Masukkan Anak Jalanan ke Homeschooling
Pemerintah Minta Pelaku Eksploitasi Dihukum Berat
JAKARTA – Anak jalanan (anjal) selama ini kerap menjadi korban eksploitasi, baik dari orang tua maupun pihak lain. Kasusnya terjadi di hampir semua kota. Karena itu, diperlukan penanganan serius untuk mengatasi, khususnya dari aspek pendidikan.
Ketua Dewan Pembina Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) Seto Mulyadi mengatakan, banyak kasus anjal yang menjadi korban eksploitasi dengan dalih membantu ekonomi keluarga. ”Jangan dibayangkan mereka itu tinggal di keluarga yang berkecukupan seperti pada umumnya,” jelasnya kemarin.
Menurut dia, kasus eksploitasi anak di kawasan Blok M, Kebayoran Baru, itu bukan satu-satunya masalah di Jakarta. Dia menuturkan, banyak kasus serupa terjadi di Pasar Induk Kramat Jati. Di sudutsudut pasar, banyak anak yang membantu ibunya mengupas bawang putih atau bawang merah. Anak-anak itu tidak sekolah.
Pria yang akrab di sapa Kak Seto tersebut menjelaskan, diperlukan pendekatan menyeluruh terhadap anak-anak itu dan keluarganya. Cara paling baik adalah tetap mendekatkan mereka kepada dunia sekolah. ”Akses anak-anak itu terhadap dunia pendidikan dijamin dalam Undang-Undang Sisdiknas,” katanya.
Menurut Kak Seto, upaya yang bisa dilakukan adalah menjalankan homeschooling (sekolah rumah) untuk anak-anak jalanan tersebut. Dia menuturkan, upaya memasukkan mereka ke sekolah formal tentu akan mengalami kesulitan. Sebab, jam sekolah reguler pasti akan terbentur ”kesibukan” mereka membantu orang tua.
Pria kelahiran Klaten, 64 tahun lalu, itu mengatakan pernah melakukan kegiatan serupa, yakni mendirikan homeschooling untuk anak-anak jalanan. Salah satunya di Balikpapan, Kalimantan Timur. Bahkan, pernah ada anak didik di homeschooling itu yang berprestasi tingkat nasional.
Kak Seto mengatakan, jangan membayangkan homeschooling untuk anak-anak itu seperti sekolah di rumah sendiri atau ramairamai. Tetapi, bisa juga sekolahnya yang mendekati lingkungan anakanak itu. Misalnya, di pasar atau di taman-taman kota. Caranya adalah membuat sekolah keliling.
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PP-PA) Yohana Yambise mengatakan, anak-anak yang membantu orang tua dan anak-anak yang jelas-jelas dieksploitasi perlu dibedakan. ”Seperti anak-anak yang disuruh menjadi pengemis atau pengamen. Itu sama dengan memperdagangkan anak,” katanya.
Yohana kemarin menjenguk tiga anak korban eksploitasi di tempat Rumah Perlindungan Sementara Anak (RPSA) Bambu Apus, Jakarta Timur. Kepada orang tua yang terbukti memperdagangkan anak, Yohana berharap polisi memberikan hukuman yang berat. Tujuannya, menjadi pelajaran dan shock therapy bagi orang tua lainnya.
Sementara itu, anak-anak yang jadi korban harus diberi perlindungan sebaik-baiknya. ”Anakanak itu adalah aset bangsa,” katanya. Dengan demikian, setiap keluarga harus menjamin tumbuh kembang anak-anak sebaik-baiknya. Dia berharap pemerintah daerah dan pusat ikut aktif memasukkan anak-anak jalanan itu ke sekolah.
Setelah mengunjungi anak-anak korban eksploitasi, Yohana kemarin mendatangi Mapolres Metro Jakarta Selatan. Dia secara khusus menyampaikan apresiasi kepada Kapolres Metro Jakarta Selatan Kombes Wahyu Hadiningrat. Yohana juga sempat menemui empat pelaku eksploitasi anak. Dengan tega pelaku itu memberikan obat penenang terhadap korban yang masih berusia 6 bulan. ”Bayinya sekarang dirawat di Rumah Sakit Pusat Pertamina (RSPP),” katanya.
Wahyu Hadiningrat mengatakan, empat pelaku eksploitasi ditangkap. Mereka berinisial SM, 18; ER, 17; NH, 35; dan I, 45. Mereka ditangkap karena telah terbukti melakukan eksploitasi. Informasi itu didapat dari keterangan para korban. (wan/ian/c10/agm)