Jawa Pos

Budak Angon Menjamu

-

- Marlon Brando (03 April) - Sebastian Bach (03 April) - Wiranto (04 April) - Hans Jaladara (04 April) - Gloria Macapagal Aroyo (05 April) - Mamiek Prakoso (06 April) - Jackie Chan (07 April) - Kristen Stewart (09 April)

SESUNGGUHN­YA tak jauh dari pesawat tanpa awak yang jatuh di perairan Batam terdapat seorang lelaki. Ia

di atas sampan anyaman janur kuning. Perawakann­ya agak kurus. Ada to di mata kirinya. Orangnya Sunda tapi sukanya juga gudeg dan nasi Padang. Dialah Budak Angon. Dulu sekali penggemar sarung ini pernah pisahan amat sedih dengan junjungann­ya Prabu Siliwangi.

Dialah saksi saat detik-detik terakhir Kerajaan Pajajaran itu Sang Raja menyilakan rakyatnya memilih. Dalam khayalan ponokawan Petruk, Budak Angon juga menjadi saksi bahwa raja besar Tanah Priangan ini selain memberi pilihan pada rakyatnya juga meramal nasib mereka kelak.

Inti dari tersebut: Terhitung dari suatu titik di Jawa Barat yang berhalimun memesona, orang-orang Sunda yang berlari ke barat, timur, dan utara akan memiliki peruntunga­nnya sendiri sebagaiman­a yang bergerak ke selatan untuk bersetia mengikuti Prabu Siliwangi. Secara garis besar, demikian

dalam khayalan Petruk bersama sukun goreng hangat, orang-orang yang bergerak saling memisahkan diri itu akan terbelah menjadi kaum pemegang teguh tradisi leluhur Sunda Wiwitan dan kaum yang luntur di dalam baskom budaya impor.

Petruk memastikan bahwa Budak Angon tidak tergolong kaum yang larut dalam derasnya budaya manca. Ia yang muncul di perairan Batam hampir berbarenga­n dengan kemunculan Sabdo Palon di dukuh Petruk itu pasti bukan seseorang yang terbuai oleh budaya kaum pembuat drone jenis Banshee Target tersebut.

’’Tapi mungkin dia pilot pesawat tanpa awak itu, Truk. Jadi, ya masih orang sono juga,’’ Bagong bertanya.

’’Goblokmu, Gong! Namanya pesawat tanpa awak itu berarti ndak pakai pilotpilot­an.’’

’’Ya, siapa tahu, Truk. Terus pilot itu berenang ke tepian. Dia panjatlah nyiur yang melambai-lambai di pantai. Diambilnya janur-janur. Dianyam. Jadilah perahu...”

*** Bersampan janur dari perairan Kepulauan Riau cepat sekali Budak Angon sudah berlabuh ke suatu kawasan yang sekarang menjadi makam Sunan Gunung Jati. Entah di utara atau selatan pusara, atau mungkin timurnya. Pokoknya masih di Cirebon.

Di kota tahu gejrot itu sambil makan buah melon ia tertarik mendekati lelaki gemuk dan agak tinggi. Rambutnya yang rada ikal digelung ke atas, khas rambut lelaki masa Majapahit. Budak Angon menguping obrolannya dengan bakul jamu gendongan.

’’Bagaimana komentarmu tentang kelompok Abu Sayyaf? Dia bajak kapal dan sandera 10 WNI,’’ tanya lelaki itu ke bakul jamu.

Belum ada respons dari bakul jamu. Wajahnya hanya tambah manis dengan bulir-bulir keringat di kening yang menambah kemanisann­ya. Lelaki gendut berhidung mancung seperti paruh betet itu sudah mencecarny­a dengan pertanyaan lanjutan, ’’Bagaimana komentarmu tentang KPK? KPK tak akan memproses perkara sebagai korupsi kalau tak ada niat jahatnya. Kalau cuma kesalahan prosedur, oke-oke saja. Bagaimana pendapatmu?’’

Lagi-lagi bakul jamu itu belum memberikan responsnya. Angin dari utara hampir menerbangk­an selendang ungu gendongann­ya. Kendati pun demikian rambutnya yang hitam sepinggang tak turut awut-awutan oleh derai angin yang sama. Kenapa bisa begitu? Karena --ini bukan sulap bukan sihir-- ya karena memang janda muda itu selalu menggelung­nya seperti biasa kalau sedang berkelilin­g kota menjajakan jamu gendongan.

Ah, masih juga lelaki gemuk pengunyah permen karet itu melanjutka­n pertanyaan­nya. Ia seperti tak peduli pada kemanisan si bakul jamu, perempuan yang selalu kian manis bila makin tak mengerti topik obrolan.

’’Nduk, Nduk...,’’ lanjutnya, ’’Bagaimana komentarmu tentang turunnya harga BBM tetapi beberapa kelompok angkutan umum tak mau menurunkan tarifnya?’’

Manis, sih, manis. Tapi beberapa lakilaki menganggap bahwa itu saja tak cukup. Mereka masih mengingink­an perempuan bicara. Tak heran bila lelaki penggemar masakan Sunda tersebut pergi berbaur ke dalam orang-orang yang kebanyakan adalah sopir tembak angkutan kota.

*** Budak Angon menghibur bakul jamu. ’’Ketahuilah. Pengunyah permen karet itu pergi bukan lantaran tak senang parasmu. Dia sangat menyukaimu,’’ katanya. ’’Kok tahu? Kalian temenan?” ’’Bukan. Kami hidup masing-masing. Malah baru hari ini aku melihatnya. Kalau dia tadi melihatku, itu adalah pandangan pertamanya.’’ ’’Tapi kok kamu bisa tahu di dalamnya?” Budak Angon cuma tersenyum sembari membetulka­n letak sarung dan kopiahnya. Ia jelaskan bahwa pertanyaan lelaki tadi tentang 10 sandera WNI, tentang tarif angkutan kota dan lain-lain hanyalah permukaan. Termasuk yang tak diucapkan oleh lelaki itu tentang reshuflle jilid II dan tak jadi naiknya iuran BPJS kelas III.

’’Semua itu cuma permukaan,’’ Budak Angon sembari menarik bibirnya ter- senyum lebar. Pandangan matanya memicing ke kejauhan seperti orang kalau sedang kemecer rindu tahu gejrot. ’’Sesungguhn­ya dari seluruh yang diomong ngalor-ngidul tentang keadaan dunia saat ini, laki-laki tadi cuma ingin berkata bahwa senyummu bagus...’’

Duuuh... Bakul jamu itu mesem tersipu-sipu. Sudah ribuan lelaki kota mengomenta­ri senyumnya, tapi belum pernah ia setersipu kali ini. Mungkin karena janda muda asal dusun ini merasa bahwa pujian mereka rata-rata gombal. Sedangkan cara lelaki tadi merayunya dengan cara tak langsung....? Ooooh... Atau sebenarnya bakul jamu ini tertawan pada cara Budak Angon menyampaik­an rayuan lelaki tadi? Artinya, sesungguhn­ya yang ia kesimai itu Budak Angon?

’’Ketahuilah bahwa negara tergantung pada senyum para bakul jamunya. Kalau mereka masih bisa tersenyum, berarti kita masih boleh optimistis ke negeri ini.”

’’Wadeuuh... Kang Budak Angon sebetulnya mau ngomong apa, to? Aku ndak mudeng. Eh, tambah cabe puyang dan brontowali-nya...?”

Berkatalah Budak Angon dalam hati, sudahlah kamu jangan pura-pura bego dan pura-pura ndak tahu bahwa lelaki tadi adalah Sabdo Palon. Kamu kira aku ndak tahu bahwa bakul jamu ini cuma samaranmu saja? Kamu sebenarnya putri Prabu Brawijaya V. Namamu Dewi Candrawati... (*) Sujiwo Tejo tinggal di www.sujiwotejo.com / www.sudjiwoted­jo.com / @twitter @ sudjiwoted­jo

 ?? ILUSTRASI BUDIONO/JAWA POS ?? Uga
ILUSTRASI BUDIONO/JAWA POS Uga
 ??  ?? Tokoh Aries minggu ini:
Jackie Chan
kampul-kampul
Wangsit
Uga Wangsit Siliwangi
Tokoh Aries minggu ini: Jackie Chan kampul-kampul Wangsit Uga Wangsit Siliwangi

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia