Jawa Pos

Berharap Ada Tribun Bernama Pamoedji

Napak Tilas Keluarga Pamoedji, Pendiri Persebaya Surabaya

- DIAR CANDRA, Surabaya

Pamoedji dan Paijo tercatat sebagai pendiri Soerabhaia­sche Indonesisc­he Voetbal Bond (SIVB) yang merupakan cikal bakal Persebaya. Kemarin (2/9) anak-anaknya menapaktil­asi centrum-centrum sepak bola di Kota Pahlawan ini.

MATAHARI belum seberapa terik ketika tiga anak PamoedjiRA Soedjirah berkunjung ke pemakaman Pegirian, Surabaya, kemarin (2/9). Masih sekitar pukul 08.10. Si sulung Endang Sulistya Ratih muncul pertama di gerbang pemakaman, lalu diikuti adik- nya, Endang Sasmito Indah. Si bungsu Priatmo Adji tiba paling belakangan.

Lies –sapaan Endang Sulistya Ratih– yang berusia 76 tahun berjalan pelan dengan menggunaka­n tongkat dan digandeng Ientje –sapaan Endang Sasmito Indah. Adji bersama istri mengekor dua kakaknya tersebut sambil menenteng beberapa kantong plastik hitam berisi bunga.

Untungnya, untuk menuju makam pendiri Persebaya itu tidak perlu berjalan jauh. Makam Pamoedji dan istri berada di deretan paling depan kompleks pemakaman di kawasan Surabaya Utara itu sehingga gampang dijangkau.

Selain cungkup Pamoedji-RA Soedjirah, empat kerabat plus satu putra Pamoedji-RA Soedjirah, Prijono Sigit, diistiraha­tkan di lokasi itu

Sebagai tetenger makam keluarga, kerabat Pamoedji-RA Soedjirah menembok memutar empat makam tersebut.

Setelah membaca Al-Fatihah, Al-Ikhlas, Al-Falaq, dan An-Nas masing-masing tiga kali, keempatnya menaburkan bunga di atas makam mantan residen Surabaya dan istrinya itu.

’’ Ibuku senenge mlati (Ibu saya suka bunga melati, Red). Nek bapak senenge mawar (Kalau bapak, sukanya bunga mawar, Red),’’ ucap Lies. Setelah menabur bunga, air yang disediakan juru kunci dikucurkan di atas makam tersebut.

Lies mengisahka­n, dirinya baru mengetahui ayahnya itu pendiri SIVB malah lima tahun belakangan. Sebab, dalam memori Lies, Pamoedji tidak pernah bercerita secara detail soal perserikat­an sepak bola pribumi Surabaya yang didirikan pada 18 Juni 1927 tersebut.

’’Pokoknya bapakku itu seneng olahraga. Olahraga opo wae iso (apa saja bisa, Red),’’ ucap Lies. ’’Mulai bal-balan (sepak bola, Red), badminton, hingga tinju,’’ tambah motor organisasi difabel Yayasan Siswa Terpadu Jakarta itu.

Ketika ramai-ramai diberitaka­n soal nama pendiri SIVB yang kemudian menjadi Persebaya adalah ayahnya, bergeloral­ah semangat Lies. Sebagai arek Suroboyo, dia tidak menyangka bahwa dalam DNAnya ada jejak Persebaya.

Persinggun­gan keluarga besar Pamoedji dan Persebaya itu tidak terlepas dari kerja keras Dhahana ’’Ipung’’ Adi. Ipung yang merupakan penggiat histori Surabaya baru menemukan jejak keluarga Pamoedji akhir tahun lalu.

Penulis buku Surabaya Punya Cerita pada awalnya penasaran dengan makam Wali Kota Mustajab. Kemudian, ketika ke makam Pegirian, Ipung bertambah penasaran dengan adanya ma- kam Residen Kedua Surabaya Pamoedji.

’’Saya menyusur sumber sampai KITLV di Belanda untuk memastikan bahwa Pamoedji ini adalah benar pendiri SIVB juga Persebaya,’’ ucap Ipung.

Nah, setelah mengunjung­i makam ayah ibunya, Lies, Ientje, dan Adji mengunjung­i ’’kuil’’ Persebaya di Tambaksari, Stadion Gelora 10 Nopember. Meski ketika kecil mereka akrab dengan stadion yang digunakan untuk PON VII/1969 tersebut, ketika datang kemarin mereka merasa aura stadion masih sama dengan puluhan tahun lalu.

Ientje yang merupakan anak keenam Pamoedji mengingat pada era 1960-an berlatih voli di Gelora 10 Nopember. Ketika itu, Ientje yang bergabung dengan klub voli Eagles Surabaya sering berlatih siang-siang di stadion tersebut.

’’Saya nonton Persebaya atau Niac Mitra di pinggir lapangan. Saking penuhnya stadion ini, saya hanya bisa nonton di sentelban,’’ kata perempuan berusia 66 tahun tersebut. Dia adalah satu-satunya anak Pamoedji yang tinggal di Surabaya.

Sementara itu, Adji yang merupakan anak bungsu Pamoedji mengungkap­kan bahwa keluarga besarnya punya harapan seandainya ada apresiasi bagi pendiri klub kebanggaan arekarek Suroboyo itu. Misalnya, memberi salah satu tribun di Gelora 10 November dengan nama Tribun Pamoedji.

Sementara itu, sebagai pemungkas napak tilas perjalanan Lies, Ientje, dan Adji kemarin, mereka mampir ke mes Persebaya. Tempat tinggal pemain Persebaya itu, meski wajahnya sedikit tidak terurus, banyaknya piala dan penghargaa­n di dalam mes membuat klub tersebut tidak kehilangan pamornya.

’’Saya tahu ini beberapa foto wajah pemain-pemain Persebaya. Persebaya memang klub besar dengan banyaknya pemain legendaris buat Indonesia dan Surabaya,’’ kata Adji.

 ?? DIPTA WAHYU/JAWA POS ?? MEMORI: Dari kiri, Dhahana Adi, Ny Priatmo Adji, Endang Sulistya Ratih, Endang Sasmito Indah, dan Priatmo Adji di depan Wisma Persebaya kemarin (2/9).
DIPTA WAHYU/JAWA POS MEMORI: Dari kiri, Dhahana Adi, Ny Priatmo Adji, Endang Sulistya Ratih, Endang Sasmito Indah, dan Priatmo Adji di depan Wisma Persebaya kemarin (2/9).

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia