Pajak Kayu Hambat Ekspor Mebel
SURABAYA – Industri mebel dan kerajinan di Jawa Timur mengalami pertumbuhan ekspor 6,11 persen pada semester pertama tahun ini. Kinerja ekspor disebabkan peningkatan permintaan dari pasar Amerika Serikat (AS) dan Eropa sekitar 10–15 persen.
Ketua Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Jawa Timur Nur Cahyudi mengatakan, nilai ekspor mebel dan kerajinan dari Jatim pada paro tahun ini mencapai Rp 630,5 juta. Pada periode yang sama tahun lalu, nilainya hanya USD 504,2 juta.
Separo nilai ekspor mebel dan kerajinan asal Jatim disumbang pasar AS. Sementara itu, pasar Eropa berkontribusi sekitar 30 persen.
Meski demikian, Nur Cahyadi memproyeksi nilai ekspor mebel dan kerajinan nasional hingga akhir tahun akan stagnan di kisaran USD 1,8 miliar. Hingga akhir Agustus, nilai ekspor mebel dan kerajinan nasional mencapai USD 1,2 miliar. Artinya, target nilai ekspor USD 2,5 miliar yang dipatok Kementerian Perdagangan diprediksi tak tercapai.
Salah satu penyebab stagnansi nilai ekspor adalah berkurangnya modal kerja akibat pemberlakuan pungutan pajak pertambahan nilai (PPN) untuk bahan baku kayu mebel dan kerajinan sebesar 10 persen. ’’Awalnya, hanya kayu yang berbentuk kotak kena PPN. Tetapi, sekarang kayu log juga kena pajak,’’ imbuh Bendahara HIMKI Jatim Chairil Muchtar.
Industri juga terkendala fluktuasi harga bahan baku kayu. Kenaikan harganya setiap tahun 10–15 persen. ’’Padahal, produsen susah menaikkan harga jual mebel dan kerajinan dari kayu,’’ terang Choiril.
Selesainya pembangunan infrastruktur pelabuhan ekspor di kawasan timur Indonesia diprediksi berpengaruh terhadap nilai ekspor mebel dan kerajinan Jawa Timur. Alasannya, ekspor mebel asal Sulawesi, Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, dan Papua saat ini masih dilakukan dari Surabaya. Industri mebel Papua bertumbuh pesat berkat limpahan pasokan kayu merbau dan matoa. (vir/c19/noe)