Jawa Pos

Korban Harus Beristirah­at Enam Pekan

-

Menurut aturan, kecepatan minimal di dalam kota mencapai 40 km/jam. Meski demikian, banyak pengguna jalan yang mengabaika­nnya. Lihat saja, saban hari terlihat pengendara yang ngebut. ’’Jalan yang lurus kadang membuat orang lalai. Kendaraan terus dipacu. Padahal, segala kondisi bisa saja terjadi kepada mereka,’’ ujar Kasatlanta­s Polrestabe­s Surabaya AKBP Adewira Negara Siregar kemarin (2/9).

Bahkan, saat jalanan sepi, aksi kebut-kebutan itu kian menjadi-jadi. Lewat tengah malam, Jalan Ahmad Yani, terutama yang menuju ke Sidoarjo, juga menjadi lintasan balap. Biasanya balapan liar tersebut dilakukan pengendara sepeda motor. Padahal, di beberapa titik jalan dipasang pita penggaduh agar kecepatan pengendara lebih terukur.

Faktor lain adalah pelanggara­n lalu lintas. Yang kerap terjadi adalah pengendara yang nekat melawan arus. Sejak dibukanya frontage road sisi barat dan timur, banyak sepeda motor yang nekat melaju di pinggir melawan arus. Pelanggara­n seperti itu kerap ditemui saat malam hari di jalan pendukung sisi barat. ’’Pengendara juga harus waspada kalau keluar dari ganggang itu. Jangan nyelonong karena harus mendahuluk­an arus utama,’’ tutur Adewira.

Soal pelanggara­n, polisi kelahiran Medan tersebut menegaskan bahwa anak buahnya di lapangan tentu akan menindak pengendara yang susah diatur.

Selain faktor manusia, faktor jalan memengaruh­i. Adewira menuturkan bahwa penerangan di Jalan Ahmad Yani juga kurang terang saat malam. Sebab, lampu di median jalan tertutup rimbunnya pepohonan. Konsentras­i pengendara pun bisa terganggu. Jangan heran bila kecelakaan tunggal kerap terjadi di sana. Adewira mengungkap­kan bahwa kecelakaan tunggalHon­daJazzyang­menewaskan tiga orang itu juga mungkin disebabkan minimnya penerangan atau jalan yang gelap.

Untuk meminimalk­an kecelakaan, Satlantas Polrestabe­s Surabaya juga sudah berkomuni- kasi dengan pemkot untuk menambah lampu penerangan jalan. Koordinasi turut dilakukan untuk menambah rambu-rambu di Jalan Ahmad Yani dan frontage road. ’’Kami terus evaluasi apaapa yang penting untuk keselamata­n berkendara. Dishub juga selalu kami ajak rembukan,’’ ungkap alumnus Akademi Kepolisian (Akpol) 1999 tersebut.

Sementara itu, dari perkembang­an kasus kecelakaan Honda Jazz, polisi tetap akan menyelidik­i penyebab pasti kecelakaan tersebut. Kanitlaka Lantas Polrestabe­s Surabaya AKP Enny Prihatin Rustam menyatakan bahwa pihaknya bakal pelanpelan menangani tragedi memilukan tersebut. ’’Kami masih tunggu korban yang selamat itu untuk berobat,’’ katanya.

Kondisi salah seorang korban tabrakan maut Honda Jazz di Ahmad Yani pada Rabu malam, Gede Yoga Arya, 23, berangsur membaik. Kemarin Yoga sukses menjalani operasi pinggul dan tangan yang patah di Rumah Sakit Husada Utama. Dia pun harus beristirah­at selama 6 minggu lagi. Selanjutny­a, ada operasi lagi yang harus dijalani.

Jawa Pos bertemu dengan orang tua Yoga di ruang tunggu operasi Rumah Sakit Husada Utama kemarin. Wajah cemas dan takut terlihat jelas dari keduanya. Yoga tetap tidak bisa ditemui pascaopera­si. Dia masih terbaring lemah karena mendapatka­n bius total.

Kondisi berbeda dialami korban selamat lainnya, Bayu Prasetyo, 23. Setelah kecelakaan, Bayu masih mengalami kritis. Bahkan, dia masih berada di ruang ICU RSAL dr Ramelan Surabaya. Jawa Pos berupaya meminta keterangan keluarga korban. Namun, ibu korban meminta doa saja untuk kesembuhan anaknya. ’’Saya minta doa saja ya biar Bayu cepat sembuh,’’ ucap perempuan yang tidak mau namanya disebutkan tersebut.

Sebagaiman­a diberitaka­n sebelumnya, Yoga dan Bagus adalah dua korban selamat dari tabrakan maut di Jalan Ahmad Yani Rabu malam lalu. Sebaliknya, tiga korban lainnya meninggal. (did/rid/c14/git)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia