Digitalisasi Layanan Makin Bikin Pede
Kesadaran berasuransi memang meningkat. Meski demikian, masih ada stigma di benak sebagian orang bahwa asuransi itu complicated alias rumit. Karena itu, pelaku industri melakukan gebrakan dengan digitalisasi layanan agar nasabah merasa aman dan nyaman.
PELAKU industri optimistis laju bisnis asuransi terus tumbuh setiap tahun. Bahkan, dua tahun belakangan ini, kondisi perekonomian Indonesia terbilang stagnan. Berdasar laporan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI), total premi asuransi jiwa pada 2015 sebesar Rp 128,66 triliun, naik dari total premi 2014 Rp 121,62 triliun. Tahun ini pertumbuhannya diperkirakan mencapai 20 persen dari pendapatan premi 2015. ’’Kami melihat pasar Indonesia masih memiliki potensi besar untuk memasarkan asuransi. Terutama dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat terhadap asuransi. Kami yakin penetrasi asuransi juga akan meningkat,’’ ujar Head of Market Management Allianz Indonesia Karin Zulkarnaen. Merujuk data AAJI, asuransi yang biasanya dipilih kaum urban adalah produk unit link. Pada kuartal II 2016, proporsi produk unit link masih 51,2 persen dari seluruh pendapatan premi secara industri. Unit link merupakan produk yang mempunyai dua manfaat sekaligus. Yaitu, proteksi dan investasi. Jadi, masyarakat bisa merasakan manfaat proteksi yang komprehensif dan melakukan investasi sesuai dengan kebutuhan. Meski begitu, masih banyak masalah yang dihadapi para nasabah asuransi sehingga pertumbuhannya tidak sebanding dengan potensi. Menurut Karin, masalah terbesar dari masyarakat adalah persepsi produk asuransi sebagai sesuatu yang complicated. Pemikiran itu muncul seperti susahnya membeli asuransi. Ada pula problem lain. Misalnya, saat sudah sadar berasuransi dan ingin membeli, masyarakat terkendala dengan sulitnya mencari tenaga pemasar asuransi yang tepercaya. ’’Gaya hidup masyarakat lebih konsumtif membeli gadget ketimbang membeli produk asuransi. Bagi mereka, memiliki produk asuransi belum menjadi prioritas utama. Itulah salah satu masalah,’’ terang Karin.
Selain edukasi kesadaran berasuransi, pelaku usaha berfokus memberikan kemudahan layanan kepada nasabah, terutama dalam bentuk layanan digital. Mereka terus melengkapi layanan digital bagi nasabah sekaligus melakukan transformasi teknologi secara internal perusahaan. ’’Layanan digital hadir untuk memudahkan masyarakat,’’ tuturnya.
Solusi itu diberikan mengingat masyarakat telah menjadikan internet sebagai sumber utama informasi. Dengan solusi digital, pelaku usaha asuransi dapat segera memenuhi kebutuhan nasabah. Mereka percaya bahwa nasabah asuransi menaruh kepercayaan besar kepada perusahaan asuransi yang memberikan perlindungan dan layanan terbaik.
Beberapa contoh layanan digital asuransi adalah kemudahan membayar premi melalui cara autodebit rekening atau kartu kredit, mesin ATM, internet banking, maupun pembayaran virtual account. Strategi digital lain adalah pengalaman menggunakan aplikasi digital saat membeli dan memiliki polis asuransi, termasuk ketika melakukan renewal pada polis. Dengan demikian, nasabah dapat membayar premi melalui mobile phone di mana saja dan kapan saja.
Ada pula yang menyediakan jalur komunikasi secara digital sehingga nasabah bisa terus mendapatkan informasi mengenai polis mereka maupun informasiinformasi asuransi lainnya.
’’ Transformasi digital bisa digunakan untuk mempercepat proses registrasi pendaftaran, pembayaran premi, dan pengajuan klaim nasabah,’’ papar Karin.
Perusahaan asuransi juga membekali tenaga pemasaran mereka dengan tools yang membantu nasabah untuk lebih mengerti tentang produk yang akan dibeli sekaligus mempercepat pengajuan polis. Selain itu, website dilengkapi dengan fasilitas agent
locator sehingga calon nasabah dapat memilih dan mencari agen asuransi yang dekat dengan tempat mereka tinggal. (tih/c14/aan)