Rela Dampingi Ibu Hamil Risti hingga Masa Nifas
Tsamrotul Fuadah me- mang bukan dokter, perawat, bidan, atau ahli gizi. Namun, perempuan 47 tahun itu sangat tertarik memperjuangkan ibu hamil agar saat melahirkan tetap memberikan ASI eksklusif. Tsamrotul Fuadah, Pejuang ASI Eksklusif di Desa Gebang
BERBAGAI alat peraga emodemo (emosional demonstrasi) air susu ibu (ASI) eksklusif tertata rapi di atas meja ruang tamu Tsamrotul di kawasan Perumahan Gebang Raya Jumat malam (2/4). Ada gelas ukur dan bola mainan sebesar bola bekel hingga telur. Ada pula minyak yang dikemas rapi di dalam kotak. Beberapa buku panduan ASI eksklusif juga terpajang di samping alat peraga tersebut.
Tsamrotul lantas mengambil buku panduan ASI eksklusif dan menunjukkan konten di dalamnya kepada Jawa Pos. ’’Saya tinggal menyodorkan buku panduan ini kepada ibu-ibu menyusui. Melihat gambar saja sudah sangat jelas. Mereka langsung bisa bertanya dan saya menjawabnya,’’ ujarnya sambil membuka satu per satu halaman di dalam buku panduan ASI eksklusif tersebut.
Ya, perempuan yang kerap disapa Budi itu merupakan salah satu kader ASI eksklusif di Desa Gebang, Kecamatan Sidoarjo. Kiprah dan keuletannya dalam memperjuangkan ASI eksklusif sudah membuahkan hasil. Kini 12 baduta (bayi di bawah dua tahun) di desanya konsisten mendapatkan ASI eksklusif. Hal itu membuat Tsamrotul didapuk menjadi salah satu kader terbaik oleh Dinkes Sidoarjo dan Save The Children.
Menurut Tsamrotul, perjalanannya melayani masyarakat di bidang kesehatan dimulai sejak empat tahun silam. Saat itu dia menjadi kader posyandu. Keaktifannya di posyandu membuat dinkes memberikan tanggung jawab sebagai kader ASI eksklusif sekaligus mendampingi ibu hamil dengan risiko tinggi ( risti). ’’Saya diberi pelatihan langsung oleh dinkes dan Save The Children. Dari situlah saya merasa punya tanggung jawab dan amanah untuk mendampingi ibu hamil dan menyusui,’’ ungkapnya
Dalam mendampingi ibu hamil risti dan menyusui, Tsamrotul memilih jemput bola. Setiap ada ibu hamil risti di kampungnya, dia langsung mendatangi rumahnya. Berbagai pendekatan dilakukan. Intinya agar ibu hamil risti bersedia didampingi hingga masa nifas. Setelah melahirkan, Tsamrotul juga memantau pemberian ASI eksklusif. ’’Pendampingan ibu risti selama hamil hingga nifas saya tawarkan tanpa dipungut biaya. Jika tidak mau, saya tidak memaksa. Tetapi, saya memberikan pemahaman terlebih dahulu,’’ tambahnya.
Selain agar sang ibu dan bayi bisa lahir selamat, pendampingan itu bertujuan untuk memas- tikan bayi mendapat ASI eksklusif. Bahkan, Tsamrotul terus berupaya agar bayi yang baru lahir mendapat inisiasi menyusu dini (IMD). ’’Target kami, masyarakat bisa paham pentingnya ASI eksklusif terhadap bayi,’’ jelasnya.
Tsamrotul mengakui tidak mudah memberikan pemahaman tentang pentingnya ASI eksklusif. Penyampaian kalimat dalam menjelaskan ASI eksklusif harus tidak terkesan menghakimi dan menggurui. Bahkan, ibu menyusui yang ASI-nya tidak keluar pun didatangi langsung ke rumah. ’’Saya juga sering diminta memberikan pendampingan kepada ibu hamil yang tidak bisa keluar ASI. Bahkan ke luar desa juga,’’ katanya.
Dia juga kerap mendampingi ibu bekerja untuk memerah ASI yang benar. Jadi, selama bekerja, sang ibu tetap bisa memberikan stok ASI kepada bayinya. Bahkan, tidak jarang Tsamrotul membawa bayi tetangga ke rumahnya untuk membantu merawat dengan baik. ’’Yang terpenting, tujuan pemberian ASI eksklusif enam bulan tercapai,’’ papar ibu lima anak tersebut.
Selain itu, Tsamrotul melatih seluruh ibu di Desa Gebang yang memiliki baduta dan balita untuk pemberian makanan bayi dan anak (PMBA). ’’Termasuk makanan pendamping ASI setelah program asi eksklusif,’’ ucapnya.
Pendampingan itu memang menyita waktu. Namun, Tsamrotul tetap berupaya agar seluruh baduta mendapatkan ASI eksklusif. Bahkan, dia punya target ASI eksklusif diberikan hingga anak berusia dua tahun. Sebab, masa golden age adalah dua tahun pertama usia sang anak. (*/c15/oni)