Lengan Kiri Diamputasi, Jari Tangan Kanan Tak Berfungsi
Muhammad Ardiansyah, Peserta Unas yang Andalkan Satu Jari Petaka pada Oktober 2014 itu tidak mampu menghentikan langkah Muhammad Ardiansyah. Dengan lengan kiri teramputasi dan jari-jari tangan kanan yang tidak sempurna akibat kecelakaan, dia tetap optim
SALAH satu ruang ujian di SMK Negeri 1 Cerme tampak tenang. Di salah satu bangku, Ardiansyah duduk. Jari-jari tangan kanannya memegang mouse. Dia memencetnya dengan jari tengah yang sudah bengkok. Jari telunjuk dan jari manis tidak bisa digerakkan. Jempol dan kelingking bahkan telah putus.
’’Kalau nge- klik mouse, saya hanya pakai jari tengah,” kata Ardiansyah kepada Jawa Pos setelah mengerjakan soal ujian nasional berbasis komputer kemarin (4/4).
Sebenarnya, kata dia, sulit mengontrol mouse dengan satu jari seperti itu. Kurang pas sedikit saja, pasti terjadi salah klik. ”Makanya, saya berhati-hati sekali. Khawatir jawaban keliru karena salah mengklik pilihan ganda,” ujarnya. Kemarin dia mengerjakan soal unas bahasa Indonesia.
Ardiansyah harus berjuang lebih keras daripada teman-temannya. Dia sudah tunadaksa. Lengan kiri remaja tersebut dipotong pada Oktober 2014. Praktis, dia cuma mengandalkan fungsi jari tengah tangan kanannya. ”Mau bagaimana lagi. Saya harus tetap semangat unas,” tuturnya.
Remaja 18 tahun itu lantas menceritakan, semua kondisi tersebut berawal saat dirinya mengalami tabrakan pada 29 Oktober 2014, persis sehari menjelang hari ulang tahunnya 30 Oktober.
Ketika itu, pukul 06.30, dia menuju tempat praktik kerjanya di sebuah perusahaan kawasan Sutorejo, Surabaya. Persis di depan makam Rangkah, roda motornya terperosok lubang. Dia terjatuh. Nahas, dari arah belakang, sebuah truk pengangkut semen langsung menghantam tubuhnya yang tergeletak di aspal. Akibatnya, dua lengan Ardiansyah remuk.
Yang paling parah tangan kirinya. Di RSUD dr Soetomo, tim medis mengambil langkah cepat dengan mengamputasi tangan Ardiansyah. ’’Kata dokter, tangan saya sudah kena infeksi,” ucapnya dengan suara bergetar. Dokter khawatir infeksi menyebar ke bagian tubuh lain.
’’Saya putus asa waktu itu. Sempat tidak percaya bisa unas sekarang,” ungkapnya.
Namun, berkat dukungan orang tua, guru, dan keluarganya, remaja kelahiran 30 Oktober 1996 itu bangkit. ”Orang tua berharap saya jadi contoh buat adik-adik,” ungkap sulung di antara tiga bersaudara tersebut. Untuk berangkat, dia nunut teman dari rumahnya di Menganti, menuju sekolah di Cerme. Jaraknya sekitar 8 kilometer. Tekad Ardiansyah tidak sia-sia. Meski belum lulus, dia sudah diterima bekerja di perusahaan desain grafis tempatnya magang di Surabaya. Bukan karena iba. Perusahaan itu menilai Ardiansyah punya talenta bagus dalam desain grafis. ”Saya akan buktikan saya mampu,” ujar siswa jurusan multimedia itu.
Ketua Kompetensi Keahlian Multimedia SMKN 1 Cerme Didik Ahmadi menilai Ardiansyah memang termasuk siswa yang prestasinya menonjol secara akademik. Kemampuan multimedia dan desain grafis juga diakui banyak guru. ’’Meski kondisi fisiknya sekarang terbatas, dia tetap semangat,” ujarnya. (*/c7/roz)