Kapolri Geber Inovasi Pelayanan Publik
SURABAYA – Masyarakat dalam waktu dekat bisa mendapat pelayanan kepolisian yang lebih baik. Kapolri Jenderal Tito Karnavian mendorong polda dan polres untuk membuat inovasi pelayanan publik yang lebih memudahkan. Untuk menjamin ter- laksananya hal itu, Tribrata-1 (sebutan Kapolri) bakal menerapkan reward and punishment bagi yang berhasil dan gagal.
Hal tersebut disampaikan Tito dalam dialog Jawa Pos Group di ruang Semanggi, Gedung Graha Pena, Surabaya, kemarin (2/9). Forum tersebut dihadiri sejumlah perwira tinggi Mabes Polri, Kapolda Jatim Irjen Anton Setiadji, serta pimpinan media massa di bawah Jawa Pos Group dari seluruh Indonesia
Tito menyatakan, masyarakat saat ini membutuhkan pelayanan polisi yang cepat. Untuk itu, polda dan polres harus membikin inovasi dalam hal pelayanan publik melalui digitalisasi. Misalnya, pembuatan SIM online, STNK online, dan SKCK online. ”Semakin cepat semakin baik,” katanya.
Dengan terobosan tersebut, masyarakat tidak perlu lagi bingung saat akan membuat laporan ke polisi. Pelaporan bisa dilakukan dengan sangat mudah. Pelapor cukup mengisi form yang disediakan secara online. ”Sekarang tidak ada lagi laporan yang pakai mobil dilayani cepat, yang nyeker ( tidak pakai alas kaki, Red) disuruh duduk lama tidak dilayani,” tegas Tito.
Mantan kepala Badan Penanggulangan Terorisme (BNPT) tersebut menegaskan, inovasi seperti itu tidak dilarang. Sebab, hal itu tetap merujuk pada konsep pembangunan Polri sesuai dengan rencana dan strategi yang sudah ditetapkan. Inovasi tersebut bisa dilakukan di tingkat polda maupun polres. Salah satu inovasi yang pernah muncul tapi masih akan tetap dijalankan Tito adalah quick response time.
Karena itulah, dia menantang polda dan polres untuk membikin sistem quick response yang lebih baik. ”Kalau bisa baik, saya mau datang. Saya ingin lihat kenapa bisa begitu. Saya akan ambil tanpa malu untuk diterapkan di polda yang lain,” ucapnya.
Tito menambahkan, Polri memiliki 61 program yang diken- dalikan dari Mabes Polri untuk mengawasi semua di daerah. ”Akan terlihat polda dan polres yang eksekusinya kurang dilaksanakan. Mana juga yang bagus. Pokoknya, reward and punishment akan diterapkan,” tegasnya.
Dia menyatakan, Polri juga memiliki kebijakan yang sekarang disosialisasikan untuk meningkatkan kepercayaan publik ke Polri. Sebab, saat ini tren kepercayaan publik terhadap polisi cenderung menurun. Hal itu berdampak negatif terhadap Polri, bangsa, serta negara. Padahal, Polri merupakan lembaga vertikal terbesar yang memiliki jaringan mulai pusat hingga daerah. Memiliki 430 ribu personel, 33 polda, 500-an polres, 5.000-an polsek, dan 70 ribu personel babinkamtibmas yang tersebar di hampir seluruh desa dan kelurahan di Indonesia. Tito menganggap, kondisi tersebut menjadi ironis dengan menurunnya tingkat kepercayaan masyarakat.
Menurut dia, problem utamanya adalah belum maksimalnya kinerja. Misalnya, pelayanan publik, penegakan hukum di bidang reserse yang masih banyak komplain, kamtibmas, serta kerusuhan masal yang bahkan melibatkan kepolisian.
Selain itu, ada kultur di lingkungan organisasi dan individual Polri yang negatif di mata publik. Misalnya, perilaku koruptif, arogansi kekuasaan, dan kekerasan yang berlebihan. ”Ini poin yang membuat publik kurang simpatik. Kami berusaha menaikkan kembali. Jangan sampai turun terus,” ujarnya.