Yang Tertua Keluaran 1684, Incar Prangko Pos Militer Surakarta
Fadli Zon Library berdiri pada 2008. Selain 40 ribu buku, ribuan keris dan tombak Nusantara, serta lembaran koran sejak abad ke-19, Fadli menyimpan koleksi filateli di sana. Melihat Koleksi Filateli Wakil Ketua DPR Fadli Zon
TRI MUJOKO BAYUAJI, JAKARTA
SEPULUH frame koleksi filateli Fadli terpajang rapi di lantai 3 perpustakaan pribadinya, Fadli Zon Library, Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, Selasa pekan lalu (29/3). Lima frame koleksi filateli Fadli bertema khusus. Mulai sejarah prangko, kartu pos, hingga amplop pada era VOC. Dalam frame itu, disajikan pula narasi atau cerita dari mana koleksi filateli tersebut berasal.
’’Membuat narasi ini belajar dari buku-buku, kebanyakan terbitan internasional,’’ cerita Fadli.
Fadli menjelaskan, narasi itu harus ditulis dalam bahasa Inggris. Sebab, dengan standar koleksi setinggi itu, Fadli kerap mengikutkan koleksinya dalam kompetisi tingkat nasional dan internasional. Salah satu penghargaan yang pernah didapat Fadli adalah award saat mengikuti kompetisi filateli Asia Pasifik tahun lalu.
’’Kalau sudah dapat medali, pasti ingin dapat yang lebih baik lagi,’’ ujar wakil ketua DPR yang juga wakil ketua umum Partai Gerindra itu, lantas tersenyum.
Meski pernah mendapat penghargaan internasional, Fadli mengaku termasuk ’’orang baru’’ di dunia filateli. Sebenarnya, Fadli mengoleksi prangko sejak SD. Teknik koleksinya saat itu masih sederhana, seperti yang umum dilakukan kolektor lain. ’’Ambil dari amplop, diberi air (untuk memisahkan prangko dari amplop, Red), kemudian dikeringkan. Itu teknik paling dasar,’’ ujarnya.
Setelah berkenalan dengan Perkum- pulan Filatelis Indonesia (PFI) sekitar sepuluh tahun lalu, pengetahuan Fadli tentang prangko semakin luas. Dia belajar mengumpulkan benda-benda pos dengan tema khusus. Mulai olahraga, dirgantara, militer, hingga fenomena alam.
’’Saya belajar dari senior seperti Pak Suyono (Ketua Umum PFI R. Suyono, Red) dan lainnya,’’ kata Fahri.
Koleksi prangko tertua Fadli adalah tahun 1684 dari Belanda. Koleksinya tidak hanya prangko yang pernah dipakai ( tetapi juga ada prangko alias belum pernah digunakan. Termasuk, prangko yang berstatus
karena cacat produksi. Untuk prangko asal Indonesia, Fahri menyebut koleksinya sudah hampir 100 persen. Salah satu koleksi yang dia banggakan adalah prangko Indonesia yang dicetak di Wina, Austria.
’’Prangko itu dicetak perwakilan Indonesia di PBB. Ketika itu, pemimpinnya adalah L.N. Palar,’’ kata Fadli. Koleksi tersebut tertata rapi di album khusus yang disimpan Fadli di lantai bawah perpustakaan pribadi. ’’Prangko itu istimewa karena sampai sekarang kualitasnya masih bagus, warnanya juga menarik,’’ ujarnya.
Saat ini Fadli sedang memburu seri prangko zaman kemerdekaan bertema Pos Militer Surakarta. Prangko tersebut termasuk langka di antara kolektor di Indonesia karena dicetak sangat terbatas. ’’Yang diketahui cuma dicetak 500 lembar,’’ katanya.
Prangko Pos Militer Surakarta itu, sebut Fadli, bernilai sangat tinggi. Prangko yang memiliki nilai tinggi bisa berharga miliaran rupiah. Namun, ada juga prangko yang harganya hanya puluhan ribu rupiah karena jumlah cetaknya sangat banyak. ’’Saya sendiri belum pernah beli sampai miliaran rupiah,’’ ujar Fadli.
Koleksi filateli juga mencakup souvenir sheet. Fadli memiliki koleksi souvenir sheet yang ditandatangani Presiden Soekarno hingga Presiden Joko Widodo. ’’Kalau koleksi Presiden Soekarno, bukan saya yang minta, belum lahir. Kalau Presiden Jokowi, saya minta sendiri,’’ kata pria kelahiran Jakarta, 1 Juni 1971, tersebut.
Fadli mengatakan, seorang filatelis bisa belajar sejarah. Sebab, filateli adalah penanda zaman. Setiap koleksi prangko, misalnya, pasti memiliki identitas dan kekhasan. ’’Prangko gerhana misalnya. Yang terbaru bisa bergeser dari satu titik ke titik yang lain,’’ tandasnya. (*/c4/pri)