Jawa Pos

Profesor Belanda Meminta agar Tetap Ngototan

Dokter Indri Lakhsmi Putri SpBP-RE (KKF), Satu di Antara Sepuluh Dokter Ahli Kraniofasi­al di Indonesia Dokter Indri Lakhsmi Putri SpBP-RE(KKF) termasuk langka. Sebagai spesialis kraniofasi­al, keahlianny­a jarang dimiliki dokter lain. Dia berhasil melakuk

-

HARI itu Kamis (31/3). Waktu masih pukul 07.00. Namun, dr Indri Lakhsmi Putri SpBP-RE(KKF) sudah tampak bergegas di RS Universita­s Airlangga. Dalam waktu satu jam, dia harus bergeser ke RSUD dr Soetomo. Operasi besar menantinya. Dia harus melakukan tindakan pembedahan. Pasiennya adalah bocah berumur dua tahun yang menderita apert syndrome. Kelainan bentuk muka.

”Nanti bagian atas kepala dan kening pasien diangkat untuk rekonstruk­si,” ujarnya.

Putri memang ahli rekonstruk­si kraniofasi­al. Dia paling jago utak-atik

atau tulang kepala dan facio atau tulang wajah. Bagi dia, pisau men- jadi teman sehari-hari. Tentu, itu pisau bedah. Bukan pisau dapur.

Baru-baru ini, dia merekonstr­uksi pasien kakak beradik crouzon syndrome. Yakni, kelainan dengan ciri penderita berwajah cekung dengan mata melotot.

Pasien crouzon menjalani dua kali operasi. Yang pertama di bagian tengkorak kepala. Yang kedua adalah memanjangk­an wajah biar normal. Tahap kedua belum pernah dilakukan di Indonesia. Pasien harus dikirim ke Australia atau Belanda. Nah, pada 18 Maret, tindakan itu bisa dilakukan di Surabaya.

Indri menjadi salah seorang yang merintis agar operasi itu bisa dilaksanak­an di Indonesia

Dia berhasil meyakinkan dua ahli dari Belanda untuk mengajar tiga dokter kraniofasi­al di Kota Pahlawan. ”Awalnya mereka ragu. Mereka bilang, ’Putri kamu tidak bisa mainmain,’,” kata dokter kelahiran 11 November 1983 tersebut.

Prof Dr Irene M.J. Mathijssen MD PhD dan Prof Dr Eppo B. Wolvius DDS MD PhD yang diundang sempat tidak yakin karena menganggap Indonesia tidak punya sarana. Sampai-sampai, keduanya menawarkan agar belajar di sana saja. ”Saya merayu dengan mengirimka­n hasil operasi seorang pasien,” ujar Putri.

Pasien yang dimaksud memiliki bentuk kepala menjulang seperti gunung berapi atau volcano. Tinggi kepala dari alis sekitar 15 cm. Belum lagi mata nyaris keluar dengan fungsi penglihata­n yang sudah menurun. Putri berkonsult­asi kepada dokter di Australia. Mereka menyatakan do nothing karena sulit.

Berbekal keberanian, dokter yang menyukai basket itu menyatakan akan mengoperas­i pasien. Segala konsekuens­i sudah disampaika­n. Ternyata operasi sukses. Kepala pasien sudah tidak menonjol lagi dan fungsi mata membaik. ”Prof di Belanda itu akhirnya yakin mau mengajar di sini. Dia bahkan meminta saya keep being persistent. Jadilah orang yang ngotot. Jangan mutung kalau dislentik wis males,” katanya.

Putri membuktika­n, operasi rekonstruk­si penarikan tulang wajah crouzon syndrome juga berlangsun­g sukses. Wajah pasien Noer Afiah, 8, sekarang berubah. Berdasar pemantauan Jawa Pos, dari yang awal bentuk mukanya cekung ke dalam sekarang sudah cembung seperti anak normal. ”Kita qualified,” tegasnya.

Saat ini dokter ahli kraniofasi­al hanya ada sepuluh di Indonesia. Mereka berada di Jakarta, Bandung, Malang, dan Surabaya. Selain Putri, di Surabaya ada dr Magda Rosalina Hutagalung SpBP-RE (KKF) dan dr Lobredia Zarasade SpBP-RE (KKF).

Putri sebenarnya bisa memilih bidang apa pun di bedah plastik. Maklum, dia adalah lulusan terbaik ujian nasional bedah plastik pada 2013. Namun, dia memilih bidang yang sulit itu. Alasannya, dalam kraniofasi­al ada unsur art- nya. Operasinya tidak monoton. Sebab, setiap pasien memiliki kelainan kepala dan wajah yang berbeda.

Karena itu, setelah lulus sebagai konsultan bedah plastik, dia melanjutka­n fellowship kraniofasi­al di tiga negara. Yakni, craniofaci­al fellowship di Craniofaci­al Center Erasmus Medical Center Belanda, Nagata Microtia and Reconstruc­tive Plastic Surgery Clinic Jepang, dan Chang Gung Craniofaci­al Center Taiwan.

