Turis Prancis Kepincut gara-gara Lihat dari Kereta
Hanya dalam dua bulan, Kampung Jodipan di Kota Malang, Jawa Timur, berubah menjadi kampung molek. Penuh gambar warna-warni. Itulah hasil kreasi delapan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) yang menyulap kawasan kumuh itu menjadi surga wisata.
KALAU mentari sudah merambat naik, warna-warni Jodipan jadi tampak jelas. Itu juga pertanda bagi warga untuk melakukan aktivitas baru mereka. Kios-kios dibuka. Para tukang parkir mulai bersiap di pinggir jalan. Ibu-ibu menggelar dagangan persis di halaman rumah mereka. Semakin siang, pengunjung kian ramai berdatangan. Sehari bisa sampai 600 orang yang mengunjungi Jodipan
Geliat aktivitas anyar itu juga dirasakan Herlinaning, warga RT 7 Kelurahan Jodipan, Kecamatan Blimbing, Kota Malang. Dia siap bertugas sedari pagi. Yakni, menunggui ”loket” pengunjung kampungnya. Jangan bayangkan loket itu sebagai ruang kaca dengan lubang kecil tempat mengulurkan tiket dan duit. Loket itu kadang hanya berwujud dingklik (kursi, Red) plastik di mulut gang. Harga tiketnya juga murah meriah. Cuma 2 ribu perak.
Di situ Herlinaning bisa duduk seharian. Mulai pukul 06.00 sampai 15.00. ”Sebelumnya saya nganggur di rumah,” katanya kepada Jawa Pos Rabu (31/8).
Ada apa dengan Jodipan? Mampirlah ke Kota Malang. Lalu, melintaslah di Jalan Gatot Subroto. Jalan itu membentang dari utara ke selatan, persis di atas Kali Brantas yang melintang dari barat ke timur. Orang Malang menyebutnya sebagai Jembatan Embong Brantas. Kadang disebut juga Buk Gluduk.
Nah, pemandangan elok itu akan langsung menyembul di sisi timur jembatan. Nun jauh di bawah, pada lereng yang menjadi bantaran kali. Terlihat hamparan warna-warni pada petak-petak rumah yang bersusun. Tembok, atap, jalanan gang, kandang ayam, tiang jemuran, sampai karung-karung penahan banjir, semua dicat. Warna-warni. Bak pelangi.
Jodipan juga bisa disaksikan tatkala Anda naik kereta jurusan Malang–Blitar. Beberapa saat setelah keluar dari Stasiun Malang Kotabaru, kereta akan melintas pada sebuah jembatan rel.
Kampung Jodipan akan terlihat jelas belasan meter di bawah kaki Anda. Mirip seperti Favela Santa Marta di Rio de Janeiro, Brasil. Atau kota-kota Cinque Terre di tebing Pantai Riviera, Italia. Bikin kepincut orang yang melihat.
Rasa itulah yang dialami Guillame Gesippe dan Isabelle Forner. Pasangan turis berkebangsaan Prancis tersebut jatuh cinta pada pandangan pertama kepada Jodipan. Yaitu, saat kereta yang mereka tumpangi melintas di atas jembatan Sungai Brantas. Penasaran, mereka pun turun untuk melihat lebih dekat kampung elok itu.
”Kenapa kalian mengecat rumah-rumah seperti ini?” tanya Guillame saat bertegur sapa dengan Jawa Pos dan Salis Fitria, satu di antara delapan mahasiswa UMM penggagas kampung warna-warni tersebut.
Salis pun memberikan penjelasan singkat. ”Dulunya ini perumahan kumuh. Kami lalu mencoba membuatnya lebih bersih,” tutur Salis dalam bahasa Inggris. Guillame menganggukangguk. Menurut dia, Kampung Jodipan terlihat sangat cantik. Dia mengaku belum pernah melihat permukiman seperti Jodipan.
Selain warga, Salis dan tujuh kawannya punya kesibukan baru. Yakni, mengantar orang-orang yang ingin berwisata ke Jodipan. Setiap hari ada saja yang datang. Wartawan, pejabat, hingga anak-anak muda. Setelah Guillame berlalu, Salis pun mengantar Jawa Pos bertemu kawan-kawannya. Mereka adalah Nabila Firdausiyah, Dini Anggraeni, Wahyu Fitri Aningtyas, Elmi Rukhiatun Nur Aidah, Ira Yulia Astutik, Ahmad Wiratman, dan Fahd Abdallah Ramadhan. Para mahasiswa UMM itu menamakan diri tim Guys Public Relations (GuysPro).
Jika tidak sedang ada kuliah atau tugas lain, mereka pergi ke Jodipan yang berjarak 20 menit perjalanan dari kampus. Anak-anak muda itu berkumpul di rumah nomor 24B di muka gang RT 7. Rumah itu jadi semacam base camp mereka. Bergantian, mereka melayani setiap tamu atau wisatawan yang datang.
”Kemarin ada orang Belanda mampir karena melihat ada gang warna-warni,” tutur Nabila, ketua tim GuysPro.
Saat Jawa Pos berkunjung, Nabila cs tampak sedang sibuk melakukan berbagai persiapan untuk acara peresmian Kampung Jodipan ”baru” hari ini (4/9). Dijadwalkan Wali Kota Malang Mochamad Anton (Abah Anton), Rektor UMM Fauzan, Vice President PT Intidayaguna Anekawarna Steven A. Sugiharto (penyokong proyek ini), serta pejabat Muspida Malang akan hadir.
Jodipan sejatinya bukan kawasan kumuh. Memang, kampung itu terletak di tebing selatan bantaran Sungai Brantas. Jalanan kampungnya juga sempit-sempit. Berundakundak. Berliku-liku seperti labirin. Beberapa anak tangga nyaris setinggi dengkul. Kemiringannya bisa mencapai 45 derajat. Kalau tidak biasa, pengunjung bisa ngos-ngosan saat menjelajahi Jodipan.
Meski begitu, Kampung Jodipan sudah punya modal kuat. Mereka bersih. Rumahrumahnya bertembok dan berlantai keramik. Gang-gangnya juga rapi berkat batu hias serta paving stone. Bak gadis, kontur wajahnya sudah oke. Tinggal diberi gincu dan pupur agar tambah cling…!
Nah, ide merias Jodipan itulah yang lahir dari benak anak-anak GuysPro. Semua bermula saat mereka pusing memikirkan tugas kelompok kuliah public relation (PR). Mereka harus mampu menggandeng sebuah perusahaan, lalu mengonsep event yang mampu meningkatkan kapasitas perusahaan mitra.
GuysPro kemudian memasukkan proposal proyek ke PT Intidayaguna Anekawarna alias Indana. Tertarik, Vice President PT Indana Cabang Malang Steven A. Sugiharto menjadwalkan presentasi.
Sambil malu-malu, mereka menumpahkan ide mereka di hadapan Steven dan Yudhi Sugiharto, pimpinan Indana Malang. Waktu itu, yang presentasi adalah Nabila, Elmi, Wira, dan Ira. Mereka menggagas program pengecatan kampung, kata Elmi, untuk memacu kesadaran warga akan pentingnya kebersihan dan kerapian.
Gayung bersambut. Indana pun bersedia menggelontorkan dana CSR ( corporate social responsibility) kepada Nabila dan kawankawan. Bantuannya berupa 2 ton cat. Proyek pun segera dieksekusi. Mula-mula dengan menggerakkan warga untuk bekerja bakti membersihkan tembok serta jalan-jalan sekitar kampung. Untuk mengawasi, Steven mengutus Very Fadli, staf dokumentasi produsen cat Decofresh itu.
Namun, beberapa hari setelah kerja bakti, Steven mendapat laporan dari Very bahwa proyek mandek. Penyebabnya, tidak ada waktu bagi warga untuk melakukan pengecatan. Pada hari aktif, mayoritas warga berada di luar rumah untuk bekerja. Karena itu, pengecatan hanya bisa dilakukan pada hari Minggu.
Kepalang basah, PT Indana terpaksa mengerahkan 12 tukang untuk melakukan pengecatan, dibantu beberapa warga dan tim GuysPro. Biaya pun membengkak. Untuk pengecatan struktur dan atap-atap yang tinggi, Steven meminta bantuan Batalyon 464 Pasukan Khas (Paskhas) TNI-AU Malang.
Baru 30 persen pengecatan berlangsung, Jodipan sudah terlihat berwarna-warni dari atas Jembatan Embong Brantas. Pengunjung, terutama anak muda, mulai berdatangan untuk berfoto selfie. Melihat peluang bisnis, Steven pun meminta make-over Jodipan dimaksimalkan. Pengecatan rampung pada pertengahan Agustus lalu. Total 3 ton cat dihabiskan. Hasilnya, wilayah RT 6, 7, dan 9 di RW 2 Jodipan menjadi berwarna-warni dalam 45 hari kerja.
Steven tidak berhenti di situ. Beberapa bulan ke depan, dia merencanakan untuk mengecat pula kampung di seberang Jodipan. Yaitu, Kampung Kesatrian. Namun, konsepnya berbeda. Kesatrian akan jadi surga lukisanlukisan tiga dimensi. ”Kalau Jodipan kampung warna-warni, Kesatrian akan jadi kampung tridi (tiga dimensi, Red),” ujarnya.
Selain itu, PT Indana berencana menjadikan Jodipan sebagai maskot produk mereka. Foto Jodipan akan terpampang di semua lini promosi. Baliho, spanduk, kaleng cat, reklame, hingga amplop surat. ”Kami juga akan usahakan membangun jembatan yang menghubungkan kedua sisi kampung itu,” tutur Steven.
Wali Kota Malang Mochamad Anton berambisi memperkenalkan ikon baru Kota Malang itu kepada para sejawatnya di Apeksi. ”Insya Allah, pada 2017 wali kota se-Indonesia saya undang ke sini,” katanya. (*/c10/dos/ari)