Berani Boros karena Banyak Pemasukan
KALAU klub elite Premier League seperti Manchester City, Manchester United, atau Chelsea melakukan pembelian besar-besaran di bursa transfer, itu wajar-wajar saja. Tapi, saat ini klub medioker Inggris pun bisa membelanjakan uang besar di bursa transfer.
Kini klub promosi seperti Burnley saja bisa mengeluarkan dana transfer GBP 10,5 juta (Rp 184,9 miliar) untuk membeli Jeff Hendrick dari klub level kedua Inggris Derby County. ’’Dia (Hendrick) menambah kekuatan lini tengah kami. Berapa pun bakal kami bayar demi dia,’’ sebut pelatih Burnley Sean Dyche kepada Sky Sports.
Burnley adalah satu di antara 13 klub Premier League yang memecahkan rekornya di bursa transfer. Selain Burnley, klub medioker lainnya adalah Bournemouth, Hull City, Sunderland, Crystal Palace, West Bromwich Albion, Watford, dan Swansea City. Bersama klub-klub itu, total Premier League membelanjakan uang mencapai GBP 1,165 miliar atau Rp 2,7 triliun
Menurut BBC, nominal itu sudah bisa memecahkan rekor belanja termahal Premier League dalam enam musim terakhir. Premier League pun jauh melebihi pengeluaran klubklub di La Liga, Serie A, Bundesliga, dan Ligue 1 pada musim panas ini.
Khusus menjelang deadline penutupan bursa transfer musim panas kemarin saja, klub-klub Premier League, menurut catatan Deloitte, menghabiskan uang di angka GBP 155 juta (Rp 2,7 triliun). Itu jauh lebih besar daripada borosnya belanja sebelum deadline musim panas 2013 yang mencapai GBP 140 juta (Rp 2,46 triliun).
Mengapa? ’’ Peningkatan pemasukan dari hak siar pada mu sim 2016– 2017 menjadi pendorong utama dari kekuatan belanja ini,’’ kata salah seorang analis yang menjadi rekanan Deloitte, Dan Jones. Ya, hak siar televisi Premier League periode 2016–2019 mencapai GBP 5,1 miliar (Rp 89,8 triliun). Dari yang periode sebelumnya di angka GBP 3,196 miliar (Rp 56,3 triliun).
Klub-klub Premier League musim ini pun minimal bisa meraup GBP 97 juta (Rp 1,7 triliun) di akhir musim ketika hanya mengakhiri kompetisi di posisi terbawah. ’’Klub-klub pun saat ini lebih berani berinvestasi secara signifikan di bursa transfer musim panas,’’ lanjut Jones.
Mantan winger Inggris Trevor Sinclair secara terpisah menyebut wajar apabila musim ini hak siar televisi klub-klub Premier League melonjak. Sebab, secara rating di Eropa, kompe- tisi kasta teratas Liga Inggris itu lebih baik. ’’Orang-orang cenderung lebih ingin menonton Premier League,’’ katanya.
Bukan hanya minat belanja yang menjadi efek dari kenaikan pemasukan dari hak siar televisi tersebut. Besaran gaji yang akan diterima pemain tiap klub Premier League pun, menurut dia, bakal ikut terdongkrak. ’’Sebab, pemainlah yang membuat pemasukan klub di sisi finansial ini meningkat,’’ ucap Sinclair.
Untuk musim 2016–2017 ini, secara sistematis jumlah uang yang didapat klub juara Premier League lebih besar. Yaitu GBP 146 juta (Rp 2,57 triliun). Namun, dasar prestasi klub bukan satu-satunya indikator untuk menentukan besaran pemasukan dari sisi hak siar yang diterima klub.
Jumlah pertandingan yang disiarkan Sky dan BT Sport juga ikut berpengaruh. Itu terjadi dalam kasus Arsenal musim lalu. The Gunners –julukan Arsenal– hanya finis di posisi kedua klasemen akhir Premier League. Tetapi, pemasukan hak siarnya melebihi Leicester City sebagai juara Premier League.
The Foxes –julukan Leicester– hanya mendapat GBP 93,2 juta (Rp 1,64 triliun). Bandingkan dengan Arsenal yang sampai mendapatkan pemasukan hak siar di angka GBP 100,9 juta (Rp 1,77 triliun). Penyebabnya, Arsenal paling banyak disiarkan musim lalu.
Daily Mail mencatat, pertandingan Premier League Arsenal ditayangkan 27 kali. Satu laga lebih banyak jika dibandingkan dengan United. Di bawah United ada City yang disiarkan 25 pertandingan. Lantas, Liverpool dan Chelsea berturut-turut disiarkan 23 dan 22 kali. (ren/c19/ham)