Di tataran nasional, jumlah dokter kraniofasi­al memang kecil. Sebenarnya ada banyak divisi di bidang bedah plastik. Misalnya, microsurge­ry, hand, burn, estetik, dan kraniofasi­al. Di antara 100 persen dokter, biasanya 70 persen memilih estetik. Sekarang ada 200 bedah plastik di Indonesia. ”Kraniofasi­al paling sedikit karena paling sulit,” ucap vokalis band di FK Unair yang pernah manggung di Java Jazz itu.

Kenapa paling sulit? Sebab, dokter harus merekonstr­uksi tulang kepada dan wajah yang bentuknya aneh-aneh. Ada kasus kepala meninggi mirip gunung atau memanjang kayak kapal. Lalu, ada kasus facial asymmetry. Yakni, wajah miring tidak simetris. Ada lagi yang tidak punya kuping, tidak memiliki tiang hidung, wajahnya melesak ke dalam, dan jarak mata melebar. ” Sakno (kasihan, Red). Pasien seperti ini sampai depresi. Padahal, wajah itu identitas seseorang,” kata Putri.

Menurut dia, tindakan untuk kasus-kasus tersebut harus hatihati karena melibatkan pemindahan tulang dan kulit. Kalau sampai salah, yang terjadi mengerikan. Pascaopera­si, bentuk wajah bisa lebih aneh. Ada lagi kemungkina­n infeksi. ” Yang paling bahaya kalau bleeding atau meninggal di meja operasi,” ucapnya.

Dalam operasi yang sukses pun, setiap tindakan minimal membutuhka­n waktu empat jam. Ada yang delapan sampai sepuluh jam untuk kasus sangat sulit. Misalnya, kasus pasien yang tidak memiliki telinga atau Dokter harus membuat telinga baru dari tubuh pasien sendiri.

Selain itu, operasi kasus kraniofasi­al biasanya berulang. Karena itu, Putri sudah tidak bisa menghitung jumlah operasi yang pernah dia lakoni. Yang jelas, kasus biasa seperti patah tulang muka sekitar 180 per tahun. Operasi lain hampir selalu ada tiap hari. Operasi sesulit sebanyak 12 kasus sejak 2012. Di Jakarta saja, baru ada satu kasus.

Putri juga bertugas di tiga rumah sakit. Yakni, RSUD dr Soetomo, RS Universita­s Airlangga, dan RS Mitra Kenjeran. Di tengah padatnya jadwal itu, Putri tetap seorang ibu. Prinsipnya, setiap magrib dia pulang ke rumahnya di Dharmahusa­da Utara. Bertemu dua anaknya, Aqila Ahmad Anargya dan Abia Aliarahma Adwitiya. ”Malam saya milik anakanak. Momong. Masih ada waktu untuk keluarga,” kata istri dr Fajar Perdhana Sp An tersebut.

Dia menambahka­n, tidak semua kisahnya selama bertugas selalu indah-indah. Kadang Putri juga menghadapi tantangan. Misalnya, terkait biaya berobat pasien kurang mampu. Maklum, untuk kasus kraniofasi­al, alat kecil-kecil juga mahal. Bisa Rp 4–5 juta. Tidak semua alat tersebut ditanggung pemerintah.

Tim dokter kraniofasi­al akhirnya urunan dengan duit pribadi. Mereka juga membuat sistem subsidi silang sendiri. Putri mengaku paling bahagia kalau pasien bisa memiliki wajah kembali apik. Sebab, selama ini orang dengan kelainan kepala dan wajah sering mendapat perlakuan diskrimina­tif. ”Bahagia kalau mereka diterima masyarakat lagi. Memberi tampilan baru,” ucapnya.

Dia berharap, ke depan Surabaya bisa menjadi kraniofasi­al center di Indonesia. Lebih dari RSCM yang masih memiliki unit saja. Putri juga mengaku akan terus belajar. ”Jangan mengakui teknik kita yang terbaik. Di ilmu kedokteran

 ?? GHOFUUREKA/JAWA POS ?? cranio KEAHLIAN LANGKA: Dokter Indri Lakhsmi Putri menerangka­n karakter tulang tengkorak.
GHOFUUREKA/JAWA POS cranio KEAHLIAN LANGKA: Dokter Indri Lakhsmi Putri menerangka­n karakter tulang tengkorak.
 ?? AHMAD KHUSAINI/JAWA POS ?? microtia.
JADI FAVORIT: Pengunjung Toys Fair 2016 berfoto bersama Clarissa Punipun, cosplayer Jakarta.
AHMAD KHUSAINI/JAWA POS microtia. JADI FAVORIT: Pengunjung Toys Fair 2016 berfoto bersama Clarissa Punipun, cosplayer Jakarta.
 ?? DIPTA WAHYU/JAWA POS ?? LEKAS SEMBUH: Pasien kraniofasi­al kakak beradik yang dirawat di RSUD dr Soetomo setelah operasi pekan lalu.
crouzon syndrome
DIPTA WAHYU/JAWA POS LEKAS SEMBUH: Pasien kraniofasi­al kakak beradik yang dirawat di RSUD dr Soetomo setelah operasi pekan lalu. crouzon syndrome

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia