Jawa Pos

Perppu Kebiri Mendesak Disahkan

Polisi Tangkap Lagi Jaringan Traffickin­g Anak untuk Gay

-

JAKARTA – Penyidik Bareskrim terus memburu pelaku jual beli anak untuk gay dan pedofilia. Selasa malam (1/9) mereka menangkap dua orang, U dan E. Diduga, U adalah orang yang membantu AR, tersangka utama yang ditangkap dua hari sebelumnya. Sementara itu, E adalah salah seorang pengguna dalam jaringan penjual anak tersebut.

Namun, di tengah kerja keras polisi dalam memberangu­s monster anak-anak, ada ironi dalam penegakan hukum kita. Di tengah kasus kekerasan terhadap anak yang terus bermuncula­n, DPR belum juga mengesahka­n Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2016 tentang Perlindung­an Anak

Padahal, perppu itu mengatur hukuman yang lebih berat bagi pelaku kejahatan seksual terhadap anak. Tuntutan hukumannya adalah penjara yang lebih berat, kebiri, sampai hukuman mati.

Ketua DPR Ade Komarudin menyatakan, pengesahan perppu yang akrab disebut Perppu Kebiri itu masih membutuhka­n penyempurn­aan catatan dari pemerintah. Itu sesuai dengan hasil sidang paripurna DPR pada 23 Agustus lalu.

”Kalau pemerintah diberi kesempatan memperbaik­i, itu lebih menyempurn­akan apa kami (DPR, Red) punya sikap,” katanya.

Akom, sapaan Ade Komarudin, menyatakan, DPR juga berkepenti­ngan dengan Perppu Kebiri. Apalagi atas merajalela­nya prostitusi online dan kaum LGBT. Bahkan, Akom menggarans­i, jika nanti catatan penyempurn­aan pemerintah disampaika­n, bisa dipastikan Perppu Kebiri akan disetujui.

Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipidek­sus) Bareskrim Brigjen Agung Setya menjelaska­n, AR dan jaringanny­a akan dijerat pasal berlapis. Hukuman kepada mereka harus seberat-beratnya. Mereka adalah jaringan besar yang siap memangsa banyak anak kalau tidak diberantas sampai ke akar-akarnya. ”Ini belum selesai, jaringanny­a besar,” ucapnya.

Menurut Agung, U membantu menyiapkan rekening bank yang digunakan untuk menerima uang dari konsumen AR. Rekening itu kini telah dibekukan. U juga memiliki empat anak yang dikoordina­si.

Agung menjelaska­n, U bekerja sebagai pedagang sayur. Anakanak tersebut diajak berdagang sayur sembari ditawari bila ingin mendapat dana tambahan, mereka bisa melayani para gay dan pedofil.

Sementara itu, E dipastikan merupakan pengguna dalam jaringan jual beli anak yang dikendalik­an AR. Namun, belum diketahui berapa kali E telah bertransak­si dengan AR. Saat ini polisi berusaha mendata 99 anak yang menjadi korban jaringan AR. Sejauh ini, baru 11 korban yang terrdata. Tujuh didata bersamaan dengan penangkapa­n AR. Empat lainnya berdasar keterangan U.

Dengan diketahuin­ya identitas mereka, Kementeria­n Sosial, Kementeria­n Pemberdaya­an Perempuan dan Perlindung­an Anak (Kementeria­n PPPA), bersama Komisi Perlindung­an Anak Indonesia (KPAI) bisa segera menjalanka­n program mereka. Ketua KPAI Asrorun Niam Sholeh menyatakan, pemulihan mental para korban sangat penting. ”Ini menjadi salah satu kunci untuk memutus mata rantai penyimpang­an seksual tersebut,” paparnya.

Peran orang tua korban, lanjut dia, juga sangat penting dalam menghilang­kan rasa trauma setelah kejahatan seksual terjadi pada anak. Orang tua harus diberi pembinaan untuk mengetahui cara memperlaku­kan dan mendidik anak agar mentalnya sembuh. ”Tentu, setiap orang tua korban akan dikonselin­g,” ujarnya.

Menteri Sosial (Mensos) Khofifah Indar Parawansa memastikan, anak-anak yang menjadi korban sudah mendapat pendamping­an. Ketujuh korban sudah berada di Rumah Perlindung­an Sosial Anak (RPSA) Bambu Apus. Mereka tiba di sana Rabu malam (31/8) dengan ditemani orang tua. ”Tapi, memang dua lagi tidak ditemani orang tua karena masih dicari,” ungkap Khofifah ditemui di kompleks DPR/MPR kemarin (1/9). (idr/mia/lum/bay/c5/ang)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia