Peluang Buku Indonesia di Pasar Internasional
FRANKFURT Book Fair (FBF) 2016 akan digelar pada 19–23 Oktober. Kini penerbit Indonesia tengah sibuk menyiapkan produk-produk hak cipta bukunya untuk dijual di pasar internasional. Apakah Indonesia yang menjadi guest of honor di FBF 2015 mampu merealisasikan komitmen menjadi produsen copyright buku?
Nung Atasana, direktur literary agent Borobudur Agency, dalam seminar Contents for International Right Licensing beberapa waktu lalu mengatakan, materi yang diminati pasar internasional antara lain buku bermuatan local genius dan orisinal. Jenisnya buku fiksi dengan latar belakang budaya dan tradisi lokal Indonesia. Untuk nonfiksi, buku soal warisan budaya dan sejarah, kesenian, serta kerajinan lokal.
Buku regional lain yang juga bisa diterima di pasar internasional adalah resep masakan lokal, traveling, parenting, agrobisnis, fashion, how to, dan entrepreneurship. Juga buku fiksi dengan latar belakang kontemporer dan agama serta buku-buku bergambar. Intinya, buku harus meng- explore kekayaan Indonesia dari berbagai aspek.
Di saat ini terhitung sekitar 5.400 judul buku soal Indonesia. Sebagian besar ditulis orang asing lewat kolaborasi dengan penulis lokal. Selain itu, ada buku-buku penulis Indonesia yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Inggris. Penerbit bukubuku itu, sebut saja, Lontar, Periplus, Equinox, Lonely Planet, dan Berlitz.
Saat ini ada sekitar 1.500 judul buku Indonesia dengan berbagai macam topik yang hak ciptanya terjual di luar negeri. Buku-buku tersebut sudah terjemahan Inggris atau cetak ulang (sebelumnya sudah berbahasa Inggris). ”Permintaan untuk menerjemahkan buku-buku karya penulis Indonesia memang baru terlihat meningkat mulai 2013,” kata Nung.
Sebagian besar buku tersebut terjual di Malaysia serta sisanya Jepang, Korea, Filipina, India, Italia, Belanda, Belgia, Mesir, Uni Emirat Arab, Turki, Thailand, dan Vietnam. Juga di komunitas masyarakat Indonesia di luar negeri seperti Jerman, Jordania, dan Amerika Serikat. Menariknya, dari data riset judul buku tersebut, sebagian besar adalah buku anak-anak bergambar. Malah yang most wanted saat ini adalah buku anak dengan manual illustration.
Saya pernah mengunjungi Frankfurt Book Fair pada 2011. Saat itu saya dikirim PT Jepe Press Media Utama (JP Books)
untuk riset buku jenis apa saja yang bisa diperjualbelikan di pameran tersebut.
Kunjungan FBF tersebut bagi penerbitpenerbit besar, antara lain Gramedia dan Intan Pariwara, sudah biasa dilakukan setiap tahun. Mereka belanja hak cipta buku-buku berbahasa Inggris dari penerbit asing yang memiliki prospesk untuk dijual di Indonesia setelah diterjermahkan ke bahasa Indonesia.
Penerbit asing ternama pedagang hak cipta antara lain DC Comics, USA ( Marvel heroes, Batman, Robin); Oxford University Press ( Oxford English Dictionary); Webster; Random House; dan Penguin.”Saya mau transaksi dengan Anda bila Anda membeli lisensi hak cipta kami minimal sepuluh judul,” kata seorang marketing DC Comics kepada saya saat itu.
Biaya membeli lisensi sepuluh hak cipta bukan angka sedikit. Paling tidak, untuk pembelian satu hak cipta secara lump sum (borongan) –istilah yang biasanya digunakan dalam transaksi hak cipta– minimal satu tahun, diperlukan biaya Rp 50 juta–Rp 100 juta.
Penjual hak cipta buku biasanya memamerkan sampel fisik buku atas hak cipta buku yang dijual. Seusai pameran, buku-bukusampelitulahyangdiperebutkan para pengunjung, termasuk warga Indonesia. Sebab, harganya miring.
Penjualan hak cipta itu baru diwujudkan di Indonesia mulai 2012 melalui pameran Indonesia Book Fair di Senayan, Jakarta, oleh Ikatan Penerbit Indonesia (Ikapi). Ikapi mengundang para penerbit dalam dan luar negeri untuk menjual hak cipta bukunya. Namun, pesertanya minim saat itu.
Menjual hak cipta untuk pasar luar negeri sebenarnya berbiaya murah. Yang mahal adalah biaya tiket pesawat dan akomodasinya. Tulis buku-buku local genius Indonesia, materinya seperti soal candi, pantai, dan kesenian.
Setelah di- lay out, materi disimpan dalam bentuk PDF. Cetak satu atau dua proof buku tanpa harus cetak banyak. Lalu, buat katalog atau list hak cipta buku yang akan dijual.
Selain lewat FBF, pemasaran copyright buku juga bisa dilakukan di Bologna Book Fair yang tahun ini digelar pada 4–7 April dan London Book Fair pada 12-14 April. Bologna terkenal akan buku anak dan London terkenal dengan buku referensi.
JP Books saat ini mulai berbenah. Dengan semangat baru, JP Books akan memilih dan hunting naskah-naskah buku yang berkualitas karya penulispenulis lokal ternama. Begitu juga naskah buku-buku pelajaran. ”Dengan pemilihan naskah-naskah berkualitas, akan meningkatkan kredibilitas penerbit,” kata Ali Murtadho, komisaris baru JP Books.
Selain itu, JP Books siap berkompetisi sebagai produsen copyright untuk pasar internasional. Pemasarannya baik on the spot di pameran internasional ataupun melalui Borobudur Literary Agent bentukan Ikapi. Ayo penerbit Indonesia, it’s time to go international!
*) Penulis JP Books