Menperin Kaji Dampak Cukai Minuman Ringan
JAKARTA – Kementerian Perindustrian menilai pengembangan industri minuman ringan di Indonesia masih terbuka lebar. Sebab, tingkat konsumsi minuman ringan di Indonesia baru 33 liter per kapita tiap tahun. Itu berarti di bawah Thailand yang mencapai 89 liter dan Singapura 141 liter.
Menteri Perindustrian Saleh Husin menyatakan, pertumbuhan bisnis industri minuman mendorong realisasi investasi dan penciptaan lapangan kerja. Industri minuman juga menggerakkan perekonomian, baik dari sisi produksi, penanaman modal serta penyerapan lapangan kerja.
Kelompok industri minuman ringan meliputi minuman berkar- bonasi, air minum dalam kemasan (AMDK), teh siap saji, minuman sari buah, kopi, susu siap saji, dan minuman isotonik atau suplemen.
Pola ekspansi perusahaan minuman juga menggerakkan ekonomi di daerah. Sebab, pelaku usaha memperkuat pemasaran dengan mendekatkan fasilitas produksi dan distribusi ke konsumen.
Menteri Perindustrian masih menimbang rencana Kementerian Keuangan mengenakan cukai untuk minuman berkarbonasi dan berpemanis. Keputusan itu diyakini menurunkan bisnis minuman ringan. ’’Kami sedang menghitunghitung dampak dan simulasinya,’’ kata Dirjen Industri Agro Kemenperin Panggah Susanto.
Panggah menyatakan, wacana tersebut perlu dilihat secara cermat dan dampaknya yang lebih luas. Tidak hanya mempertimbangkan perolehan cukai. Menurut dia, jika dikenai cukai, bisnis minunan berkarbonasi dan berpemanis diprediksi turun serta berdampak buruk. ’’Ujungujungnya target cukai malah tidak tercapai,’’ tuturnya. (wir/c5/noe)