Jawa Pos

Kritik Tajam untuk Dewan Bolos

Tak Etis Makan Gaji Buta

-

Sidoarjo Zero Waste itu gampang banget. Syaratnya, bentuk tim beranggota 3–5 orang (usia 13– 25 tahun). Lalu, bikin aksi peduli sampah. Foto aksi kreatif peduli sampah ini bisa dikirim lewat e- mail banggasido­arjo@ gmail. com. Foto terunik akan dimuat di setiap hari. Informasi dan pendaftara­n Sidoarjo Zero Waste bisa dilakukan di Jl Jenggolo 2E, Sidoarjo. Tiga tim terbaik bakal terbang ke Singapura!

SIDOARJO – Perilaku mbolosan sebagian anggota DPRD Sidoarjo mengundang keprihatin­an sejumlah kalangan. Mereka menilai legislator seharusnya tidak patut menerima gaji utuh kalau terbukti jarang masuk. Sesuai sumpah dan janji sebagai wakil rakyat, semestinya semua wakil rakyat disiplin mengemban amanat.

” Ya, tidak seharusnya mereka absen, tetapi mau menerima gaji utuh. Sebab, uang untuk menggaji mereka itu dari pungutan pajak rakyat,” kritik Fatihul Faizun, koordinato­r Pusat Advokasi Kebijakan (Pusaka) Sidoarjo.

Kritik itu bermula dari kondisi suasana di gedung DPRD Sidoarjo. Sejauh ini gaji dan tunjangan untuk anggota dewan tersebut selalu diberikan utuh sekalipun mereka tidak pernah masuk dan mengikuti kegiatan dewan. Padahal, faktanya cukup banyak anggota dewan yang nyaris tidak pernah mengantor atau mengikuti kegiatan kedewanan.

Penghasila­n mereka berkisar Rp 22 juta per bulan ( belum dipotong pajak). Duit itu baru bersumber dari tiga pos saja. Yakni, gaji Rp 4,76 juta, tunjangan komunikasi intensif Rp 6,3 juta, dan tunjangan perumahan Rp 11 juta. Pendapatan tersebut bisa jadi lebih gendut jika anggota dewan menduduki jabatan di alat kelengkapa­n dewan. Selain itu, ada penghasila­n dari perjalanan dinas atau kunjungan kerja.

Berdasar pantauan dari empat komisi di dewan, komisi A, C, dan D yang ruangannya relatif sering ada orang serta agenda kegiatan. Namun, situasi sebaliknya terjadi di komisi B. Selama ini ruangannya lebih sering kosong melompong. Kegiatanny­a pun paling minim dibanding tiga komisi lain. Bahkan, dalam sebulan terakhir, komisi B nihil kegiatan.

Komisi A, C, dan D beberapa kali menggelar rapat atau dengan instansi pemkab atau lembaga lain. Selama satu bulan terakhir juga beberapa kali mereka melakukan inspeksi lapangan

Meski demikian, semua anggota di tiga komisi itu tak lantas rajin semua. Ada juga beberapa anggota yang sering absen.

Data dari website DPRD Sidoarjo menunjukka­n, tiga pimpinan komisi B adalah Kayan (ketua/Fraksi Gerindra), Isa Hasanudin (wakil ketua/Fraksi PKB), dan Sudjalil (sekretaris/ Fraksi PDIP). Komisi B membidangi ekonomi dan keuangan. Antara lain meliputi perdaganga­n, perindustr­ian, UKM, BUMD, perbankan, koperasi, dan pengadaan logistik.

Menurut Paijo, panggilan Fatihul Faizun, seharusnya sistem di sekretaria­t DPRD bisa diper- ketat lagi untuk mengukur kinerja dewan. Salah satu caranya ialah menerapkan presensi. Selama ini praktis di DPRD Sidoarjo tidak pernah diterapkan presensi. Akibatnya, antara anggota dewan yang rajin dan mbolosan tidak terpantau. Ujungujung­nya, yang rajin maupun yang tidak mendapatka­n bayaran yang sama setiap bulan.

Nah, kondisi tersebut dipandang sebagai bentuk pemberian ruang dan peluang bagi anggota dewan untuk menyalahgu­nakan wewenang alias makan gaji buta. ”Tunjangan semestinya diukur dari intensitas mereka bekerja dan dibuktikan dengan administra­si yang konkret,” tuturnya.

Sebelumnya Ketua DPRD Sidoarjo Sullamul Hadi Nurmawan mengaku tidak bisa berbuat banyak atas kondisi tersebut. Legislator asal PKB itu berdalih, tidak ada aturan di dalam tata tertib (tatib) dewan yang mengatur kehadiran anggota. Karena itu, pihaknya tidak menerapkan presensi.

”Kerja dewan itu sebenarnya 24 jam dan tidak ada keharusan ke kantor. Tetapi, datang ke kantor itu tetap perlu dan penting. Sebab, pasti ada yang harus dikerjakan di kantor,” terang Wawan, sapaan Sullamul Hadi Nurmawan.

Kendati demikian, Wawan menyatakan tidak bisa memaksa setiap anggota untuk rajin ke kantor. Selain itu, dia tidak bisa memaksakan penerapan presensi karena tidak diatur dalam tatib. Presensi hanya dijalankan saat rapat paripurna.

Itu pun, berdasar pantauan Jawa Pos, setiap rapat paripurna tidak pernah penuh. Rata-rata di setiap rapat paripurna yang datang 35 sampai 40 orang saja. Padahal, anggota dewan berjumlah 50 orang.

Anggota Komisi B DPRD Sidoarjo Hamzah Purwandoyo menyatakan, dirinya bisa memahami kritik yang diarahkan ke komisinya. Anggota dewan asal PKB itu pun tidak hendak membantah sorotan tersebut. Sebab, jika dibandingk­an dengan komisi lain, kegiatan komisi B memang tidak banyak. Ruangannya juga paling sepi daripada komisi lain.

”Mau bagaimana lagi. Kondisi memang seperti ini. Tapi, yang jelas beberapa di antara kami sebenarnya intens berkomunik­asi dan masuk kantor,’’ kata legislator yang akrab disapa Ipung tersebut.

Dia menambahka­n, antara satu anggota dan anggota lain juga memiliki kesibukan masingmasi­ng. ”Jadi, di antara kami kan tidak bisa saling memaksa- kan. Yang jelas, kami berterima kasih dengan masukan ini. Kami akan menjadikan­nya sebagai bahan introspeks­i,” imbuhnya. (fim/c9/c7/hud)

 ?? BOY SLAMET/JAWA POS ?? Jawa Pos,
hearing EMBAN AMANAT: DPRD Sidoarjo hanya memberlaku­kan presensi saat sidang paripurna. Di luar paripurna, tidak ada kewajiban untuk masuk. Meski begitu, setiap bulan mereka menerima gaji utuh.
BOY SLAMET/JAWA POS Jawa Pos, hearing EMBAN AMANAT: DPRD Sidoarjo hanya memberlaku­kan presensi saat sidang paripurna. Di luar paripurna, tidak ada kewajiban untuk masuk. Meski begitu, setiap bulan mereka menerima gaji utuh.
 ??  ??

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia