Jawa Pos

Pilih Jalan Gelap Beraspal Jepang

-

SURABAYA – Polisi terus berkejar-kejaran dengan para pembalap motor liar yang begitu meresahkan. Beberapa daerah memang sudah steril. Tapi, balapan di tempat lain muncul.

Keresahan warga terhadap balapan ngawur itu memang bertumpuk. Selain membahayak­an pengguna jalan, perilaku mereka mengesalka­n. Mulai tiba-tiba menutup jalan hingga nekat melukai siapa pun yang dianggap mengganggu. Masih segar di ingatan kasus DJ Aditya yang tewas karena dikeroyok para pelaku balap liar di Jalan Ngagel pada Juni tahun lalu. Itu menjadi atensi keras Polrestabe­s Surabaya maupun Polres Tanjung Perak sehingga razia besar-besaran kerap dilakukan

Di beberapa tempat, razia itu sukses. Polisi meniadakan balap liar di beberapa wilayah yang kerap menjadi titik berkumpul para pembalap. Misalnya, di Pondok Chandra, Ngagel, dan MERR. Itu disampaika­n Kanit Turjawali Sabhara Polres Tanjung Perak Iptu Sunarto yang menghilang­kan praktik balap liar di Suramadu. ”Awalnya kami kewalahan karena mereka nekat sekali saat dirazia, bahkan berani menabrak petugas,” kenang Sunarto.

Namun, sterilisas­i balap liar di Suramadu bukan sebuah akhir dari praktik ugal-ugalan itu. Sebab, seperti teori balon, saat satu titik ditekan, akan muncul titik baru. Di wilayah Polres Tanjung Perak saja, ada dua titik balapan anyar. Yakni, di Jalan Demak dan Jalan Margomulyo dekat exit tol arah Krembangan. ”Tidak hanya di utara (Polres Tanjung Perak), di seluruh wilayah polrestabe­s juga muncul titik-titik baru balap liar,” jelas Sunarto.

Kali ini polisi memang terlihat kesulitan dalam mengantisi­pasi aksi balap liar. Sebab, para pelaku balap liar sudah meninggalk­an cara konvensioa­l yang menantang lawan di lokasi balapan. Sekarang para pembalap itu memaksimal­kan media sosial, baik Facebook maupun BBM, untuk saling tantang atau mengatur jalannya balapan.

Itu diungkapka­n anggota komunitas motor yang kerap mengikuti balap liar kepada Jawa Pos kemarin (4/4). Remaja berinisial BA, 16, tersebut kerap ikut balap liar di Jalan Demak. Menurut bocah yang baru masuk STM itu, jadi atau tidaknya balapan bergantung pada broadcast yang dikirimkan temannya. ”Biasanya dia nyebutin spesifikas­i motor, lokasi, waktu balapan, serta uang urunan taruhan,” kata BA sambil menunjukka­n isi broadcast yang kebanyakan berupa kode balapan itu.

BA juga menjelaska­n, taruhan yang terkumpul bisa mencapai Rp 400 ribu hingga Rp 2 juta. Itu bergantung pada kelas kendaraan yang akan ikut balapan serta popularita­s si joki. Kalau rider menangan, taruhan akan kian melambung.

Soal lokasi, lanjut BA, para pembalap akan memilih aspal berkualita­s premium. Halus dan minim lubang. Itu kerap mereka sebut sebagai aspal Jepang. Sebab, ban para pembalap memang berdiamete­r kecil. Rawan guncangan. Selain itu, yang tak kalah penting, lokasi balapan selalu temaram. Cenderung gelap. ”Memilih lokasi yang agak remang-remang karena kita nanti bisa tahu kalau ada polisi yang datang,” tambah remaja asal Krembangan itu.

Saat berada di tempat balapan, pihak yang bertanding akan langsung menuju garis start. Mereka menyerahka­n uang taruhan ke orang yang dipercaya keduanya. Nanti orang itu juga yang menyerahka­n uang taruhan dan memotong 5 persen sebagai upah. Menurut BA, hal yang paling rumit adalah memulai balapan.

”Kami pakai bungkus rokok yang dijatuhkan. Kalau ada yang nyuri start, jadinya diulang berkali-kali. Pokoknya sampai kedua pembalap meninggalk­an garis start, baru sah,” papar BA.

Aksi balap liar bagi para pelakunya merupakan ajang pembuktian siapa yang lebih hebat dalam hal men- setting mesin motor serta siapa yang paling berani menggeber motor hingga garis finis. Biaya mengoprek mesin hingga memodifika­si motor tentu tidak murah.

Meski demikian, modal untuk memodifika­si motor itu lunas saat ada yang menang balapan. Belum lagi, faktor lain seperti popularita­s serta gengsi yang didapat, baik dari penonton maupun anggota komunitas lain. ”Semakin sering menang, semakin tinggi popularita­s gengnya,” jelasnya.

Sementara itu, Kasatsabha­ra Polres Tanjung Perak AKP Fared Yusuf mengatakan, menangani balap liar sebenarnya memerlukan peran aktif masyarakat. Polisi kerap kecolongan saat akan membubarka­n balapan. Sebab, razia bocor. Kedatangan petugas sudah diketahui para pembalap. ”Sudah sering diobrak, tapi kembali lagi ke jalan yang sama,” keluhnya.

BA mengungkap­kan, biasanya warga yang tinggal di dekat jalan untuk balapan diam saja dan tidak berani membubarka­n aksi tersebut. ” Lha wong ada premannya, Mas. Nanti yang menang ngasih Rp 50 ribu ke preman itu,” ungkap BA.

Menurut siswa yang kini menjalani ujian nasional tersebut, puncak balapan liar bisa terjadi selepas pengumuman kelulusan. ”Tapi, kadang anak-anak balapan pas selesai ujian gini,” sambungnya. (all/c7/dos)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia