Awalnya 10 Menjadi 50 Pegawai
’’Dari situ, saya mulai tertarik dan langsung menanam di tambak milik saya yang tidak terpakai,’’ ujarnya. Menurut dia, fase perkembangbiakkan rumput laut jenis tersebut sangat mudah. Hanya membutuhkan waktu dua bulan, Mustofa sudah bisa mendapatkan keuntungan.
Berkat kerja kerasnya itu, enam bulan pertama Mustofa mendapatkan atensi dari negara yang terkenal dengan sebutan Negeri Ginseng alias Tiongkok. Atensi tersebut berupa alat bantu blower. Alat bantu itu membantu Mustofa membersihkan rumput laut dari kotoran air tambak. Dia menyatakan, setelah dikeringkan, rumput laut harus dibersihkan dengan blower. ”Biasanya, ada kerang-kerang kecil yang menyangkut di cabang-cabang rumput laut. Sebelum dikemas, rumput laut harus bersih dari kotoran,” katanya, lantas menunjukkan alat blower sepanjang 2 meter tersebut.
Selama lima tahun, Mustofa menjajaki dunia bisnis rumput laut. Dibutuhkan istiqamah dalam berjuang supaya bisnis rumput laut miliknya tetap berjalan. Saat awal memulai bisnis tersebut pada 2011, Mustofa mengaku sangat kesulitan. ’’Awalnya, hanya ada 10 pegawai, sekarang sudah capai 50 pegawai,’’ ucapnya. Kini omzet yang sudah diraih oleh Mustofa pun kini sudah mencapai ratusan juta. ”Alhamdulillah cukup buat bertahan hidup dan menguliahkan anak,” tuturnya, kemudian tertawa.
Sekitar 50 ton rumput laut dari usahanya setiap hari dikirim ke beberapa wilayah. Dia mengungkapkan, jangkauan wilayah terdekat berada di sekitar Surabaya dan Malang. Yang terjauh berada di Poso, Maluku Utara. Selain itu, rumput laut miliknya dikirim ke luar negeri, yakni Malaysia dan China. ”Biasanya paling banyak dijadikan sebagai tepung rumput laut,” ungkapnya.
Mustofa mengaku senang mendalami dunia bisnis tambak. Selain bisa membuka lapangan pekerjaan bagi orang lain, dia bisa memperkenalkan hasil laut dari Kota Delta, yakni rumput laut. Menurut dia, selama ini orangorang hanya mengenalkan Sidoarjo sebagai tempat udang dan ikan. Padahal, Sidoarjo memiliki potensi lain yang justru lebih luar biasa daripada udang dan ikan, yakni rumput laut. ”Sekalian promosi begitu,” jelasnya.
Masih banyak mimpi yang harus dicapai pria berusia 43 tahun tersebut. Salah satunya, pemerintah bisa lebih serius berpatisipasi. Dia mengungkapkan, infrastruktur di tambaknya masih sangat minim. Menurut dia, adanya infrastruktur jalan yang layak bagi wisatawan yang ingin berkunjung ke tambak rumput laut miliknya di Dusun Tanjungsari, Desa Kupang, Jabon, sangat penting. ”Jalan masih belum teraspal. Kalau hujan, banjir,” ucapnya. (*/c20/tia)