DPRD Jatim Belum Hasilkan Perda
Jarang Ngantor, Sibuk Reses
SURABAYA – Terlalu, itu kata yang tepat untuk kinerja DPRD Jatim. Bayangkan, memasuki akhir masa sidang periode pertama pada April ini (empat bulan), dari 10 program legislasi daerah (prolegda), tidak ada satu pun yang selesai. Ironisnya, dari 10 raperda tersebut, 6 di antaranya diiniasi oleh dewan dan 4 oleh eksektutif.
Dari 10 prolegda tersebut, hanya 3 yang sudah masuk tahap pandangan fraksi di sidang paripurna. Antara lain, rancangan peraturan daerah (raperda) pencabutan perda, raperda perlindungan nelayan, dan raperda penguatan tenaga kerja.
Minimnya produk hukum itu berkaitan dengan semangat DPRD untuk mengantor. Sebab, sepinya kantor dewan menjadi hal lumrah. Anggota dewan menghabiskan banyak waktu untuk kunjungan kerja. Selama ini, anggota dewan berdalih kunjungan tersebut diperuntukan pembentukan perda. Namun, faktanya, produk perda masih nihil.
Diprediksi, pada masa sidang pertama itu, bakal tidak ada perda yang disahkan. Sebab, sejak awal bulan, para anggota sibuk dengan reses. Setelah itu, mereka harus membuat laporan. Panitia Khusus (Pansus) Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) Gubernur tahun anggaran 2015 juga bakal bekerja pada bulan ini.
Wakil Ketua Komisi E Suli Daim menjelaskan, pansus tersebut bakal menyita waktu para anggota dewan. Sebab, 31 anggota pansus berasal dari setiap komisi. ”Paling tidak, sebulan lah pansus itu selesai,” ucapnya.
Kondisi tersebut berimbas terhadap raperda penguatan tenaga kerja yang bakal ditagih pada Hari Buruh (Mayday) pada 1 Mei. Raperda yang menjadi janji Gubernur Jatim Soekarwo pada tahun lalu itu pun terancam molor.
Suli mengaku pesimistis raperda tersebut bisa selesai dalam sebulan. Sebab, nota gubernur untuk raperda itu belum dibahas di paripurna. Setelah tahap paripurna, masih ada rapat di badan musyawarah (bamus). ”Apa mungkin selesai satu bulan?” tanya politikus PAN tersebut.
Pembahasan di komisi pun bakal menyita waktu. Sebab, pembahasan raperda itu melibatkan banyak pihak. Antara lain, serikat buruh (SP); dinas tenaga kerja, transmigrasi, dan kependudukan (disnakertransduk); dan perwakilan pengusaha. ”Sebab, yang dilindungi bukan hanya buruh, tapi juga para pengusaha,” ujar mantan ketua Pemuda Muhammadiyah Jatim itu.
Gubernur Jatim Soekarwo tidak mau disalahkan apabila buruh menagih raperda tersebut. Kepada Jawa Pos, gubernur menegaskan telah mengumpulkan nota gubernur. ”Jangan tanya saya (soal raperda penguatan tenaga kerja, Red), harusnya ke anggota DPRD,” ungkapnya.
Ditanya tentang tuntutan buruh, dia mengaku sudah berupaya sangat maksimal melalui disnakertransduk. Namun, lagi-lagi dia menekankan proses akhir pembuatan perda berada di tangan para wakil rakyat Jawa Timur.
Selain raperda penguatan tenaga kerja, dua raperda lainnya tidak menunjukkan kemajuan. Bila tidak selesai di masa sidang pertama, pembahasan nantinya mencuri waktu masa sidang kedua. Dengan begitu, produktivitas pembuatan perda lainnya juga terancam molor.
Tahun ini terdapat 31 prolegda. Yakni, lebih banyak 4 prolegda daripada tahun lalu yang hanya menarget 27 perda. Dari 27 prolegda, hanya 12 yang diselesaikan. Sisanya hanya menjadi rencana tidak sampai. Dengan kondisi saat ini, anggota DPRD Jatim diharapkan lebih bekerja keras. Dengan begitu, masalahmasalah rakyat bisa teratasi lewat peraturan daerah. (sal/c20/end)