Jawa Pos

Optimistis Diterima karena Kakek dan Nenek Tinggal di Dili

Domingos da Silva adalah putra Nusa Tenggara Timur (NTT). Namun, untuk urusan sepak bola, dia lebih nyaman mengenakan kostum Timor Leste. Kenapa memilih Timor Leste? Mimpi Domingos da Silva Memburu Paspor Timor Leste

-

PENGKHIANA­T! Milisi! Milisi Maho! Itulah sederet hujatan yang pernah diterima Domingos da Silva. Hujatan tersebut datang setelah orang tuanya memilih bergabung dengan Indonesia setelah jajak pendapat di Timor Leste pada 1999 silam. Namun, warga Timor Leste yang dulu menghujat sekarang akan balik memujanya.

Alasannya, Domi –sapaan akrab Domingos da Silva– bakal menjadi penggawa timnas Timor Leste. Dia masuk dalam proyeksi skuad Timor Leste di kualifikas­i Piala AFF 2016 bulan depan. ’’Setidaknya sekarang saya lebih kuat mendengar itu (hujatan). Kalau dihujat lagi, hadapi saja. Yang pasti itu tidak akan menggoyahk­an mimpi saya bermain di timnas (Timor Leste),’’ papar Domi kepada Jawa Pos.

Domi terdaftar dalam 33 nama yang dipanggil pelatih Fernando Alcantara. Domi menerima panggilan setelah menunjukka­n performa menawan bersama FC Porto Taibessi. Dia ikut andil membawa Porto Taibessi finis di posisi ketiga klasemen akhir Liga Futebol Amadora 2016 atau kompetisi domestik Timor Leste. Uniknya, di antara 33 nama itu, hanya Domi yang belum berpaspor Timor Leste

Persoalan paspor tersebut bakal menjadi penentu masuk atau tidaknya Domi dalam 23 susunan pemain final. Rencananya, skuad resmi Timor Leste ditentukan bulan ini. Saat berbincang dengan Jawa Pos via sambungan telepon kemarin (2/9), Domi sedang berada di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Domi berada di Kupang untuk mencari berkas guna melengkapi persyarata­n mendapatka­n paspor Timor Leste.

Sulung dua bersaudara itu belum tahu apakah pengajuan perubahan paspor tersebut bisa diterima pemerintah Timor Leste atau tidak. ’’Dari pihak FFTL (Federasi Sepak bola Timor Leste) hanya meminta saya mengumpulk­an berkas-berkas. Nanti biar mereka yang urus. Mudah-mudahan saja diterima,’’ ungkap gelandang yang pernah memperkuat PSMS Medan itu.

Sampai sekarang, putra pasangan Daniel Pinto dan Ijabel da Silva tersebut masih mengantong­i kartu tanda penduduk (KTP) Indonesia. Namun, ada beberapa hal yang memuluskan keinginan Domi memperkuat timnas Timor Leste.

Pertama, Domi lahir di Viqueque. Itu adalah distrik yang sebelum Timor Leste memisahkan diri dari Indonesia masuk wilayah kabupaten di Timor Timur. Kedua, Domi mempunyai akar keluarga dari Timor Leste. Kakek dan nenek dari ayah maupun ibunya berasal dari bekas provinsi termuda di Indonesia itu. Sampai sekarang pun, kakek dan neneknya masih menetap di Dili. Demikian pula dengan keluarga besarnya.

’’Kalau dia (Domi) dilahirkan di sini (Timor Leste), besar peluang bagi dia untuk mendapatka­n paspor Timor Leste,’’ ungkap Augusto Sarmento, salah seorang jurnalis olahraga di Timor Leste.

Selain itu, lanjut Augusto, di Timor Leste regulasi untuk mendapatka­n paspor tidak sesulit di Indonesia. Timor Leste melegalkan dwi kewarganeg­araan, asal si pemohon punya riwayat dekat dengan negara tersebut. ’’Dia (Domi) masih bisa dikategori­kan pemain pribumi,’’ lanjutnya.

Nah, sembari menunggu proses pembuatan paspor, Domi tetap serius menjalani latihan sejak 15 Agustus lalu. Namun, frekuensi latihan tidak rutin. Total, dia baru tujuh hari berlatih di timnas Timor Leste. Selama tujuh hari berlatih itulah Domi mulai merasakan kendala komunikasi. Terutama dalam berkomunik­asi dengan pelatihnya yang notabene berkebangs­aan Brasil. Bahasa yang dipakai saat latihan adalah bahasa Portugis.

Kendala itu tak dirasakan rekan setimnya. Maklum, bahasa Portugis adalah bahasa kedua di Timor Leste. Sedangkan Domi selama kurang dari setahun tinggal di Dili hanya berkomunik­asi dengan bahasa Tetun.

Kalaupun mencoba berkomunik­asi dengan bahasa Portugis, Domi hanya bisa mengucapka­n kata-kata dasar. ’’Palingpali­ng yang saya tahu itu obrigadi (terima kasih), lalu bom dia ( selamat pagi), boa tarde (selamat siang), dan boa noite (selamat malam). Selain kata- kata itu, saya tidak mengerti apa artinya,’’ ungkapnya.

Agar bisa memahami instruksi pelatih, pemain dengan berat badan 56 kilogram itu harus sering bertanya kepada temanteman­nya. Terkadang, ungkap Domi, dirinya merasa minder jika terlalu pasif kalau diajak berkomunik­asi dengan bahasa Portugis. Beruntung, ada Miro Baldo Bento yang selalu memberinya semangat. Ya, Miro itu adalah pelatih Domi di klub Porto Taibessi. ’’Saya bilang ke dia (Domi), sudah kamu percaya diri saja, bahasa itu bukan kendala. Ngomong saja, jangan takut salah. Lama-lama juga bisa,’’ tutur Miro yang pernah memperkuat Persija Jakarta, PSM Makassar, dan Persela Lamongan selama bermain di Indonesia.

Demi mengantark­an anak asuhnya itu masuk timnas Timor Leste, Miro rela meluangkan waktu mengajari Domi berkomunik­asi dengan bahasa Portugis. ’’Selama di sini, sebenarnya saya sering meminta dia belajar, tapi sudah telanjur terbiasa dengan bahasa Tetun,’’ ujar Miro. ’’ Ya, begini deh jadinya. Tapi tidak masalah. Kalau dia ada kemauan besar, pasti ada jalan. Toh yang dinilai pelatih bukan bahasa, melainkan skill di lapangan,’’ tegasnya. (ren/c17/bas)

 ?? NARENDRA PRASETYA/JAWA POS ?? PINDAH KEWARGANEG­ARAAN: Domingos da Silva (kiri) bersama rekannya saat ditemui di Dili. Dia berambisi menjadi pemain timnas Timor Leste.
NARENDRA PRASETYA/JAWA POS PINDAH KEWARGANEG­ARAAN: Domingos da Silva (kiri) bersama rekannya saat ditemui di Dili. Dia berambisi menjadi pemain timnas Timor Leste.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia