Jawa Pos

Kebijakan Tak Sinkron Antarbirok­rat Juga Jadi Pemicu

Selain problem sistem dan perilaku pejabat atau pegawai, keluhan layanan perizinan dipicu tidak sinkronnya sejumlah aturan di Gresik. Belum lagi sejumlah kebijakan lainnya juga dianggap aneh. Sorotan Para Pengusaha terhadap Badan Perizinan (3-Bersambun

-

PROSES penerbitan izin tidak bisa lepas dari regulasi yang berlaku. Baik aturan dari kabupaten atau kota maupun yang diterbitka­n pemprov atau pemerintah pusat. Idealnya, semua regulasi itu punya keterkaita­n dan saling support.

Namun, fakta berkata lain. Banyak aturan penerbitan izin di setiap level pemerintah­an yang ternyata tumpang tindih. Kondisi tersebut membuat para pemohon kerap dibuat kalang kabut. ’’Adanya kebijakan antardaera­h yang tumpang tindih inilah yang sering dikeluhkan rekan-rekan pengusaha,’’ kata Ketua Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Gresik Agus Junaidi.

Salah satu contohnya, izin pemanfaata­n ruang (IPR). Pengajuan izin usaha atau bangunan tidak bisa dilanjutka­n gara-gara adanya perubahan aturan di Pemprov Jatim. ’’Sebenarnya, pengajuan sudah masuk dan diproses. Tapi, karena ada perubahan, kami terpaksa ngurus dari awal lagi. Itu tidak diurus di Pemda Gresik, tapi harus ke provinsi,’’ kata Junaidi.

Contoh lain adalah aturan penerbitan analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). ’’Karena ada kebijakan baru, kami harus mengurus dari awal lagi. Meskipun yang diajukan hanya perpanjang­an izin di lokasi yang sama,’’ katanya.

Selain perizinan, kebijakan soal peruntukan kawasan banyak yang layak dievaluasi. Sebab, beberapa di antaranya tidak sesuai dengan fakta di lapangan. Misalnya, peruntukan sejumlah kawasan di pantura. Oleh pemkab, kawasan itu ditetapkan sebagai wilayah rawan bencana dan lahan gambut. Faktanya, kawasan tersebut didominasi gunung kapur-pesisir pantai. ’’Karena plotting awal sudah salah, akhirnya peruntukan kawasan itu juga tidak jelas,’’ paparnya.

Sementara itu, perwakilan Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman (Apersi) menyoroti sejumlah kebijakan perizinan di Gresik yang tidak sesuai dengan aturan di atasnya. Salah satu yang jadi atensi pengusaha adalah regulasi soal retribusi IMB. Di kabupaten itu, ada sejumlah tambahan biaya yang tidak diatur. Selain itu, dia menyoroti regulasi lain yang butuh dikaji. Salah satunya yang berhak mengeluark­an izin tersebut. ’’Jika bicara perizinan satu pintu, penerbit izin cukup oleh kepala dinas/badan,’’ kata perwakilan Apersi Koko Wijaya.

Ketidakjel­asan penerapan penerbitan izin via sistem satu pintu di Gresik juga menjadi pemicu keruwetan tersebut. Sebab, mayoritas penerbitan izin kini diambil alih badan penanaman modal perizinan (BPMP). Cukup banyak izin sebelumnya yang bisa cepat selesai kini ikut-ikutan lelet.

Salah satunya izin usaha jasa konstruksi (IUJK). Dulu, izin itu ditangani dinas PU, tetapi kini sudah di- handle BPMP. ’’Dulu, IUJK rata-rata 1–2 hari sudah bisa selesai. Sekarang lama,’’ tambah Sekretaris HIPMI I Made Agus Budiana.

Persoalan-persoalan itu perlu mendapat solusi. Kondisi tersebut dikhawatir­kan membuat iklim investasi di kabupaten itu tertinggal dengan kabupaten lain. ’’Bahkan, kami khawatir sistem perizinan di Gresik disalip Mojokerto,’’ jelas Koko. (ris/hen/adi/c15/dio)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia