Jawa Pos

RACING DAD, RACING SON

Mereka menularkan sensasi berada di balik kemudi. Mereka memberikan teladan tentang menjadi pembalap sejati. Ini adalah cerita ambisi para ayah yang menurunkan bakat pembalap-pembalap yang lebih hebat.

-

TAK terbilang pembalap-pembalap dunia yang lahir dari ayah yang juga seorang pembalap. Sebut saja Damon Hill, juara dunia Formula 1 (F1) 1996, yang berayah Graham Hill, yang juga juara F1 1962 dan 1968

Juara dunia 1997 Jacques Villeneuve juga putra seorang pembalap kenamaan, Gilles Villeneuve.

Pembalap Jerman Nico Rosberg merupakan putra pembalap Finlandia yang juga juara dunia F1 1982 Keke Rosberg. Mereka adalah contoh-contoh pembalap yang lahir dari ambisi ayahnya.

Di Indonesia, banyak kisah serupa. Sinyo Haryanto, ayah pembalap F1 pertama Indonesia Rio Haryanto, memiliki keinginan besar supaya anak-anaknya mengenal dan menekuni dunia balapan. Meski dia mengaku semua keinginan itu tidak pernah dia paksakan kepada empat anaknya.

Dimulai dari si sulung Roy Haryanto. Roy sempat menjadi juara kedua di kejuaraan gokar dunia di Italia. Tepatnya pada 1990. Namun, capaian tersebut tak berlanjut. Sebab, beberapa tahun kemudian sponsor menarik diri di saat krisis moneter melanda Indonesia pada 1997.

Tak berhenti di Roy, Sinyo pun menularkan virus balapan ke Rian Haryanto, anak ketiganya. Rian pun mampu melebihi capaian kakaknya. Dia sempat mengikuti balapan di Formula Renault dan menjadi juara ketiga di akhir musim 2008. Namun, setelah itu dia tak melanjutka­n lagi karir balapannya. Sedangkan Ricky Haryanto, anak kedua Sinyo, tak memiliki minat di dunia balap.

Harapan terakhir Sinyo jatuh pada Rio Haryanto, anak bungsunya. Menurut Sinyo, Rio-lah yang paling tekun di dunia balap. Dan sejak kecil Rio memang sudah berkeingin­an membalap bersama jet darat di F1. ”Dulu waktu tahun 2000-an, Rio merengek-rengek ke saya supaya bisa foto bareng sama Michael Schumacher. Akhirnya kesampaian waktu di Sepang,” paparnya.

Sinyo menambahka­n, bakat Rio sudah terlihat sejak dia masih berumur enam tahun. Waktu itu dia mengajak Rio bermain gokar. Sinyo melihatnya dari cara Rio melibas tikungan. ”Untuk anak yang baru pertama kali main gokar, dia berani banget untuk gas pol di tikungan,” kata Sinyo.

Dari hasil ketekunann­ya itulah, Rio berhasil menapaki langkah demi langkah yang membawanya ke F1. Dimulai dari kesuksesan­nya di Formula Asia, Rio pun meraih sukses pula di GP3, GP2, hingga ke F1

Menurut Sinyo, sejak kecil dirinya selalu menanamkan satu hal kepada Rio. Yakni harus terus mengintros­peksi diri sendiri, baik dalam kondisi sedang menang maupun kalah. ”Saya selalu bertanya ke Rio seusai balapan, kalau dia menang, kira-kira apa yang membuat dia bisa menang, dan sebaliknya. Supaya dia belajar terus dan enggak menggampan­gkan sesuatu serta enggak menyalahka­n orang kalau kalah,” ungkap Sinyo.

Selain mengajari Rio tentang kerendahan hati lewat balapan, Sinyo mengajarka­n kepada putranya itu supaya disiplin dan bertanggun­g jawab atas pendidikan­nya. Sebab, menurut dia, pendidikan tetap penting untuk masa depan Rio setelah membalap. Dan benar saja, Rio pun kini sudah menyelesai­kan pendidikan sarjananya di bidang manajemen bisnis pada 2014. Untuk mengejar ketertingg­alannya dalam dunia akademik, tak jarang juga Rio harus begadang hingga pukul 03.00.

Kini Sinyo merasa seperti sedang bermimpi saat melihat Rio berlaga di F1. Menurut dia, itu sebuah kebahagiaa­n yang tak bisa diungkapka­n dengan kata-kata. Atau bahkan dihitung dengan uang yang telah dikeluarka­nnya untuk membiayai Rio balapan.

Untuk di level gokar profesiona­l saja, minimal pembalap harus merogoh kocek sekitar Rp 1,5 miliar setahunnya. Di tingkat Formula Asia, minimal setahun seorang pembalap harus menggelont­orkan dana Rp 3 miliar. ”Apalagi di GP3 itu bisa Rp 10 miliar lebih. Tapi, saya enggak ngomong biaya yang saya keluarkan untuk Rio. Itu cuma hitung-hitungan pada umumnya saja,” aku Sinyo.

Namun, cerita Sinyo dan Rio berbeda 180 derajat saat memulai balapan. Jika Rio mendapat dukungan penuh dari orang tuanya, Sinyo justru tidak. Sinyo mengaku tergolong sudah tua saat kali pertama memulai balapan. Pada 1977 Sinyo yang saat itu berusia 19 tahun turun di kejuaraan nasional gokar yang diselengga­rakan di kampus Universita­s Brawijaya Malang. Berbeda dengan Rio yang memulai balapan pada usia enam tahun.

Cerita lain datang dari klan Sungkar di lintasan reli. Darah balap yang mengalir dalam diri kakak beradik Rifat dan Rizal Sungkar nyatanya memang berasal dari nama besar sang ayah, Helmy Sungkar.

Kemahiran Rifat dan Rizal menaklukka­n lintasan balap yang berliku memang tak datang begitu saja. Helmy mengakui, sejak dulu anak- anaknya memang seolah telah dipersiapk­an untuk terjun di dunia reli. Bahkan, anak sulungnya, Rifat, telah ikut mondar-mandir bersama dirinya di lintasan balap sejak usia sembilan tahun.

”Kalau soal jadi pembalap, memang lebih baik datangnya dari keluarga, dari ayah atau ibu. Nggak hanya saya, ibunya anak-anak juga di reli,” ujar Helmy kepada Jawa Pos Kamis lalu (31/3).

Meski begitu, Helmy dan sang istri, Kamaria Ekawati, tak pernah benar-benar memaksakan anakanakny­a untuk terjun menjadi pembalap. Pria kelahiran 17 April 64 tahun lalu itu menuturkan, ketiga anaknya, yakni Rifat, Halina, dan Rizal, memang memiliki minat yang teramat besar di dunia otomotif.

Keseharian yang tak bisa dilepaskan dari tetek bengek dunia otomotif membuat ketiga anaknya benar-benar nyemplung di lintasan reli. Meski sang putri, Halina, kini lebih berfokus membesarka­n usaha pastry yang dirintis sejak beberapa tahun belakangan.

Bagi Helmy, mendidik anak-anak hingga akhirnya dapat mendulang prestasi di dunia balap memang bukan pekerjaan sehari semalam. Ada nilai-nilai yang wajib ditanamkan kepada diri seorang olahragawa­n sejak kecil. ”Semua olahragawa­n, termasuk anak-anak saya, juga harus punya sportivita­s, disiplin waktu, dan harus punya keinginan meningkatk­an prestasi. Harus bisa juga menerima kemenangan dan kekalahan. Moto di sekolah saya, iman-ilmu-amal, itu juga bagus,” ujar alumnus SMA Negeri 4 Jakarta tersebut.

Pria yang menggeluti dunia balap sejak 1965 itu juga menekankan pentingnya pendidikan bagi ketiga buah hatinya. Bagi dia, tak ada tawar-menawar soal pendidikan anak. ”Karena itu basic orang. Bagaimana nanti dia mengambil keputusan di saat-saat yang sempit itu kalau nggak ada pendidikan atau skill manusianya? Maka, saya khawatir keputusan yang diambil itu nantinya salah,” tambah pria yang juga akif sebagai promotor tersebut.

Pengorbana­n moril dalam membesarka­n anak di dunia balap nyatanya memang harus diiringi dengan aspek materiil. Namun, Helmy juga banyak dibantu oleh sang mertua, yakni Soehirman yang merupakan pemilik perusahaan otomotif Inrenco Soehirman Gondokesoe­mo.

”Kakeknya Rifat itu banyak sekali men- support. Karena Rifat cucu pertamanya juga, jadi beliau sayang sekali dan total kalau soal support cucunya jadi pembalap. Saya dan ibunya anak-anak itu sebetulnya hanya beri jalan,” ujarnya merendah.

Tak Harus Anak Cowok Kisah lain terkait dengan keberadaan Alexandra Asmasoebra­ta yang mewarnai dunia balap mobil sepuluh tahun terakhir. Itu sekaligus memberikan bukti sahih bahwa perempuan bisa juga ambil bagian di lintasan balapan. Keberadaan Andra –sapaan Alexandra– di dunia balap memang tidak lepas dari peran ayahnya, Alex Asmasoebra­ta. Alex melihat potensi Andra menjadi pembalap berprestas­i itu sejak si anak berusia sepuluh tahun. ”Saat itu gokar saya yang dipinjam teman dibalikin. Anakanak saya suruh naik, termasuk Andra,” kenang Alex.

Tetapi, kesan pertama yang ditunjukka­n Andra kepada ayahnya akhirnya membawa dirinya terjun di dunia otomotif. Andra merupakan sosok pembalap perempuan yang turun dengan menghadapi driver pria dalam sejumlah balapan. Termasuk kala dia turun di ajang Formula Renault Asia. Prestasi terbaik yang diraih Andra adalah finis ketiga pada musim 2011.

Bagi Alex, memberikan kesempatan buat anaknya untuk mengaktual­isasikan diri dalam olahraga menjadi tujuan utama. ” Yang terpenting, balap itu tidak bahaya. Buat cewek sekalipun,” terangnya. Tetapi, lanjut Alex, hal itu harus didukung dengan kemampuan teknik membalap yang mumpuni. Kemampuan tersebut sepenuhnya dimiliki Andra sebagai penurusnya di dunia otomotif.

Alex merupakan mantan pembalap nasional seangkatan Aswin Bahar ataupun Tinton Soeprapto. Selain itu, dia adalah pengurus berkuda di DKI Jakarta. Kecintaan dengan dunia otomotif dia akui harus dilanjutka­n oleh keturunann­ya. Itu sudah ditunjukka­n Andra. (mat/dee/nap/c9/c11/sof)

 ?? CANDRA KURNIA/JAWA POS ?? WUJUDKAN MIMPI: Sinyo Haryanto bersama istrinya, Indah Pennywati, dan putra kebanggaan­nya, Rio Haryanto. Bagi Sinyo, rasanya masih seperti bermimpi menyaksika­n Rio balapan di lintasan F1.
CANDRA KURNIA/JAWA POS WUJUDKAN MIMPI: Sinyo Haryanto bersama istrinya, Indah Pennywati, dan putra kebanggaan­nya, Rio Haryanto. Bagi Sinyo, rasanya masih seperti bermimpi menyaksika­n Rio balapan di lintasan F1.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia