Jawa Pos

Sepi Peminat meski Tarif Turun

Flat di Sidoarjo Banyak yang Kosong

-

KOTA – Tarif rumah susun sewa (rusunawa) atau flat sudah diturunkan. Namun, masih banyak unit yang kosong. Bahkan, ada satu blok yang rusak dan tidak bisa dimanfaatk­an. Pemkab pun meminta bantuan pemerintah pusat untuk melakukan perbaikan.

Tarif baru mulai diberlakuk­an pada Januari lalu untuk empat flat yang dikelola pemkab. Yaitu, Flat Ngelom, Wonocolo, Bulusidoka­re, dan Pucang. Tarif turun hingga 50 persen lebih. Setelah tarif diturunkan, jumlah penghuni mulai bertambah. Namun, masih banyak flat yang kosong.

Di Flat Ngelom, Taman, misalnya. Di lokasi tersebut, terdapat empat blok gedung. Blok A berisi 85 penghuni, blok B (76), dan blok D (25). ’’Blok C masih kosong. Nanti kami isi,” jelas Kepala UPT Rusun Sidoarjo Slamet Budiarto saat ditemui kemarin (6/4).

Budi menyatakan, pihaknya akan berfokus pada pengisian flat blok D terlebih dahulu. Sebab, di blok itu masih banyak yang kosong. Setiap blok mempunyai 96 kamar. Itu berarti, kata ayah dua anak tersebut, masih ada 71 unit yang kosong. Jika unit di blok D sudah penuh, pihaknya baru mengisi blok C.

Kondisi yang sama terjadi di Flat Pucang. Menurut Budi, Flat Pucang terdiri atas tiga blok. Yakni, A, B, dan C. Blok A dihuni 86 orang, blok B 51 orang, dan blok C masih kosong. Pejabat asal Candi itu menjelaska­n, blok C kosong karena sedang diperbaiki. ’’Kami rampungkan dulu perbaikan,” ujarnya.

Sebenarnya, kata dia, jumlah penghuni Flat Pucang meningkat jika dibandingk­an dengan sebelum penurunan tarif. Sebelumnya, blok A hanya dihuni 47 orang. Sekarang penghuniny­a 86 orang. Untuk blok B yang sebelumnya kosong, sekarang sudah ada penghuniny­a. Pihaknya akan terus berusaha mengisi kekosongan itu.

Selain Flat Ngelom dan Pucang, kondisi Flat Bulusidoka­re tidak jauh berbeda. Di kompleks tersebut, terdapat tiga blok. Namun, hanya satu blok yang terisi, yaitu blok B. ’’Penghuni blok B 89 orang,” ujar Budi. Sementara itu, blok A dan C kosong karena rusak.

Menurut dia, status gedung tersebut masih milik pemerintah pusat karena belum dise- jagal liar hadir pada acara sosialisas­i dan reorganisa­si yang diadakan Dinas Pertanian Perkebunan dan Peternakan (DP3) Sidoarjo pada Selasa malam (5/4). ”Pokoknya, kami ingin meningkatk­an kesadaran para jagal,” ujar Kabid Peternakan dan Kehewanan DP3 Sidoarjo Bambang Erwanto kemarin (6/4).

Sebenarnya, kata Bambang, tidak ada istilah RPH liar. Yang tepat adalah pemotongan liar di luar RPH. Dia mengatakan, pemoto- rahkan ke Pemkab Sidoarjo. Pemkab hanya diberi kewenangan untuk mengelola gedung vertikal itu. Untuk memperbaik­i kerusakan, instansiny­a sudah mengirim surat ke Kementeria­n PU dan Perumahan Rakyat. Perbaikan kerusakan tersebut membutuhka­n anggaran sekitar Rp 500 juta. ’’Sudah berkali-kali kami kirim surat,” papar Budi.

Kabid Penyehatan Lingkungan Perumahan dan Permukiman Dinas PU Cipta Karya Sidoarjo Irwan Irzani mengungkap­kan, kerusakan terjadi di bagian toilet karena pengerjaan bangunan kurang bagus. Dia menjelaska­n, semua proses pembanguna­n ditangani pusat. Mulai anggaran, lelang proyek, pekerjaan, hingga pengawasan. Setelah pembanguna­n selesai, pengelolaa­n gedung diserahkan ke pemkab. (lum/c7/oni) ngan liar di luar RPH itu memiliki beberapa ciri. Di antaranya, pemotongan sapi betina yang usianya masih produktif, pemanfaata­n tidak sesuai prosedur, dan tidak ada komunikasi dengan DP3.

Maraknya pemotongan liar di luar RPH itulah yang menjadi sorotan. Penyebabny­a berasal dari dua sisi. Yakni, dari peternak maupun jagal. ”Nakal semua. Yang ditolak di RPH malah markir ke pemotong liar,” jelas Bambang. ( tib/c6/oni)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia