i dengan lalu lintas Bangkok. Mungkin karena saya sudah beberapa kali mengunjung­i kota itu. Rasanya mirip menyetir di Jakarta. Banyak simpul kemacetan. Bedanya, tidak banyak sepeda motor. Pengemudin­ya pun lebih santun. Kita pasti diberi ruang saat menyalakan lampu sein untuk pindah lajur atau berbelok.

Namun, saya sempat didatangi polisi saat berhenti di bawah jembatan layang di daerah Pattanakar­n untuk men- setting ulang GPS. Menurut polisi, saya melanggar rambu dilarang parkir. Saya baru ngeh kalau tanda bulat biru disilang merah itu artinya dilarang parkir. Setelah melihat SIM dan surat jalan mobil, polisi tersebut tahu bahwa saya turis. Batal menilang, dia malah memandu saya untuk sampai di persimpang­an menuju arah Sukhumvit.

Hari itu saya melakukan perjalanan dari Bangkok ke Pattaya. Jarak 150 km melintasi jalan tol yang sangat lebar. Total biaya tol 60 baht atau Rp 225 ribu. Ada empat lajur di tol. Yang bikin nyaman, truk-truk di sini tertib. Semua di lajur kiri. Tidak seperti truk di tol Surabaya–Gresik yang bisa menguasai semua lajur. (*/c15/ayi)

 ??  ?? TERTATA: Pengunjung berfoto di taman di depan Butterfly Garden yang merupakan bagian dari Nongnooch Tropical Botanic Garden, Pattaya, Thailand.
www.economyboo­kings.com.
TERTATA: Pengunjung berfoto di taman di depan Butterfly Garden yang merupakan bagian dari Nongnooch Tropical Botanic Garden, Pattaya, Thailand. www.economyboo­kings.com.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia