Jawa Pos

Harus Prioritask­an Talenta Asli Nusantara

-

PERFORMA apik kesebelasa­n tim nasional (timnas) tentulah tidak bisa lepas dari talenta asli negeri sendiri yang ada dalam skuad. Tidak terkecuali Indonesia. Peran pemain dengan darah asli kelahiran tanah air tentu mampu membuat gereget permainan tim meningkat pesat kala mengenakan baju timnas.

Meski tidak pernah membela timnas senior Cile di kancah resmi internasio­nal, saya paham sensasinya. Tidak bisa digambarka­n rasanya. Terharu dan bangga bercampur menjadi satu.

Itulah sebabnya saya tidak terlalu setuju dengan langkah federasi sepak bola negeri ini yang lebih mengagungk­an talenta asing untuk dinatu ralisasi ketimbang percaya dengan bakat negeri sendiri. Bukannya saya antipati. Namun, langkah tersebut sedikit banyak pasti menggerus effort para pemain muda.

Mereka yang dari usia dini sudah bercita-cita menjadi seorang pesepak bola hebat dan berlatih dengan keras untuk bisa membela panji timnas Garuda harus bersaing dengan pemain naturalisa­si. Menurut saya, itu sungguh tidak adil. Mereka berhak mendapat perlakuan istimewa.

Saya benar-benar merindukan Indonesia yang begitu perkasa di era ’90-an. Kala itu timnas Indonesia bermateri bakatbakat pribumi andal seperti Hendro Kartiko, Bejo Sugiantoro, Aji Santoso, Widodo C. Putro, Fachry Husaini, dan Uston Nawawi.

Mereka bisa memiliki nama begitu besar dan terang karena diberi kepercayaa­n tinggi dan bimbingan ilmu sepak bola yang bagus. Selain hebat di klub masing-masing, mereka diberi kesempatan untuk unjuk gigi dengan berseragam timnas Indonesia. Lihat bagaimana permainan mereka saat itu. Luar biasa!

Saya memiliki pengalaman pada 2010 saat masih membela Bontang FC. Ada salah seorang pengurus PSSI yang menawari saya untuk jadi pemain naturalisa­si. Meskipun sangat cinta Indonesia, saya tolak tawaran itu mentah-mentah. Baju timnas adalah benda suci yang hanya berhak dipakai warga negara Indonesia (WNI) sendiri.

Saya selalu siap untuk memberikan apa saja bagi persepakbo­laan negeri ini. Menjadi pelatih, saya bersedia. Namun, untuk menjadi pemain, maaf saya tidak bisa. Sekarang coba Anda bayangkan, ada empat posisi di starter yang semuanya adalah pemain naturalisa­si. Itu berarti ada empat potensi lokal yang talentanya tergerus untuk bisa berkostum timnas Indonesia.

Padahal, semangat yang ada akan berbeda apabila pemain asli Indonesia yang mengenakan baju timnas Indonesia pula. Mereka pasti akan berjuang hingga berdarah-darah membela negaranya agar bisa berprestas­i.

Ketika Indonesia menghadapi penjajah hingga meraih kemerdekaa­n, tentara yang berjuang juga rakyat Indonesia, bukan tentara impor. Meski mereka bertempur dengan peralatan sederhana, terbukti Indonesia bisa merdeka. Itu yang ingin saya lihat untuk Indonesia dalam sepak bola.

Indonesia saat ini, dengan beberapa pemain naturalisa­si yang ada, bukannya tidak bagus. Hanya belum bisa dikatakan hebat. Berikan kesempatan bagi mereka yang asli pribumi untuk merasakan bagaimana bangganya mengenakan kaus tim Merah Putih. Meski tidak bisa menghasilk­an prestasi instan, setidaknya fondasi sudah terbangun.

Dengan begitu, pemain-pemain usia belia yang kini tengah meretas karir juga kian terpacu untuk maju. Di masa depan tidak akan ada lagi pemikiran dan asumsi bahwa Indonesia adalah surga bagi pemain naturalisa­si. Timnas Indonesia harus diisi pemain asli Indonesia. (io/c9/ko)

 ??  ??
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia