DPR Gulirkan Lagi Dana Aspirasi
Aktivis Gugat UU MD3
JAKARTA – Setelah sempat menjadi kontroversi, kalangan DPR mewacanakan lagi penggelontoran dana aspirasi dalam Rancangan APBN 2017. Tentu saja rencana tersebut membuat sejumlah pihak geram. Para penolak dana aspirasi kini menyiapkan gugatan pasal 80 UndangUndang (UU) MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) yang menjadi dasar usulan dana aspirasi.
Peneliti Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Fitra) Apung Widadi memastikan bahwa pihaknya akan mengajukan uji materi ( judicial review) atas pasal tersebut. Saat ini pihaknya baru menyiapkan draf. ”Mungkin sebulan lagi persiapan JR ( judicial review),” ujarnya kemarin (2/9).
Apung menilai kalimat DPR berhak mengusulkan dan memperjuangkan program pembangunan dapil pasal itu sangat ambigu. Di satu sisi, tidak ada definisi kuat untuk menjustifikasi DPR menerima dana aspirasi. Namun tetap memberikan peluang. ”Dari pembahasan itu, ditafsirkan DPR seolah-olah itu adalah uang. Pembangunan ke daerah adalah uang,” ujarnya.
Meski dalam implementasinya dana tersebut dijalankan pemerintah daerah, dalam praktiknya DPR mengontrol proses itu. ”Kemudian menarik fee 7 sampai 10 persen,” ucapnya. Hal itu, lanjut Apung, terlihat dalam kasus Damayanti Wisnu Putranti dan I Putu Sudiartana yang belakangan terungkap KPK.
Apung juga berharap Presiden Jokowi menolak usulan tersebut. Persis dengan apa yang diperlihatkannya saat baru dilantik. Apalagi, saat ini pemerintah tengah dihadapkan pada keuangan negara yang mengalami defisit.
Sebagaimana diketahui, dalam rapat kerja dengan Menteri Keuangan Sri Mulyani Kamis (1/9), Ketua DPR Ade Komarudin sempat menyampaikan keinginannya agar dana aspirasi bisa diakomodasi dalam RAPBN 2017. Dia beralasan, anggota DPR membutuhkan dana untuk merealisasikan janji politiknya.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Lucius Karus mendukung penuh langkah Fitra untuk melakukan uji materi ke Mahkamah Konstitusi. Dia sependapat bahwa pasal 80 UU MD3 merupakan penyebab adanya dana aspirasi.
”Pasal tersebut yang melegalkan keinginan DPR untuk memperjuangkan dana aspirasi ini,” ujarnya. Padahal, lanjut Lucius, konsep dana aspirasi bertentangan dengan perintah UUD 1945. Yakni, DPR bukan lembaga eksekutif yang berhak mengelola anggaran. Lucius menduga dana aspirasi sebagai bentuk pendomplengan yang dilakukan anggota DPR untuk tetap bisa berinteraksi dengan para konstituen. Dengan adanya alokasi dari anggaran negara, anggota DPR dimudahkan saat berkunjung ke dapilnya. ”Karena andalan mereka (untuk dekat dengan masyarakat, Red) di uang saja,” imbuhnya.