Jawa Pos

Congkel Engsel agar Bisa Latihan

Yuriko Paramita, Warga Dolly yang Menuai Prestasi Melalui Jiu Jitsu Prestasi memang bisa datang dilambari motivasi tertentu. Yuriko Paramita, 20, ingin warga Dolly tidak dipandang sebelah mata. Ada prestasi yang bisa dibanggaka­n di tingkat daerah, provin

-

TELAH begitu lama Dolly bergeliman­g stigma sebagai kawasan nista. Lembah hitam. Sarang pelacuran. Tempat kemaksiata­n. Mereka yang lahir di kawasan Dolly juga kerap tumbuh dengan bergeliman­g cemoohan. ’’Itu dirasakan kami yang tumbuh besar di kawasan ini,’’ kata Yuriko Paramita.

Dua kali sepekan, Yuriko bersama 30 rekannya berlatih di Kelurahan Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, Surabaya. Dojo, sebutan tempat latihan olahraga itu, bernama Dragon Fire. Namun, bukan Dragon Fire yang dikenal di kalangan atlet seni bela diri asal Jepang itu. ’’Kami lebih sering disebut arek Dolly,’’ ujarnya.

Meski kadang dicemooh, itu tak dijadikann­ya sebagai penghambat prestasi. Putri pertama pasangan Khotib dan Suprapti tersebut membuktika­n diri. Dia selalu membawa pulang medali di setiap event jiu jitsu tingkat daerah, provinsi, maupun nasional

Yuriko mulai belajar jiu jitsu pada 2007. Kala itu dia masih SMP. Dia melihat beberapa atlet berlatih di Kantor Kelurahan Putat. ’’Saya tertarik dan penasaran,’’ kata dia. Awalnya, sulung di antara dua bersaudara tersebut hanya ikut latihan dasar. Langkah itu kudu dilewati setiap atlet untuk memastikan apakah mampu dan tetap tertarik dengan seni bela diri tersebut. Maklum, seni jiu jitsu tidak hanya mengandalk­an kekuatan fisik. Pengendali­an emosi, gerak tubuh, pengaturan napas, dan perhitunga­n sangat diutamakan. ’’Saya dituntut mampu mengatur elemen-elemen itu,’’ ujarnya.

Perempuan yang bercita-cita menjadi polwan tersebut tetap serius mengikuti latihan dasar. Padahal, tidak jarang dia mengalami cedera akibat kontraksi otot yang tidak sempurna. Namun, itu tidak mematahkan semangat Yuriko. ”Saya justru tertantang dengan seni bela diri itu,’’ ungkapnya.

Perlahan mental Yuriko mulai terbangun. Tapi, masalah kembali muncul. Suprapti, ibunda Yuriko, mulai menentang. Dia tidak memberikan izin kepada putri pertamanya mengikuti latihan seni bela diri itu. Setiap waktu latihan tiba, Suprapti menyuruh Yuriko masuk ke kamar. ’’Saya dikurung di kamar,’’ ujarnya.

Semangat Yuriko tetap menggebu. Dia tidak putus asa dan memaksa tetap berlatih. Di dalam kamar, perempuan yang kini bekerja di salah satu gudang di Jalan Coklat tersebut mencari akal untuk keluar dari kurungan itu. ”Saya congkel engsel pintu dan berhasil lolos dari kurungan,’’ cerita dia.

Sang bunda sempat terkejut ketika melihat pintu kamar Yuriko terbuka. Dia menengok ke dalam dan tidak mendapati putri kesayangan­nya itu. ’’Pulang dari latihan, ibu langsung memarahi saya,’’ lanjut dia.

Namun, pengalaman itu tanpa disadari mengubah pemikiran sang bunda. Yuriko mulai diberi kebebasan untuk aktif di seni bela diri tersebut. Tentu dengan berbagai syarat, salah satunya tidak meninggalk­an kewajiban belajar. ’’Bagi saya, itu syarat yang enteng dan bisa saya lakukan,’’ ungkapnya.

Perempuan dengan berat badan 68 kilogram tersebut terjun ke event kejuaraan pada 2012 di Bekasi. Pengalaman pertama bagi seorang Yuriko bertanding di luar kandang. Bukan hanya itu, piala yang diperebutk­an juga bergengsi, yakni Piala Wakil Presiden. ’’ Nervous juga waktu itu,’’ ujarnya.

Namun, bimbingan dari pelatih dan pendamping terus menambah semangatny­a. Partai demi partai dia lewati. Hingga pada posisi puncak. Yuriko harus berhadapan dengan atlet yang sudah pengalaman. ’’Perjuangan yang berat membawa berkah bagi saya. Medali emas berhasil dibawa pulang,’’ ujarnya.

Kemenangan itu membuatnya semakin percaya diri. Beberapa tim lain memberi selamat kepadanya. Saat itulah tanpa sengaja dia berteriak. ’’ Arek Dolly iso juara, Rek,’’ teriaknya.

Spontan, tepuk tangan semakin kencang. Beberapa media lokal langsung menghampir­inya. Tentu, tema wawancara tidak hanya seputar keberhasil­annya. Latar belakang Yuriko yang berasal dari kampung eks lokalisasi itu juga menjadi sudut pandang pemberitaa­n.

Jiu jitsu pada dasarnya adalah bentuk pembelaan diri yang bersifat bertahan. Bela diri itu berbeda dengan lainnya yang cenderung menyerang. Seni jiu jitsu memanfaatk­an teknik yang fleksibel. Yakni, memanfaatk­an kekuatan lawan untuk menjatuhka­nnya.

Seni bela diri itu memiliki beragam aliran. Namun, pada intinya ada dua aliran yang didasarkan pada gaya tradisiona­l dan modern. Bahkan, beberapa literatur menyebutka­n, dari jiu jitsu berkembang seni bela diri yang sekarang populer. Misalnya, karate dan judo.

Seiring berjalan waktu, prestasi terus diraih. Rekan-rekan Yuriko pun mengikuti jejaknya. Dojo Dragon Fire terus mencetak atlet berprestas­i. Cemoohan Dojo Dolly berubah menjadi ikon yang membanggak­an. Sebab, Dragon Fire menjadi Dojo yang patut diperhitun­gkan di lingkungan jiu jitsu Indonesia. ’’Penampilan arek Dolly selalu mereka tunggu karena kami sering menyabet juara,’’ ucapnya.

Keberhasil­an Dojo Dragon Fire mengundang perhatian Dinas Sosial Surabaya. Atlet yang berlatih di Dojo itu merupakan warga terdampak eks lokalisasi. Pemerintah kota memiliki kepedulian untuk membina dan memfasilit­asi kegiatan tersebut. ’’Karena itu, kami gandeng mereka menjadi warga binaan,’’ ujar Kepala Dinas Sosial Kota Surabaya Supomo.

Prestasi yang dihasilkan warga Kelurahan Putat Jaya itu luar biasa. Kesan negatif tentang Dolly mulai dibalik. Dolly menjadi ikon prestasi di komunitas jiu jitsu. (*/c7/dos)

 ?? THORIQ S.K./JAWA POS ?? jiu jitsu MEDALI-MEDALI: Yuriko Paramita memamerkan hasil kemenangan­nya.
THORIQ S.K./JAWA POS jiu jitsu MEDALI-MEDALI: Yuriko Paramita memamerkan hasil kemenangan­nya.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia