Urus Amdal Cukup 30 Hari Kerja
BLH Sederhanakan Proses Pengkajian
KEMUDAHAN perizinan akan diberlakukan pula dalam pengurusan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). Selama ini, amdal menjadi salah satu bagian utama sebelum pemohon mendapat izin yang lain.
Dalam peraturan pemerintah pusat, telaah amdal itu diberi waktu 105 hari kerja alias 3,5 bulan. Namun, praktiknya, pengkajian tersebut berjalan sampai setengah tahun. Tak jarang lamanya proses itu membikin pengusaha mengeluh. Makin lama mengurus izin, makin lama pula mereka tidak bisa memulai usaha.
Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Surabaya Musdiq Ali Suhudi mengupayakan pengurusan amdal bisa selesai dalam waktu 30 hari kerja. ’’Ada proses yang berulangulang. Kami sederhanakan,’’ katanya.
Proses yang berulang dalam pengurusan izin amdal itu, antara lain, sidang amdal. Sidang tersebut biasanya dilakukan lebih dari sekali. Apalagi jika ada kekeliruan dalam dokumen yang diajukan kepada BLH. Revisi oleh pemohon tersebut juga memakan waktu.
Selain itu, saat pengurusan dokumen amdal, ada beberapa kali rekomendasi yang diberikan kepada pemohon izin. Nah, Kepala Badan Lingkungan Hidup
(BLH) Surabaya prosedur tersebut seharusnya bisa diringkas lagi.
Musdiq menuturkan, dokumen lingkungan yang harus dibuat pemohon izin sebenarnya sudah diklasifikasikan. Mulai amdal, upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup (UKL-UPL), serta surat pernyataan pengelolaan lingkungan (SPPL). Tiga jenis amdal itu didasarkan pada jenis usaha dan luas lahan yang digunakan. ’’ Yang paling kecil memang SPPL. Maksimal empat hari,’’ ujar Musdiq.
Selain memangkas waktu telaah, pemkot sebenarnya membuat terobosan untuk penyelesaian amdal. Misalnya, menyederhanakan isi UKL dan UPL. Selain itu, pemkot membuat semacam template yang bisa diisi langsung oleh pembuat izin.
Musdiq juga menegaskan, pengurusan semua izin tersebut tidak harus mendapat izin dari warga sekitar tempat usaha. Hal semacam itu tidak tertulis dalam aturan. Namun, dia menyadari, memang masih ada orang yang menganggap harus memberikan kompensasi kepada masyarakat setempat. ’’Tidak perlu dapat tanda tangan izin warga sekitar. Tidak ada itu,’’ tegasnya.
Sementara itu, Ketua Komisi A ( bidang hukum dan pemerintahan) DPRD Surabaya Herlina Harsono Njoto menuturkan, pengurusan izin semestinya bisa lebih disederhanakan. ’’Kalau izin- izin itu di pangkas, tentu pelaku usaha akan sangat senang,’’ ujarnya. (jun/c5/git)
Ada proses yang berulang-ulang.
Kami sederhanakan.”