2.961 Nama Indonesia di Panama Papers
Dokumen Rekayasa Pajak Terbesar dalam Sejarah Bocor
PANAMA CITY – Ribuan nama individu dan perusahaan dari Indonesia muncul dalam dokumen yang membuat heboh dunia saat dirilis kemarin (4/4), Panama Papers. Dokumen rahasia yang memuat daftar klien besar di dunia, yang diduga menginginkan uang mereka tersembunyi dari endusan pajak di negaranya, itu dibocorkan Konsorsium Jurnalis Investigasi Internasional (International Consortium of Investigative Journalists/ICIJ).
Dari situs ICIJ, ada 2.961 nama individu ataupun perusahaan yang muncul saat kata kunci ”Indonesia” dimasukkan. Nama-nama tersebut terhubung dengan 43 nama perusahaan perekayasa bebas pajak ( offshore)
Pada laman yang sama muncul 2.400 alamat di Indonesia yang terdata dalam kolom Listed Addresses.
Di antara 2.961 nama itu, ada beberapa nama individu dan pengusaha yang terkenal di Indonesia seperti Sandiaga Uno, Erick Thohir, Muhammad Aksa Mahmud, Chairul Tanjung, Laksamana Sukardi, James T. Riady, Anindya N. Bakrie, dan Rachmat Gobel. Nama perusahaan yang terdaftar antara lain Agung Podomoro dan Texmaco Group. Di daftar alamat, sebagian besar berlokasi di Jakarta. Namun, ada juga beberapa yang berlokasi di Surabaya, Bali, Bandung, dan Medan
Dari rilis ICIJ, total ada 11 juta halaman dokumen yang ditemukan dari sumber yang tidak diungkap identitasnya. Misalnya, di Indonesia, terdapat namanama politikus, bintang olahraga, dan selebriti yang diduga menyimpan uang mereka di berbagai perusahaan perekayasa pajak di luar negeri demi menghindari pajak. Tercatat, dokumen Panama Papers masuk dalam file sebesar 2,6 terabyte (TB). Ada 4,8 juta e-mail; 3 juta database; 2,1 juta dokumen PDF; 1,1 juta foto; 320.000 dokumen teks; dan 2.000an file lainnya.
Dokumen yang diungkap kemarin disimpan rapi selama sekitar 40 tahun oleh firma hukum di Panama, Mossack Fonseca. Kini sedikitnya 12 tokoh politik kelas dunia, termasuk mantan pemimpin negara, harus memberikan penjelasan panjang lebar kepada publik tentang persekongkolan pajak yang mereka lakukan.
Para pemimpin dunia itu memercayakan pengelolaan aset dan kekayaan mereka kepada Mossack Fonseca. Tepatnya mengelola harta mereka supaya tidak terdeteksi negara. Dengan demikian, mereka tidak perlu membayar pajak. ”Mossack Fonseca membantu para kliennya mencuci uang, menghindari sanksi hukum, dan mengingkari pajak,” tulis BBC.
Selain pemimpin dan mantan pemimpin negara, ada sedikitnya 60 nama ajudan atau kolega orang berkuasa. Ada juga sederet nama selebriti kelas dunia yang mengakali pajak dengan bantuan profesional Mossack Fonseca. Antara lain bintang Bollywood Amitabh Bachchan dan legenda film kungfu Jackie Chan. Praktik akal-akalan pajak itu sudah diterapkan Mossack Fonseca selama empat dekade terakhir dengan aman.
Mossack Fonseca juga menyimpan data beberapa negara yang menjadi tujuan para orang kaya dunia menyembunyikan uangnya. Setidaknya ada sepuluh negara yang masuk kategori tax haven atau surga pajak, negara yang menetapkan pajak rendah atau bahkan bebas pajak. Dilansir dari Marketwatch, sesuai urutan mulai yang pertama, negara-negara tax haven di laporan Panama Papers adalah British Virgin Island, Panama, Bahamas, Seychelles, Niue, Samoa, British Anguilla, Nevada, Hongkong, dan Inggris.
Kemarin Presiden Prancis Francois Hollande menyambut baik aksi penyebarluasan dokumen rahasia Mossack Fonseca itu. ”Ini temuan yang bagus. Pendapatan negara dari sektor pajak jelas akan bertambah karena individu-individu yang melanggar harus mempertanggungjawabkan perbuatan mereka,” papar pemimpin 61 tahun tersebut.
Bocornya jutaan dokumen rahasia itu juga membuat Perdana Menteri Inggris David Cameron berang. Dia berjanji mengakhiri kejahatan penggelapan pajak dan kerahasiaan perusahaan offshore tersebut.
Pada 2013 Cameron pernah meminta rekan pemimpin G8 lainnya, termasuk Barack Obama dan Angela Merkel, menandatangani sebuah kerja sama mengenai prinsip-prinsip perpajakan. ”Kita perlu membuka siapa yang memiliki apa dan ke mana uang itu benarbenar mengalir,” tutur dia. Cameron menilai apa yang dilakukan sejumlah orang yang memarkir uangnya dalam jumlah besar di perusahaan offshore dan mengambil pinjaman kembali untuk memi- nimalkan pajaknya secara moral sangat tidak bisa diterima.
Berkelit Direktur ICIJ Gerard Ryle mengatakan bahwa dokumen yang terkuak itu menjadi bukti bisnis kotor Mossack Fonseca selama sekitar 40 tahun terakhir. ”Ini menjadi pukulan telak bagi para pemimpin dunia yang menggunakan jasa Mossack Fonseca,” ungkapnya. Kini mereka harus menjelaskan persekongkolan tersebut.
Marianna Olszewski, salah seorang klien Mossack Fonseca, pernah ditawari dokumen kepemilikan palsu untuk menyembunyikan asetnya dari pemerintah. Seorang petinggi Mossack Fonseca mengirimkan e-mail kepada miliarder Amerika Serikat (AS) itu tentang cara menipu bank. ”Kami akan menjadikan pihak lain sebagai pemilik. Maka, nama pihak lain itulah yang akan tercantum di bank,” tulis lembaga tersebut.
Namun, Mossack Fonseca berkelit. Secara tertulis, Ramon Fonseca yang merupakan salah seorang pendiri firma hukum tersebut menjelaskan bahwa tidak ada yang salah dengan aktivitasnya selama ini. Buktinya, selama ini mereka tidak pernah terjerat kasus hukum.
Kepada AFP Senin (4/4), Ramon bersikeras bahwa bocoran tersebut adalah sebuah kejahatan, pelanggaran, dan serangan terhadap Panama. ”Beberapa negara tidak suka saat kami begitu kompetitif dalam menarik minat sejumlah perusahaan,” tutur Ramon.
Sebelumnya, pada 2010, beredar juga dokumen yang dibocorkan oleh programer komputer, jurnalis, dan penulis Julian Assange. Dia membocorkan file yang berisi dokumen-dokumen rahasia operasi intelijen di berbagai negara. Bocoran tersebut dikenal dengan nama Wikileaks. Namun, dibandingkan dengan Wikileaks, jumlah file Panama Papers ini lebih besar ribuan kali lipat. Sebagai perbandingan, Wikileaks yang dibocorkan Assange berukuran file 1,7 GB, sedangkan file Panama Papers mencapai 2,6 terabytes (TB).
Nama Presiden Rusia Vladimir Putin tertulis dalam dokumen Panama Papers. Tapi, bukan sebagai klien. Nama Putin terpampang karena beberapa ajudan dan rekan politiknya adalah klien Mossack Fonseca.
Selain Putin, ada Presiden Syria Bashar Al Assad, mantan PM Pakistan Nawaz Sharif, mantan Presiden Mesir Hosni Mubarak, dan mendiang pemimpin Libya Muammar Khadafi dalam dokumen tersebut. Anak, saudara kandung, maupun kerabat mereka rata-rata memiliki perusahaan perekayasa pajak di Panama.
