Jawa Pos

Popok Sekali Pakai Bakal Hancur

-

TEMPAT pengolahan sampah terpadu (TPST) Bhakti Bumi di Desa Banjarbend­o baru sebulan beroperasi. Namun, sudah banyak sampah yang bisa diolah. Setiap hari 180 meter kubik sampah dipilah dan diolah menjadi kompos. Bau busuk pun tidak tercium lagi.

Pukul 06.30 para pengangkut sampah berdatanga­n dengan gerobak kuning andalan mereka. Gerobak itu berjejer di depan TPTS. Mereka tidak bisa seenaknya membongkar sampah. Pembongkar­an baru dilakukan ketika mesin conveyor dan petugas pemilah datang.

Beberapa menit kemudian, puluhan petugas datang. Mereka langsung masuk ke kompleks pemilahan dan menurunkan keranjang besi yang diletakkan di atas conveyor, alat pemisah sampah. Keranjang yang digunakan untuk mengumpulk­anmpulkan hasil pilahan diletakkan di kanan-kiri conveyor. Selanjutny­a, mesin pun dinyalakan. Sampah dari gerobak dibongkar.

Pekerja pun langsung memungut sampah yang melintas di depan mereka. Sampah itu kemudian dimasukkan ke keranjang besi di belakang mereka. Ada yang khusus untuk sampah plastik, kertas, dan botol plastik. Sampah daun, sayuran, dan ranting masuk ke mesin pencacah. Ada sebagian sampah plastik yang ikut masuk mesin.

Namun, dua jenis sampah itu memisah ketika keluar dari mesin pencacah. Sampah ranting keluar menjadi kompos dan langsung ke bak kendaraan roda tiga. Sementara itu, sampah plastik keluar dan terkumpul di tumpukan sampah. ’’Sampah plastik akan dipak,’’ jelas Punari, seorang pekerja.

Menurut dia, sampah yang sudah jadi kompos diangkut ke rumah kompos di timur tempat pemilahan. Dua lokasi itu hanya dipisahkan jalan. Pria asal Wonoayu tersebut menyatakan, pengolahan sampah di TPTS jauh lebih bagus daripada pengolahan secara manual. Punari tahu betul karena dirinya sudah 15 tahun bekerja di tempat pengolahan sampah.

Sebelumnya, dia bekerja sebagai pembongkar sampah di lokasi yang kini digunakan rumah kompos. Lahan pembakaran tersebut merupakan milik Perumahan Puri Indah. Setelah Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Sidoarjo mendirikan TPST, tidak ada lagi yang dibuang. Dia pun kini bekerja di TPST Bhakti Bumi.

Yanes Siswantoro, pekerja yang lain, menyatakan bahwa ketika pengolahan sampah menggunaka­n tungku pembakaran, banyak sampah yang tidak bisa dibakar ketika hujan. Sampah pun basah dan semakin menimbulka­n bau busuk. Setelah ditangani DKP dengan teknologi conveyor, bau sampah tidak tercium lagi. ’’Kebersihan di sini juga sangat dijaga,’’ jelas pria asal Desa Suko itu. Yanes menjelaska­n, sampah sebelumnya juga banyak yang berserakan di pinggir jalan. Kondisinya­Kon terlihat kumuh. A Apalagi, ketika tergenang air, sampah akan semakin menjijikka­n dan mengganggu pengendara yang melintas. KiniK pemandanga­n itu tidak tampak lag lagi. Selain bersih, suasananya sekarang hijau dengan taman di pintu masuk TPST.

Koordinato­r TPST Bhakti Bumi Sugito mengungkap­kan, setiap hari ada sekitar 100 gerobak sampah yang masuk TPST. Volume sampah yang bisa diolah sekitar 96 meter kubik per hari. Volume itu akan terus meningkat. Sampah berasal dari berbagai desa di sekitar lokasi tersebut. ’’Setelah ini bisa 180 meter kubik per hari,’’ jelas pria asal Malang tersebut.

Menurut Sugito, sampah yang diolah hampir tidak tersisa. Sampah yang dimasukkan ke rumah kompos dihancurka­n dengan mesin. Setelah itu, kompos diayak. Sisa pengayakan tersebut dijual ke pabrik kerupuk sebagai bahan bakar. Memang ada sebagian kecil yang dibuang ke TPA Jabon. ’’Itu sisa sampah yang tidak bisa diolah. Di sini popok sekali pakai aja bisa dihancurka­n,’’ katanya saat ditemui kemarin (25/3). Jika Sidoarjo mempunyai banyak TPST kawasan, sampah akan bisa dikelola dengan baik. Tidak akan ada lagi yang berserakan. (lum/c15/tia)

 ?? BOY SLAMET/JAWA POS ?? SINERGI: Pekerja membersihk­an alat penyaring sampah di kawasan Puri Indah Sidoarjo yang akan digunakan untuk memilah sampah kemarin.
BOY SLAMET/JAWA POS SINERGI: Pekerja membersihk­an alat penyaring sampah di kawasan Puri Indah Sidoarjo yang akan digunakan untuk memilah sampah kemarin.
 ??  ??
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia