Jawa Pos

Gangguan Ginjal Jangkiti Anak

-

SURABAYA – Penyakit ginjal biasanya dikaitkan dengan mereka yang pola hidupnya buruk. Yakni, jarang berolahrag­a, merokok, atau makan makanan yang tidak sehat. Namun, ada juga sakit ginjal yang diderita oleh anak-anak bahkan yang baru saja lahir.

Di RSUD dr Soetomo, sedikitnya ada sepuluh pasien baru per tahun yang menderita bocor ginjal atau sindrom nefrotik. Jika tidak mendapatka­n penanganan yang tepat, penderitan­ya bisa jadi mengalami gagal ginjal

Ketus Divisi Ginjal Anak RSUD dr Soetomo dr Ninik Asmaningsi­h Soemyarso SpA(K) menyatakan bahwa gangguan ginjal pada anak terjadi karena glomeruli di ginjal rusak. Glomeruli merupakan bagian ginjal yang bertugas menyaring darah dan protein di dalam urine. Hal tersebut mengakibat­kan ginjal tidak bisa menyaring darah dan protein. ”Dengan demikian, kalau kencing, terdapat darah dan proteinnya,” ujarnya.

Ada atau tidaknya darah atau protein di kencing bisa diketahui melalui cek laboratori­um. Namun, secara kasatmata, hal tersebut bisa diamati dari air kencing yang keruh dan berbuih. Selain itu, gejala yang biasanya ditunjukka­n adalah terjadi bengkak di beberapa bagian tubuh. Bengkak tersebut disebabkan kadar protein di dalam darah berkurang. ”Bengkaknya biasanya, wajah terlihat bengep seperti habis nangis. Juga di mata, perut, atau kaki,” tuturnya.

Ada dua penyebab sindrom nefrotik, yakni primer dan sekunder. Pada kasus penyebab sekunder, biasanya sindrom itu didahului dengan penyakit tertentu. Beberapa penyakit yang bisa mengakibat­kan adanya gangguan glomeruli adalah infeksi, herpes, hepatitis, cacar air, dan gondong.

”Penyakit autoimun seperti lupus juga menjadi penyebabny­a,” ucap dokter yang juga praktik di RS Darmo tersebut. Malah, penyakit itu merupakan penyebab sekunder terbanyak untuk sindrom nefrotik. Setiap tahun, paling tidak, ada enam pasien baru.

Sementara itu, penyebab primer belum diketahui. Kerusakan glomeruli biasanya disebabkan kesalahan genetika. ”Ada pasien yang dari lahir sudah mengalami sindrom nefrotik,” ungkapnya.

Jika dibiarkan, penyakit tersebut dapat merusak ginjal. Ukuran ginjal bisa mengecil karena mengerut. Jika demikian, bisa saja terjadi gagal ginjal dan harus dilakukan cuci darah. Jika sakit ginjal itu sudah kronis, yang harus dilakukan adalah transplant­asi ginjal.

Karena itu, yang paling penting adalah mencegah terjadinya gangguan di ginjal anak. Terutama pada ginjal yang disebabkan infeksi kuman. Selama ini, ada orang tua yang membiarkan anak memakai pampers terlalu lama. Ada juga yang membersihk­an lubang kencing dan dubur dengan sembaranga­n. ” Kebersihan bagian genetalia buruk, jadi kuman merambat naik ke kandung kemih dan merusak ginjal,” ucapnya.

Selain itu, anak sebaiknya diminta tidak menahan kencing. Dengan begitu, kotoran di saluran kencing tidak masuk ke ginjal. Yang paling penting, dia menyaranka­n orang tua rajin mengintip pampers anak. Lalu, pasca kencing, lubang kencing dibersihka­n lebih dulu baru dubur. ”Jangan sampai ketidaktah­uan orang tua menjadi sumber infeksi ginjal,” katanya.

Di sisi lain, Kepala Instalasi Cuci Darah RSUD dr Soetomo dr Pranawa SpPD-KGH menuturkan, sakit ginjal sekarang memang menyerang semua umur. Tidak hanya dewasa, tetapi juga anak-anak. Tercatat, ada 20 anak yang saat ini melakukan cuci darah secara rutin di RSUD dr Soetomo. Mereka harus cuci ginjal sejak kecil.

Selain disebabkan infeksi, kondisi itu bisa terjadi sejak bayi lahir. Yakni, pada anak yang lahir dengan berat badan rendah. Mereka rentan mengalami hipertensi sejak bayi. ”Ini biasanya karena masa kehamilan tidak sempurna,” ucapnya.

Menurut ketua Perhimpuna­n Nefrologi (Pernefri) Jatim tersebut, jika anak sudah telanjur menjadi penyandang gagal ginjal, tidak perlu berputus asa. Sebab, anak akan tetap bisa hidup normal asal mematuhi ketentuan dokter. Misalnya, terkait dengan konsumsi air dan makanan. ” Yang penting taat, anak tetap bisa beraktivit­as,” katanya. (lyn/nir/c20/dos)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia