Tiga Bulan, Klaim Limpahkan 190 Perkara
SURABAYA – Sampai akhir Maret, satpol PP mengklaim telah melimpahkan 190 perkara pelanggar perda ke Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Jumlah tersebut dinilai masih belum terlalu banyak, mengingat cukup banyak pelanggar perda di Surabaya. Ditambah lagi, dinasdinas terkait yang mengetahui pelanggaran itu kurang aktif mengirimkan rekomendasi penindakan.
Kepala Bidang Penyidikan dan Penindakan (Dikdak) Endang Wachjunie menyatakan, seharusnya dinas terkait lebih getol. Setiap dinas tersebut memiliki penyidik. Tugas mereka adalah memeriksa para pelanggar perda. ’’Kami cuma eksekutor,’’ ujarnya.
Endang mengungkapkan, selama ini terjadi salah persepsi yang berkembang di masyarakat. Seolaholah penegakan perda menjadi tugas satpol PP semata. Padahal, tidak demikian. Pengawasan maupun pelaksanaan perda ada di setiap dinas. ’’Kalau mereka melapor, kami baru bisa bertindak,’’ kata alumnus Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga Surabaya tersebut.
Seperti perda tentang rokok, mantan kepala bidang pembinaan Badan Arsip dan Perpustakaan Kota Surabaya itu menyebutkan bahwa dinas yang mengurusi adalah dinas kesehatan. Hingga kini, dinas tersebut tidak pernah mengirimkan rekomendasi penindakan. Karena itu, penindakan maupun sidang terhadap para pelanggar rokok tidak pernah tercatat. ’’Semestinya mereka (dinas kesehatan) punya tim pengawas sendiri,’’ tuturnya.
Endang menjelaskan, dinas pekerjaan umum dan cipta karya justru aktif melaporkan pelanggar perda di berbagai wilayah. Salah satunya bangunan tanpa IMB. Setelah rekomendasi diterima, satpol PP dapat langsung melakukan bantib (bantuan penertiban) pada bangunan yang dimaksud. Demikian pula BLH yang aktif melaporkan pelanggaran HO atau izin gangguan serta dispendukcapil yang giat mengirimkan rekomendasi pelaksanaan operasi yustisi. ’’Dispendukcapil hampir setiap minggu mengirimkan rekomendasi yustisi,’’ terang dia.
Selain minimnya rekomendasi dari setiap dinas, satpol PP mengalami hambatan berupa penolakan berkas perkara oleh pengadilan. Sebab, masih terdapat beberapa perda yang memuat sanksi kurungan lebih dari 3 bulan. Karena itu, pelanggaran semacam itu tidak bisa digolongkan dalam tindak pidana ringan (tipiring). Salah satunya, Perda Nomor 10 Tahun 2000 tentang Ketentuan Pengguna Jalan dan Perda Nomor 2 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Ketertiban Umum dan Ketentraman Masyarakat (Trantibum).
Secara terpisah, berkas kasus pelanggaran perda yang pernah disidangkan di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya disimpan panitera muda (Panmud) pidana. Namun, pada arsip tersebut, detail atau perinciannya tidak tertulis. Sebab, rekap sidang pelanggaran-pelanggaran perda dijadikan satu dengan perkara tipiring (tindak pidana ringan) lain.
Contohnya, laporan perkara tipiring Februari 2016. Pada bulan itu, tercatat sembilan perkara tipiring telah disidangkan. Jumlah denda seluruhnya mencapai Rp 14 juta. Tetapi, dalam laporan berbentuk tabel tersebut, tidak ada klasifikasi mana di antara sembilan tipiring itu yang termasuk pelanggaran perda. (tau/hay/c14/git)