Bus Kota Jauh dari Nyaman
Tak Lagi Diminati, Sulit Diremajakan
SURABAYA – Bus kota masih menjadi moda transportasi masal utama masyarakat Surabaya. Namun, kondisi itu tidak dibarengi dengan peremajaan fasilitas angkutan umum tersebut. Berdasar pantauan di lapangan, masih banyak bus butut yang nekat beroperasi.
Misalnya, yang terlihat di Terminal Purabaya kemarin (11/4). Beragam jenis bus keluaran 80-an terpantau masih mengangkut penumpang. Salah satunya bus jenis DAMRI. Fasilitas mayoritas bus di bawah naungan BUMN itu hanya seadanya. Misalnya, kursi penumpang yang keras serta tidak ber-AC. Bahkan, tidak jarang atap bus bocor saat hujan mengguyur.
Salah seorang sopir mengatakan, bus DAMRI tua masih mendominasi setiap trayek di Surabaya. Bus yang booming di era 90-an tersebut menjadi pilihan utama karena tidak ada pesaing dari perusahaan otobus (PO) lain. ”Kalau dikatakan layak jalan sebenarnya layak, tapi memang belum nyaman bagi penumpang,” ujarnya.
Dia menjelaskan, bila saat panas, penumpang pasti kegerahan karena tidak ada pendingin atau AC. Sedangkan saat hujan, hampir seluruh bus bocor.
Enam bulan sekali, setiap bus harus diuji kir. Namun, pemeriksaan difokuskan pada lampu-lampu dan ban bus. ”Yang saya bawa baru uji kir. Ini sudah dicat luar dalam,” tambahnya. Januari I II 21 13 Februari I II 24 - April I 6 II - III 11 III - III - IV 3 IV 1 IV - Jumlah 48 Jumlah 25 Jumlah 6
Kursi penumpang pun jauh dari rasa nyaman. Sebab, beberapa bus hanya memiliki kursi berbahan plastik yang jelas tidak empuk. Bau oli dan solar juga terasa menyengat karena kerangka bus banyak tambalan.
Salah seorang kru bus kota yang tidak mau disebutkan namanya mengakui bahwa masih banyak bus tidak layak yang mangkal di Terminal Bungurasih, sebutan Terminal Purabaya. Bus yang dioperasikannya, misalnya, kerap mogok karena usia mesin sudah 18 tahun. Namun, anehnya, bus butut tersebut selalu lolos uji kelayakan kendaraan umum di balai uji kir Surabaya.
Kru itu pun mengatakan, pihaknya nekat mengoperasikan bus tidak layak lantaran tuntutan perusahaan. Dalam sehari, dia harus menyetorkan uang Rp 250 ribu kepada PO yang menaunginya. ”Kalau penumpang, jumlahnya stabil. Mereka sudah terbiasa naik bus butut,” ungkapnya polos.
Sutaji, salah seorang penumpang bus kota jurusan Purabaya– Joyoboyo, mengaku tidak nyaman dengan kondisi angkutan umum tersebut. Sebab, selain panas, kursi penumpang terkesan tidak bersih. Pria asal Tanggulangin, Sidoarjo, itu juga kerap basah gara-gara atap bus bocor saat musim hujan. ”Saya sudah lama jadi langganan bus kota,” tuturnya.
Sesuai dengan data di Dinas Perhubungan (Dishub) Surabaya, jumlah bus kota yang beroperasi di Kota Pahlawan sebanyak 274 unit. Namun, armada yang saat ini beroperasi diperkirakan tidak sampai di angka tersebut. Sebab, merujuk pada angka pelanggaran periode Januari–April, jumlahnya cukup tinggi. Yakni, ada 79 unit yang terpaksa dikandangkan atau tidak boleh beroperasi.
Kepala Unit Keamanan dan Ketertiban Terminal Purabaya Hardjo menjelaskan, selama ini pihaknya selalu merazia bus kota. Dalam seminggu, biasanya razia dilakukan dua kali. ”Banyak yang kena tilang. Sanksinya tidak boleh beroperasi hingga mendapat izin uji kir dan kartu pengawasan,” katanya.
Disinggung mengenai banyaknya bus reyot, Hardjo menyatakan bahwa hal tersebut di luar kewenangannya. Menurut dia, surat uji kir diterbitkan Dishub Surabaya. ”Memang kondisinya seperti itu (tidak layak, Red). Tapi, kewenangan kami sebatas razia administratif. Kalau mereka mengantongi izin, kami tidak bisa berbuat apa-apa,” ujarnya. Padahal, lanjut Hardjo, keselamatan penumpang bertumpu pada proses uji kir. (tyo/sal/c7/end)