Di luar tokoh politik, Panama Papers juga menyebut keterlibatan beberapa nama besar di sepak bola. Menurut laporan media Spanyol La Sexta dan El Confidencial, bintang Barcelona Lionel Messi dituding menyiapkan jaringan penipuan pajak dengan menggunakan perusahaan Panama, Mega Stars Enterprises, untuk menghindari pembayaran pajak bersama ayahnya. Tindakan itu dilakukan satu hari setelah pihak berwenang Spanyol menyatakan bahwa Messi telah melakukan penggelapan pajak sebesar 4,1 juta euro.
Motif Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Hariyadi B Sukamdani mengatakan setidaknya ada tiga motif utama dari pemilik uang saat memutuskan menyimpan di negara tertentu yang dianggap aman. Motif murni bisnis, menghindari pajak, dan menyembunyikan uang hasil kejahatan terutama korupsi.
”Memang kita menilainya mesti bijak dan menyeluruh ya. Khusus untuk motif bisnis itu misalnya perusahaan asal Indonesia tetapi sudah multinasional cakupan bisnisnya seperti Wilmar, Grup Salim, atau Sinarmas ya lebih karena kepraktisan,” ungkapnya kepada Jawa Pos kemarin.
Dalam konteks bisnis, kata Hariyadi, batasan negara sudah nyaris tidak ada. Uang akan memilih tempat paling efisien dan mudah untuk bertransaksi dan berinvestasi. ”Dunia sudah sedemikian berubah. Konteks nasionalisme atau sosialis dalam berbisnis itu ya hampir tidak ada lagi. Tapi apa dengan begitu orangnya atau perusahaannya terus dibilang tidak nasionalis? Ya tidak begitu juga kan. Pemilik modal harus cari lokasi yang paling mudah untuk funding,” kata dia.
Toh, menurutnya, di era modern seperti saat ini setiap transaksi untuk kepentingan bisnis akan tercatat. Selain itu jika dikaitkan dengan bisnis di Indonesia maka perpindahan uang akan bisa diketahui termasuk oleh Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).
Motif kedua yaitu upaya menghindari pajak juga dinilai tidak seratus persen negatif. Dalam konteks bisnis, keringanan pajak sangat diburu pemilik modal demi meraih keuntungan dan kenyamanan dalam berbisnis.”Negara kita sebetulnya harus lebih menyadari bahwa pajak itu juga harus bersaing. Jangan sampai membuat para pemilik uang menjadi resah. Bukan berarti mereka tidak mau kena pajak ya. Semestinya pajak itu selain dilihat sebagai fungsi anggaran juga sebagai stimulus,” paparnya.
Terkait dengan motif ketiga yang sudah pasti negatif baik itu hasil korupsi maupun tindakan kejahatan lain, Hariyadi meyakini hal tersebut juga terjadi. Bahwa ada orang Indonesia sengaja menyembunyikan uangnya di negara – negara tertentu yang sangat menerima uang banyak entah dari manapun sumbernya kemudian ”dilindungi”. Kegiatan para bandit itu yang semestinya perlu ditelusuri,” tegas pengusaha properti dan hotel grup Sahid itu.
Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio mengatakan uang milik orang Indonesia di negara tax haven termasuk di Singapura jumlahnya melimpah. Sebagiannya diharapkan bisa pulang jika pemerintah benarbenar menerbitkan kebijakan tax amnesty.
”Kabarnya, saya dengar, data yang ada itu dana orang Indonesia yang belum dilaporkan antara Rp 6.000 triliun sampai Rp 7.000 triliun,” kata dia, belum lama ini. Data McKinsey menyebut sebesar Rp 3.000 triliun di antaranya ada di Singapura. (AFP/Reuters/BBC/ hep/gen/c9/c11/c10/kim)