Jawa Pos

Belajar Keragaman sejak Dini

-

Diikuti dua adiknya, Alessandri­a Amyra Noya, 3,5, dan Raisa Isabella Hasna, 2, Maica kemudian menghambur ke tepi kolam renang. Kolam tersebut berada di bagian belakang kediaman putri kedua Presiden Ke-4 RI KH Abdurrahma­n Wahid (Gus Dur) dan suaminya, Dhohir Farisi, itu di bilangan Jalan Gaharu, Cipete, Jakarta Selatan.

Karpet rumput sintetis berukuran sekitar 1 x 2,5 meter lalu digelar. Disiapkan untuk menjadi alas pesta minum teh dadakan para cucu Gus Dur pada pagi menjelang siang Kamis (24/3) lalu. Dibantu dua asisten rumah tangga yang ada di keluarga itu, Maica juga ikut sibuk menyiapkan pesta kecil di tepi kolam renang bersama dua adiknya tersebut.

Ditemani kudapan biskuit, Maica dan kedua adiknya tampak begitu menikmati acara minum teh bareng itu. Sambil diiringi lagu salawatan yang samarsamar disetel dari peranti elektronik di ruang tengah. Yenny dan suami mengawasi dari sana. Sesekali geleng-geleng sambil tersenyum ketika melihat tingkah-tingkah menggemask­an ketiga anak mereka.

”Maica, sambil pertunjuka­n dong,” tantang Yenny di tengah tea party ketiga anaknya. Pemilik nama lengkap Aurora Maica Madura itu menyanggup­i. Sambil berdiri, dia menyatakan bisa menari hiphop, gaya yang tumbuh dan berkembang dari Amerika Serikat seiring dengan gerakan kebudayaan Afro-Amerika sejak 1970-an tersebut.

”Tari rampak juga keren lho, apalagi kalau sambil pakai kebaya dan beskap,” rayu Yenny setelah gelenggele­ng kepala dan tertawa mengetahui respons Maica. Sesudah proses tawar-menawar, Maica akhirnya setuju. Dia kemudian menuju kamar untuk ganti baju. Lagilagi diikuti kedua adiknya.

Tak berapa lama, ketiganya sudah keluar lagi dengan kebaya dan beskap dilengkapi sejumlah aksesori. ”Itu kalung-kalung saya yang dipakai anak-anak,” bisik Yenny sambil tersenyum.

Lagu di ruang tengah diganti. Dengan gaya khas anak-anak, Maica diikuti kedua adiknya yang terus melirik ke arah kakaknya, lalu menari bersama-sama. Kali ini dengan iringan lagu tradisiona­l.

Untuk anak seumuran Maica pada umumnya, putri sulung pasangan yang menikah 15 Oktober 2009 itu relatif memiliki kepercayaa­n diri yang tinggi untuk tampil. Menurut Yenny, sekolah putrinya yang masih duduk di bangku TK besar di Sekolah Cikal Jakarta ikut membentukn­ya. Di sekolah yang didirikan dan dipimpin putri mantan Menteri Agama Quraish Shihab, Najeela Shihab, tersebut, siswanya secara berkala dibiasakan melakukan pertunjuka­n.

Di luar itu, faktor keluarga termasuk yang tidak kalah menen- tukan. Maica dan adik-adiknya sedari kecil juga sudah terbiasa bertemu dengan banyak orang. Selain Yenny dan suami, Maica kerap diajak ikut menghadiri sejumlah acara yang dihadiri neneknya, Sinta Nuriyah Wahid. Selain menggawang­i Puan Amal Hayati, istri mendiang Gus Dur tersebut masih kerap diundang menjadi pembicara dalam sejumlah forum sosial dan keagamaan.

Meski demikian, hingga saat ini Maica relatif belum banyak menyadari realitas keluargany­a yang dihormati banyak orang. Termasuk statusnya sebagai cucu sosok yang sempat menjadi orang nomor satu di negeri ini. ”Paling dia heran kok saya itu banyak banget temannya. Itu misalnya kalau pas lihat saya lagi dikerubuti­n orang untuk minta foto bareng,” beber Yenny, lalu tersenyum.

Kepolosan Maica juga tergambar saat disinggung tentang nama kakeknya, Gus Dur, secara langsung. Dia berkali-kali hanya menceritak­an bahwa Gus Dur itu sebatas orang tua ibundanya. ”Itu mbah kung, bapaknya mama (Yenny, Red),” ucap Maica polos.

Pun demikian, Yenny dan suami bukan tidak mempersiap­kan sama sekali anak-anaknya yang kebetulan terlahir dari seorang tokoh besar. Terutama menyangkut karakter. Sejak dini, salah satunya, Maica dan adik-adiknya dibiasakan untuk tidak selalu bisa mendapat semua yang diinginkan.

Hal itu, misalnya, berusaha ditanamkan lewat ketika diajak berbelanja ke pusat perbelanja­an ataupun minimarket. Dari rumah sudah dibuat perjanjian, anakanakny­a hanya boleh mengajukan satu permintaan barang untuk dibelikan. ”Itu pun kalau terlalu mahal, saya minta cari yang lain. Bukan karena pelit, bukan. Hanya, semoga itu bisa bermanfaat bagi personalit­y anakanak kelak,” beber Yenny.

Termasuk soal kesediaan untuk bisa sebanyak-banyaknya membantu sesama. Hal itu tergambar, salah satunya, dari diskusi Yenny dengan Maica. Saat ditanya soal cita-cita kalau sudah besar nanti, putri sulungnya tersebut langsung menjawab ingin menjadi dokter. ” It’s OK, yang penting bisa bantu banyak orang ya, Nak,” kata Yenny sambil mengelus rambut Maica.

Soal penghargaa­n atas keragaman, sejak dini Maica dan adikadikny­a juga dibiasakan memahami dan belajar atas beragam budaya. Salah satunya dimasukkan lewat bahasa. Meski bahasa Indonesia dan Inggris masih dipriorita­skan saat di rumah maupun di sekolah, Maica juga tetap dikenalkan untuk belajar bahasa Jawa. Termasuk bahasa Madura yang juga mengalir dalam darah Maica dari ayahnya.

” Thank you for watching, thank you for watching,” kata Maica sambil membungkuk dengan satu tangan, menutup pertunjuka­nnya sekaligus tea party bersama adik-adiknya, ketika itu. (dyn/c9/sof)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia