Hampir Mati Haus di Kamboja
Aristi Prajwalita, Long Distance Cyclist Perempuan Pertama Indonesia Aristi Prajwalita Madjid bisa jadi merupakan perempuan pertama Indonesia. Debut nya pada 2008 dari Malaysia ke Vietnam dilakukannya seorang diri. Dia mendapatkan banyak ujian. Namun seg
touring-
long distance cyclist
ARISTI termasuk pe- touring yang unik. Jika biasanya mereka memulai perjalanannya dari pulau ke pulau di Indonesia, Aristi justru memulai debut touring- nya langsung ke luar negeri. ”Waktu itu saya banyak mendengar berita kriminal di Indonesia, makanya lebih memilih touring ke luar negeri,” ungkapnya.
terpanjang yang pernah dilakukannya sebelum melibas rute Malaysia–Vietnam pada 2008 hanya Jakarta menuju Bandung. Itu latihan sebelum memulai touring panjangnya di luar negeri.
Aristi mengatakan, Malaysia–Vietnam sengaja dipilih sebagai rute pertama karena banyak terdapat hal eksotis di sana. Touring benar-benar membuka persepsi Aristi terhadap negara-negara yang dikunjungi. Sebab, selama ini dia hanya mendengar bahwa negara-negara seperti Vietnam dan Kamboja merupakan negara yang terisolasi dan penduduknya tak bersahabat. ”Itu semua berubah ketika saya ke sana,” katanya.
Pengalaman touring pertama dan langsung bersepeda di negeri orang sangat jelas membuat Aristi cemas. Maklum, dia belum pernah mengunjungi tempat tersebut.
Waktu di Kamboja, misalnya, saat melahap rute Malaysia–Vietnam. Di salah satu daerah yang sama sekali tak ada permukiman, botol minumnya jatuh. Padahal, dia sudah sangat haus. Rasanya sangat mencekik. Ditambah pula, dia tak kunjung sampai di tempat tujuan.
Aristi bahkan mengaku sampai menangis menghadapi situasi tersebut. Betapa tidak, dia sudah bersepeda hampir 100 km. Saat itu dia dalam posisi kekurangan air dan harus segera sampai di kota untuk membeli air, tapi tak kunjung sampai. Dan hanya melewati jalanan yang tak ada permukimannya sama sekali.
Saat sedang menangis, Aristi pun teringat akan ibunya yang sebenarnya berat hati melepas kepergiannya untuk touring. Tak lama kemudian, ada pengendara motor yang melintas dan bertanya dalam bahasa Inggris mengapa dirinya menangis.
Aristi pun tak menyia-nyiakan kesempatan tersebut. Dia langsung menanyakan berapa jauh lagi kota yang hendak dia tuju. Begitu mengetahui jarak kota yang hendak dituju hanya 2 km lagi, dia bergegas mengayuh sepedanya kembali.
Waktu di Kamboja pula, perempuan yang akan menginjak usia 40 tahun tersebut sempat digoda laki-laki iseng ketika beristirahat. Laki-laki itu mengajak berciuman. Namun, perempuan asal Bogor tersebut bisa melarikan diri sebelum pelecehan terjadi. ”Di situ saya sering merasa Allah hadir dalam setiap kesulitan saya saat touring,” ungkapnya.
Hal yang sama pernah dia alami waktu touring dari Vietnam menuju Tiongkok pada 2009. Saat sudah memasuki pesisir selatan Tiongkok, ternyata peta yang dibawanya berbeda dengan peta yang biasa dipakai penduduk setempat. Praktis dia pun tak bisa menggunakannya untuk bertanya kepada penduduk setempat. ”Mereka nggak bisa baca huruf Latin. Saya pun nggak bisa baca huruf Kanji, pas sudah,” ceritanya lantas tertawa.
Pada 2011 Aristi pun melanjutkan touring- nya ke Eropa. Menurut dia, Eropa memang surga bagi para long distance Sebab, berbagai fasilitas sepeda seperti camping
tersedia di mana pun. Saat itu dia memulai perjalanan dari Annecy, Prancis. Dari situ dia menuju Mount Blanc untuk melakukan pendakian. Setelah dari Mount Blanc, dia pun menyusuri jalanan Eropa untuk bertolak ke Belanda. Selepas itu dia pergi ke Brussel, Belgia. Dari pengalamannya tersebut, Aristi merasa lebih tertantang untuk touring di Asia. (mat/c9/nur)