Jawa Pos

Klaim Tidak Semua Data yang Bocor Valid

Menjadi lakon utama Panama Papers, Mossack Fonseca & Co. mendadak tenar. Padahal, firma hukum yang berdiri sejak 1977 itu bukanlah lembaga yang besar. Meski punya 40 kantor cabang di berbagai negara, pangsa pasar global Mossack Fonseca & Co. hanya berk

-

”Dunia sudah mulai menganggap bahwa privasi bukanlah hak asasi,” kata Ramon Fonseca, salah seorang pendiri firma hukum yang berkantor pusat di Panama City tersebut. Saat sekitar 11,5 juta dokumen bocor dan tersebar luas kepada publik, tidak ada seorang pun yang menyebut adanya pelanggara­n atau tindak kriminal di sana. Padahal, jelas-jelas dokumen itu bocor karena diretas. Tidak ada keterlibat­an orang dalam.

Selama empat dekade berkarir, Mossack Fonseca tidak pernah sekali pun berurusan dengan hukum. Tidak satu pelanggara­n pun yang pernah mereka lakukan. Setidaknya, demikianla­h pengakuan Ramon yang berprofesi pengacara. Dia berani menjamin bahwa dalam skandal yang menuai perhatian dunia itu, firma maupun seluruh kliennya tidak bersalah.

Mossack Fonseca & Co. lahir dari merger dua firma hukum Panama. Yang satu dipimpin Ramon dan yang lain oleh Jurgen Mossack. Nama belakang dua pemilik firma itulah yang lantas diabadikan sebagai nama firma baru. Setelah bergabung, Ramon dan Jurgen mengarahka­n firma tersebut menjadi firma spesialis urusan perusahaan offshore alias perusahaan yang berdiri dan beroperasi di luar negeri.

Lewat jasa Mossack Fonseca & Co., pemilik modal dan pengusaha bisa mendirikan perusahaan di luar negeri. Dengan demikian, mereka bisa menghindar­i pajak. Karena itu, perusahaan offshore juga populer sebagai perusahaan perekayasa bebas pajak. Sebab, para pemiliknya rata-rata tidak perlu membayar pajak atas aset berharga maupun harta yang mereka simpan di luar negeri.

Meski demikian, perusahaan offshore bukanlah sesuatu yang ilegal. Maka, Mossack Fonseca & Co. pun melanjutka­n praktiknya. Tapi, menurut CNN, sedikitnya 33 klien firma hukum tersebut adalah individu atau perusahaan yang tercantum dalam daftar hitam Amerika Serikat (AS). Mereka masuk daftar hitam karena diduga terlibat dalam aksi penyelundu­pan narkotika dan terorisme.

”Dokumen yang kini menjadi konsumsi publik itu tidak semuanya valid. Ada beberapa yang bukan klien kami,” kata Ramon tentang dokumen yang sudah tersimpan selama 40 tahun tersebut. Sayangnya, dia tidak mau menyebutka­n berapa banyak nama yang tidak valid. Dia juga enggan menyebutka­n siapa saja yang bukan klien Mossack Fonseca & Co. dalam dokumen itu.

” Intinya, tidak ada satu dokumen pun yang diambil dari kami secara sah. Kini dokumen yang membuat publik berpikir bahwa kami melakukan praktik ilegal itu tersebar luas tanpa ada yang bertanggun­g jawab atas kebocoran tersebut,” protes Ramon. Oleh karena itu, dia berencana melaporkan balik kasus peretasan data tersebut kepada pihak berwajib.

”Reputasi baik yang susah payah kami bangun selama 40 tahun lewat bisnis yang legal di negara ini kini hancur,” keluh pria 63 tahun tersebut. Panama Papers juga membuat mata dunia tertuju ke Panama. Negara yang belakangan masuk daftar negara-negara dengan hukum lemah dalam anti-pencucian uang tersebut semakin diawasi. Bahkan, Prancis menyebut Panama sebagai surga bebas pajak. (BBC/CNN/ financialt­imes/hep/c6/ami)

 ??  ??
 ?? REUTERS/REINHARD KRAUSE/ILLUSTRATI­ON/FILE ??
REUTERS/REINHARD KRAUSE/ILLUSTRATI­ON/FILE
 ?? REUTERS/CARLOS JASSO ?? BIKIN GONJANG-GANJING: Penampilan situs Mossack Fonseca. Foto atas, Ramon Fonseca, pendiri firma hukum.
REUTERS/CARLOS JASSO BIKIN GONJANG-GANJING: Penampilan situs Mossack Fonseca. Foto atas, Ramon Fonseca, pendiri firma hukum.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia