Indonesia Banjir Dana Asing
JAKARTA – Penerapan suku bunga negatif yang dicanangkan Uni Eropa dan Jepang membawa dampak positif di tanah air. Ekonom Mandiri Sekuritas Leo P. Rinaldy mengungkapkan, suku bunga negatif yang diterapkan negaranegara maju tersebut membuat aliran modal masuk ( capital inflow) ke Indonesia makin deras.
”Hampir USD 4 miliar secara year to date (mulai Januari 2016 hingga kini, Red). Ini karena asing lagi cari tempat investasi, salah satunya Indonesia,” ujarnya saat pemaparan Global Economic Outlook di Plaza Mandiri, Jakarta, kemarin (5/4).
Menurut Leo, kebijakan moneter ke depan masih akan sangat akomodatif. Apalagi dengan negative interest rate yang tidak hanya berdampak positif kepada negara yang bersangkutan, tapi juga negara berkembang seperti Indonesia. ”Ini pertama kalinya. Dalam ilmu ekonomi pun, tidak ada istilahnya negative interest rate. Nah, sekarang ada negative interest rate di Jepang dan Eropa. Ini upaya agresif bank sentral di dunia untuk menekan inflasi dan pertumbuhan ekonomi dengan negative rate ini,” katanya.
Dia menjelaskan, Jepang dan Uni Eropa selangkah lebih maju bila dibandingkan dengan negara lain. AS mengambil langkah yang cenderung lebih quantitative easing dengan interest rate 0 persen. Tapi, menurut dia, upaya itu masih kalah maju jika dibandingkan dengan negative interest rate. ”Bank menaruh likuiditas di bank sentral malah harus bayar. Kemampuan fiskal tidak besar. Yang bisa mendorong recovery negara maju hanya upaya monetary policy,” ujarnya.
Dampak positif kondisi global ke Indonesia, investor asing mencari tempat investasi di negara dengan interest rate tinggi. Hal itu ditandai dengan peningkatan capital inflow. ”Dana pensiun di Jepang tadinya rate positif, sekarang negatif. Interest rate kita paling tinggi, jadi menarik buat mereka. Apalagi, fundamental kita juga kuat,” jelasnya.
Akibatnya, nilai tukar rupiah secara year to date menguat 4 persen karena inflow tersebut. Saat ini pertumbuhan ekonomi global masih cenderung melambat, yakni 2–3 persen. Begitu pula yang terjadi pada negara maju seperti AS dan Tiongkok. Sedangkan pertumbuhan ekonomi Indonesia diprediksi lebih baik, yakni di kisaran 5 persen. (dee/c11/oki)