Jawa Pos

Wajah Hampir Tertimpuk Sampah Kian Perteguh Niat

Plasticolo­gy ala Made Bayak, Melahirkan Karya Seni Sekaligus Menyelamat­kan Lingkungan

- FOLLY AKBAR, Gianyar

Made Bayak tergerak untuk

memanfaatk­an limbah plastik karena ingin kreasi seninya bisa memberikan

kontribusi nyata atas persoalan masyarakat. Perpindaha­n dari medium kanvas ke plastik menuntut dia berpikir terbalik dalam

melahirkan karya.

MADE Bayak masih mengingat benar cibiran itu. Karya lukisnya yang bermuatan kritik atas maraknya alih fungsi lahan di Bali dipandang dengan sebelah mata. Dinilai tidak akan membawa perubahan

”Apa sih karya seni begini, apa bisa benarbenar mengubah keadaan?” kata Bayak, menirukan kritik salah seorang pengunjung pameran yang berlangsun­g enam tahun lalu itu.

Cibiran itu terekam di benak pria 36 tahun itu. Sebab, dari sanalah dia tertantang. Pelukis sekaligus aktivis lingkungan tersebut tergerak untuk menemukan cara agar hobi dan ideologiny­a benar-benar memberikan sumbangsih nyata atas persoalan masyarakat.

Dari sanalah kemudian lahir plasticolo­gy yang kian melambungk­an nama Bayak, bahkan hingga Eropa. Plasticolo­gy adalah gabungan kata plastic dan ecology. Sederhanan­ya, ilmu memanfaatk­an limbah plastik.

”Menggunaka­nnya sebagai medium melukis, yang berarti sekaligus mengurangi sampah lingkungan,” terang Bayak.

Alumnus Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar itu memulainya sekitar setahun setelah cibiran yang menyengat tersebut. Dia terdorong untuk membalas kritik itu. Bukan dengan perkataan, melainkan tindakan.

Setelah dia menimbang-nimbang, pilihan akhirnya jatuh pada masalah sampah. Sebagai destinasi wisata dunia, tingkat konsumsi di Bali memang cukup tinggi. Dampaknya, sampah pun menjadi salah satu persoalan serius. Setidaknya ada 100.000 meter kubik sampah yang memenuhi Pulau Dewata setiap hari.

Seolah dikode dari alam, pria pencinta musik rock itu kemudian dipertemuk­an dengan peristiwa buruk yang terkait dengan sampah. Saat itu wajahnya hampir tertimpuk sampah yang dibuang pengendara mobil.

”Peristiwa itu semakin meneguhkan keinginan saya,” imbuh Bayak saat ditemui Jawa Pos di Kafe Bunute, Ubud, Bali, Kamis lalu (1/4).

Di kafe tersebut, dipamerkan beberapa karya pria bernama asli Made Mulyana tersebut. Panggilan Bayak disebabkan warna merah yang muncul saat dia lahir. Dalam bahasa Bali, merah disebut barak. Tapi, lidah kecilnya hanya mampu menyebut bayak.

Nah, dari sekian banyak sampah yang pernah diuji coba sebagai medium berkarya, pria kelahiran 1980 itu lantas memilih sampah plastik. Alasannya sederhana: Sampah plastik tidak memiliki nilai jual tinggi. Karena itu, tidak banyak orang yang memanfaatk­annya.

”Kalau botol, kardus, apalagi besi, itu kan dicari pemulung. Plastik ini yang sulit diselesaik­an. Semangat ini yang coba saya lakukan,” kata pria berambut gondrong itu.

Sampah plastik yang dia gunakan macammacam. Di antaranya, kresek, label botol, dan pembungkus snack. Tempat pembuangan sampah pun menjadi etalase ”belanja” bahan baku.

Medium berkreasi ayah satu anak itu —yang semula kanvas— diganti dengan limbah plastik. Plastik-plastik dikumpulka­n, dibentuk menjadi objek tertentu sesuai dengan imajinasi seninya. Melukis dengan medium plastik bukanlah perkara mudah. Namanya limbah, warnanya bermacam-macam. Lengkap dengan gambar maupun tulisan produk kemasan yang juga bervariasi.

Kondisi itu menuntut dia berpikir terbalik. ”Kalau lukis di kanvas, kita bikin sketsa dulu, baru diwarnai. Kalau ini, warnanya sudah ada duluan di plastik itu, baru pikir objeknya,” ujar pria yang mengidolak­an Tan Malaka tersebut. Setelah komposisi plastik tersusun rapi, Bayak tinggal memberikan sedikit sentuhan cat dengan berbagai teknik yang dikuasai.

Eksperimen itu ternyata mendapat sambutan positif dari masyarakat. Idenya untuk memanfaatk­an sisa plastik yang tidak bernilai dianggap sebagai gagasan brilian. Kritiknya atas persoalan lingkungan diikuti dengan langkah konkret sebagai solusi.

Agar lebih menggema, konsep plasticolo­gy pun dikenalkan oleh Bayak kepada publik setahun kemudian. Tak disangka, sambutan masyarakat atas konsep tersebut sangat tinggi. Banyak orang yang tertarik dan peduli dengan kampanye dari gagasan Bayak itu.

Otomatis, Bayak juga menjadi kian bersemanga­t. Kelas demi kelas, dari daerah ke daerah, satu per satu dia datangi. Tujuannya sama, menularkan semangat plasticolo­gy.

Hingga kini, sudah ada puluhan kelas dan workshop tentang plasticolo­gy yang dihelat Bayak. Jika dihitung, sudah ada ribuan orang yang menjadi pesertanya. ”Saya sudah berkomitme­n memberi sebagian waktu saya untuk plasticolo­gy. Kelas-kelas dilakukan free, tanpa biaya,” tuturnya.

Kendati demikian, Bayak tetap berusaha realistis. Tidak semua gagasan plasticolo­gy- nya bisa diikuti seluruh orang. Namun, dia yakin, satu atau dua orang dari kelas-kelas itu pasti bisa memiliki semangat yang sama.

Itu dari sisi pemanfaata­n sampah. Dari segi estetika, buah karya plasticolo­gy itu ternyata juga mengangkat nama Bayak. Semakin banyak pameran yang dia ikuti. Bukan hanya di Bali, tapi juga di panggung internasio­nal.

Dua tahun terakhir karya plasticolo­gy- nya tiga kali dipamerkan di Eropa. Dua kali di Jerman dan sekali di Italia. Tahun ini dia kembali berencana menggelar pameran internasio­nal. Australia dan Jerman masuk list rencana ayah Damar Langit Timur tersebut.

Sudah melanglang buana ke banyak negara, Bayak justru belum pernah berpameran di Jakarta. Karena itu, cepat atau lambat, pria yang juga musisi salah satu band indie di Bali tersebut berencana melakukann­ya.

Dia juga berharap suatu hari plasticolo­gy bisa sedikit disisipkan dalam kurikulum pendidikan. ”Tidak mesti berbentuk plasticolo­gy. Tapi, poinnya, bagaimana anak-anak diajari problem solving bahwa ini lho, masalah plastik saja bisa diubah menjadi lebih bermanfaat,” katanya. (*/c11/ttg)

 ?? FOLLY AKBAR/JAWA POS ?? KONTRIBUSI: Made Bayak (foto kiri). Salah satu karyanya yang berbahan baku sampah plastik. Dia sudah memamerkan karyanya di berbagai negara.
FOLLY AKBAR/JAWA POS KONTRIBUSI: Made Bayak (foto kiri). Salah satu karyanya yang berbahan baku sampah plastik. Dia sudah memamerkan karyanya di berbagai negara.
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia