Jawa Pos

Keuntungan ketika Puasa Bisa buat Beli Motor Matik

Kelurahan Sungai Baru, Kecamatan Banjarmasi­n Tengah, terkenal dengan sebutan Kampung Ketupat. Di kawasan ini tidak terhitung jumlah warga yang berjualan kulit ketupat, ketupat jadi, maupun lontong. Kelurahan Sungai Baru, Kampung yang Mayoritas Warganya

-

WARGA Banjarmasi­n, Kalimantan Selatan, tidak asing dengan Kelurahan Sungai Baru, Kecamatan Banjarmasi­n Tengah. Dari tempat itulah ketupat dan lontong untuk kuliner khas Banjar, misalnya soto banjar, lontong sayur, dan ketupat kandangan, dipasok.

Sebenarnya, Kampung Ketupat menjadi penghubung dua jalan besar di Banjarmasi­n, yakni Jalan A. Yani Kilometer 1 (Pal 1) dan Jalan Kolonel Sugiono. Walaupun disebut Kampung Ketupat, ketika mengakses Jalan Sungai Baru dari dua jalan besar itu, bukan ketupat yang pertama terlihat.

Sebutan Kampung Ketupat benarbenar terasa ketika masuk lebih jauh, kurang lebih 20 meter, dari dua jalan utama itu. Benar saja, aneka ragam bentuk ketupat tergantung di depan rumah warga.

Bahkan, ada beberapa warga yang secara khusus membangun semacam kios atau lapak kecil untuk menjajakan ketupat buatannya. Di beberapa kios lebih lengkap lagi. Selain ketupat, ada lontong yang dibungkus daun pisang.

Ketupat dan lontong yang kelihatan mengkilap dan berasap menandakan baru diangkat dari air rebusan. Sedangkan ketupat atau lontong yang kelihatan kering dan mengerut dipastikan sudah masak sehari, tetapi tetap layak konsumsi dan sedap kalau diguyur kuah sop atau kuah santan.

Dari cerita warga sekitar, asal muasal Kampung Ketupat tidak bisa dilepaskan dari sosok Hj Banjarmas. Jauh sebelum kawasan Sungai Baru disebut Kampung Ketupat, konon Banjarmas sudah membuat, mengolah, dan menjual ketupat jadi berikut kulit ketupatnya.

Cerita warga, rupanya, cukup beralasan. Soalnya, rumah Banjarmas terletak di posisi paling depan dari jejeran rumah warga (kalau masuk dari Jalan Kolonel Sugiono). Berbekal cerita warga, Radar Banjarmasi­n ( Jawa Pos Group) mencoba mampir sebentar di rumah Banjarmas.

’’Hj Banjarmas itu mamaku,’’ kata Jamilah ketika Radar Banjarmasi­n memastikan dan menanyakan rumah Hj Banjarmas.

Saat itu Jamilah sedang duduk menunggu pembeli. Ruangan sekitarnya kelihatan sempit. Hanya dipenuhi kulit ketupat yang terbuat dari daun nipah.

’’Kios ini bukan milikku sendiri, tapi bersama-sama dengan dua kakakku. Kami tiga bersaudara inilah keturunan Hj Banjarmas, orang pertama pembuat ketupat di Sungai Baru. Sebentar, kupanggilk­an kakak nomor dua,’’ katanya sembari memasuki gang sempit di seberang kios menuju rumah sang kakak.

’’Inilah kakakku yang nomor dua, Hj Norhasanah. Umurnya 54 tahun. Kakakku yang paling tua berada di kios sebelah. Namanya, Hj Mas Mulia (65 tahun). Tetapi, beliau lagi sakit kepala. Makanya tidak mau ikut ke sini. Dari tadi rebahan saja. Kalau mau tahu cerita Kampung Ketupat, tanya saja sama Kak Sanah (sapaan Norhasanah, Red) ini,’’ ujarnya.

Dia menuturkan, kebiasaan mamanya membuat ketupat, berbeda dengan perempuan Banjar lain yang kebanyakan diajari merangkai kembang. Dia mencari daun nipah di sekitar kampung, kemudian dijadikan ketupat.

Dari hasil berjualan ketupat itulah, tambah Sanah, Banjarmas mampu menunaikan ibadah haji. Nah, ketika dia naik haji, lanjut dia, banyak pesanan ketupat berdatanga­n.

’’Supaya tetap bisa memenuhi permintaan pembeli, kami bagi-bagi pesanan ketupat tersebut ke para tetangga. Alhasil, tetangga senang. Mereka justru kemudian kebanjiran pesanan ketupat dari pembeli,’’ tuturnya.

Seiring dengan waktu, para pembuat kulit ketupat di Kampung Ketupat juga semakin kreatif. Berbagai bentuk ketupat unik bermuncula­n di kampung ini. Misalnya, ketupat burung, ketupat bawang, ketupat walut (belut), ketupat serban, dan ketupat rasul. ’’ Tiap ketupat mewakili hajatan yang digelar.

Misalnya, ketupat burung untuk keperluan hidangan pesta perkawinan. Untuk menyambut tamu yang baru pulang naik haji, biasanya dihidangka­n ketupat serban. Kalau musim Maulid, yang paling dicari ya ketupat rasul,’’ urainya.

Mengenai penghasila­n dari berjualan kulit ketupat, Sanah mengaku cukup. ’’Alhamdulil­lah, bisa untuk makan sehari-hari. Menjelang Ramadan atau Lebaran, biasanya pesanan banyak. Saya bisa beli motor matik hasil berjualan ketupat saat puasa tahun lalu. Kalau ada sisa uang, ditabung di bank buat pergi umrah,’’ ujarnya, lantas terkekeh. (yn/ram/c4/JPG/diq)

 ?? FOTO: FAUZAN RIDHANI/RADAR BANJARMASI­N/JPG ?? PENERUS: Norhasanah (kiri) bersama sang adik, Jamilah, anak dari Banjarmas, yang merupakan pembuat ketupat pertama di Kampung Ketupat.
FOTO: FAUZAN RIDHANI/RADAR BANJARMASI­N/JPG PENERUS: Norhasanah (kiri) bersama sang adik, Jamilah, anak dari Banjarmas, yang merupakan pembuat ketupat pertama di Kampung Ketupat.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia