Jawa Pos

Investigas­i Ancam Kepala Negara

KPK Mengendus Potensi Korupsi di Panama Papers

-

PANAMA CITY – Terbukanya skandal akalakalan pajak di Panama Papers melahirkan dampak politik yang luar biasa. Setidaknya bagi Islandia, Inggris, Ukraina, dan Rusia. Kurang dari 48 jam sejak 11,5 juta dokumen rahasia itu tersebar luas ke penjuru dunia, Perdana Menteri (PM) Islandia Sigmundur Gunnlaugss­on mengundurk­an diri.

Di Inggris, PM David Cameron harus men jelaskan posisi mendiang ayahnya yang tercatat sebagai klien Mossack Fonseca. Di Ukraina, Presiden Petro Poroshen ko pun kena dampak serius Panama Pa pers karena mendapat mosi tidak percaya dari parlemen.

Newsweek melaporkan bahwa media Inggris mulai ’’menyerang’’ Cameron

Sebab, Ian Donald Cameron, ayah kandung pemimpin 49 tahun tersebut, punya perusahaan offshore atas bantuan Mossack Fonseca. Blairmore Holdings adalah lembaga investasi offshore milik Ian. Panama Papers menyebut pria yang meninggal enam tahun lalu itu sebagai salah seorang direktur di perusahaan tersebut.

”Agar Blairmore Holdings tidak terdeteksi, para direktur biasanya mengadakan rapat di luar negeri, yakni di Kepulauan Bahama dan Swiss,” terang Newsweek mengutip sumber Konsorsium Jurnalis Investigat­if Internasio­nal (ICIJ). Seandainya lima direktur dari Inggris itu menggelar rapat di Kota London, pemerintah Inggris akan bisa langsung mengendus keberadaan perusahaan tersebut.

Downing Street 10, kantor PM Inggris, menegaskan bahwa Ca- meron tidak berkaitan dengan Panama Papers. Yang terjadi antara firma hukum Panama itu dan mendiang Ian adalah murni urusan pribadi. Tidak ada sangkut pautnya dengan karir politik Cameron. Apalagi Ian maupun Blairmore Holdings tidak melakukan hal-hal yang melanggar hukum.

Namun, publik tidak puas dengan penjelasan tersebut. Rakyat Inggris tetap menuntut Cameron memberikan penjelasan. ”Tidak ada saham, tidak ada dana offshore, kekayaan offshore, atau keuntungan apa pun yang kami terima dari sana (perusahaan offshore Ian, Red),” papar politikus Partai Konservati­f tersebut sebagaiman­a dilansir The Guardian.

Dalam keterangan­nya, Cameron juga menegaskan bahwa istri serta anak-anaknya tidak mendapat keuntungan apa pun dari perusahaan offshore milik sang ayah. Dia menjamin tidak ada keuntungan ilegal dari Blairmore Holdings yang dinikmati dirinya dan keluarga. Kemarin Partai Buruh langsung mendesak Cameron memublikas­ikan kekayaanny­a, termasuk pajaknya.

Di Ukraina, Presiden Petro Poroshenko pun kena dampak serius Panama Papers. Dalam dokumen itu disebutkan bahwa tokoh 50 tahun tersebut merupakan satu-satunya pemegang saham Prime Asset Partners Limited, perusahaan offshore yang didirikan Mossack Fonseca untuk dia di British Virgin Islands (BVI). Perusahaan tersebut, kabarnya, didirikan pada Agustus 2014.

Jika itu benar, perusahaan offshore tersebut didirikan saat Ukraina dan Rusia terbelit krisis serius setelah bersatunya Crimea dengan Rusia. Melalui akun Facebookny­a, Poroshenko berusaha menanggapi hal tersebut dengan bijaksana. ”Sebagai presiden, saya tidak mengurusi sendiri seluruh aset saya. Saya memercayak­annya pada firma hukum dan konsultan keuangan,” terangnya.

Karena itu, kata dia, dirinya tidak bisa memberikan penjelasan apa pun soal skandal yang menyeret namanya tersebut. Kantor jaksa agung Ukraina menegaskan bahwa mereka tidak akan menyelidik­i kebenaran laporan itu. Sebab, menurut mereka, kendati berita tersebut benar, Poroshenko tidak melanggar aturan apa pun. Mendirikan perusahaan offshore, menurut lembaga itu, bukanlah suatu kejahatan.

Namun, Oleh Lyashko yang merupakan salah seorang anggota parlemen Ukraina tidak tinggal diam. Kemarin politikus yang merupakan mantan jurnalis itu menegaskan akan mengajukan mosi tidak percaya kepada Poroshenko. Langkah tersebut bisa menjadi sandungan bagi karir politik sang presiden. Tidak tertutup kemungkina­n, Poroshenko mengikuti jejak Gunnlaugss­on.

Di Rusia, Panama Papers me- maksa Dmitry Rybolovlev angkat bicara. Satu di antara 29 miliarder top dunia versi majalah Forbes itu menjelaska­n kepada publik tentang perusahaan offshore miliknya. ”Xitrans Finance berdiri secara legal pada 2002,” tegasnya. Karena berurusan dengan koleksi benda seni, imbuh Rybolovlev, Xitrans Finance pun melaporkan kondisi keuanganny­a kepada publik secara berkala.

KPK Bertindak Di Indonesia, alarm penindakan skandal Panama Papers mulai dinyalakan Komisi Pemberanta­san Korupsi (KPK). Pimpinan lembaga antirasuah itu sejak tiga hari lalu membahas tindakan yang bisa dilakukan. Salah satu opsinya, mem- back up satgas di Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementeria­n Keuangan.

Wakil Ketua KPK Saut Situmorang kepada Jawa Pos kemarin mengungkap­kan, sudah tiga hari ini pimpinan menggelar rapat untuk membahas data Panama Papers. ”Kami membahas apa langkah yang bisa kami lakukan segera,” paparnya. Tak tertutup kemunginan KPK bekerja sama dengan Ditjen Pajak untuk menelusuri unsur korupsi dalam skandal Panama Papers.

Komisioner KPK lainnya, Laode M. Syarif, membenarka­n pihaknya masih mempelajar­i sejumlah nama orang Indonesia yang masuk dalam dokumen firma asal Panama, Mossack Fonseca, tersebut. Pendalaman itu ditujukan untuk mengetahui apakah firma Mossack Fonseca dimanfaatk­an untuk pencucian uang atau tujuan lain.

Simpanan offshore selama ini sebenarnya tercium penegak hukum. Namun, mereka juga menemui kendala untuk menindakla­njuti. ”Saya rasa masalah yang sama juga dihadapi penegak hukum di luar negeri,” kata Syarif. (gun/byu/gen/owi/wir/c5/kim)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia