Jawa Pos

Tidak Akan Sekolah sebelum Sidang Selesai

Kisah Desi, Korban Pencabulan yang Bertahun-tahun Selalu Hadiri Sidang Pelaku di PN Surabaya Trauma tidak membatasi Desi (nama samaran) untuk menghindar dan mengurung diri. Korban pencabulan itu justru ’’menantangn­ya’’ dengan selalu hadir dalam sidang pel

-

PENGADILAN Negeri Surabaya menjadi tempat yang dikunjungi Desi setiap pekan. Gadis 16 tahun itu selalu datang di korps meja hijau di Jalan Arjuna tersebut setiap Selasa. Tujuannya hanya satu. Mengikuti sidang bapak angkat yang telah mencabulin­ya selama dua tahun.

Kehadiran Desi di pengadilan sudah menjadi jadwal tidak tertulis. Sebelum tengah hari, anak kelima di antara enam bersaudara itu sudah berdiri tidak jauh dari pintu Ruang Sidang Chandra dengan ditemani ibu kandungnya, Ramona (nama samaran). Sesekali, wajahnya melongok lubang jendela untuk mengecek apakah sidang sudah dimulai atau belum.

Desi bergegas menarik tangan Ramona untuk masuk ke ruang sidang saat melihat jaksa menggeland­ang Yudi, sang bapak angkat bejat, dari ruang tahanan. Bangku pengunjung paling depan selalu dipilihnya. ’’Biar suaranya jelas,’’ kata Desi lirih, tetapi tegas. Mimiknya yang awalnya dingin mendadak tegang saat hakim mengetuk palu tanda sidang dibuka. Seluruh pengunjung sidang diminta keluar. Kecuali Desi dan Ramona yang sudah mendapat izin khusus dari hakim agar selalu mengikuti sidang.

Sorot mata dara berkacamat­a tersebut memandang tajam saat Yudi dipanggil agar duduk di kursi pesakitan. Ramona yang duduk di sampingnya pun bersikap demikian. Tidak ada percakapan di antara keduanya. Mereka terlalu sibuk mendengark­an dan mengikuti proses pembuktian.

Ibu dan anak kandung itu sangat betah mengikuti sidang meski terkadang memakan waktu hingga lebih dari 45 menit. Mereka baru beranjak keluar ruangan ketika hakim menyatakan bahwa sidang selesai. Desi menyempatk­an diri untuk menatap tajam Yudi yang berjalan dengan tangan terborgol

Kehadiran Desi dalam sidang merupakan akumulasi dari rasa marah dan geram yang tidak bisa dilampiask­an. ’’Saya ingin lihat dia (Yudi, Red) di sidang,’’ ucapnya. Gadis itu merasa masa depannya sudah dihancurka­n pria yang selama ini menganggap­nya sebagai anak.

Perlakuan tersebut sempat membuat Desi putus asa dan berniat mengakhiri hidup ketika Ramona mengetahui­nya. Perempuan yang sehari-hari berjualan helm itu mengetahui pencabulan terhadap anaknya secara tidak sengaja.

Saat mondok di kawasan Surabaya Utara pada 2014, Desi mengeluh sakit di vaginanya. Dokter yang memeriksan­ya menyimpulk­an bahwa dia mengalami keputihan hebat. ’’Dokter bilang ke saya, anak ini tidak boleh berhubunga­n badan dulu dengan suaminya sampai sembuh,’’ ucap Ramona.

Pesan itu membuatnya terperenya­k karena anaknya masih kecil dan belum bersuami. Saat di rumah, dia mendekati Desi dan menanyakan penyakit yang mirip dengan yang diderita perempuan bersuami. Saat itulah Desi berteriak histeris. Di antara isakan tangis, dia mengaku telah dicabuli Yudi. Kejadian tersebut berlangsun­g pada 2008–2014. Saat itu dia masih duduk di bangku SD.

Sejak terungkap, Desi menjadi pemurung dan pemarah. Dia bahkan pernah menyatakan niatnya untuk mengakhiri hidup karena tidak tahan dengan nasib yang dialami. Ramona sangat ketakutan jika putrinya nekat. Dia pun memberikan pengawasan ekstra untuk jagajaga jika Desi mengambil tindakan nekat.

Ramona dan suaminya kemudian melaporkan kasus tersebut ke Polda Jatim. Kasus itu lantas dilimpahka­n ke Polrestabe­s Surabaya. Hanya, pengusutan berjalan lamban. Meski sudah berganti tahun, kasusnya tidak juga naik ke penuntutan karena dianggap masih ada kekurangan yang belum dilengkapi.

Perasaan Desi semakin tidak menentu karena menganggap usahanya untuk menyeret Yudi ke meja hakim bakal gagal. Hingga awal 2016 dia nekat menghadiri gelar perkara bersama pengacaran­ya, Sunarno Edi Wibowo. Ke hadirannya membuat peserta gelar terkejut. Sebab, kehadiran korban pencabulan dalam gelar perkara merupakan kejadian langka.

Dalam forum yang menentukan berlanjut tidaknya kasus pidana itu, Desi membeberka­n semua perlakuan bapak angkatnya. Usaha keras itu pun membuahkan hasil. Jaksa kemudian menyatakan bahwa kasus tersebut sempurna sehingga bisa disidangka­n di pengadilan.

Selama menanti kepastian sidang, Ramona berusaha keras untuk memulihkan kejiwaan anaknya. Dia mengenal betul sifat anaknya yang sebenarnya periang. Namun, perangainy­a berubah menjadi pemarah dan sikapnya menjadi pemurung sejak perlakuan cabul itu terungkap. ’’ Kalau bertemu orang, selalu takut. Seringnya di rumah,’’ ucapnya.

Perempuan 49 tahun itu berusaha menghiburn­ya dengan berbagai cara. Misalnya, sering mengajak putrinya jalan-jalan. Terkadang, Desi diajak berenang meski sebelumnya tidak pernah dilakukan. Perlahan, rasa takut saat bertemu orang lain menurun. Namun, sikapnya masih tetap dingin.

Sejak 2014 Desi memutuskan tidak bersekolah. Dia tidak bisa berkonsent­rasi karena trauma yang diderita. Sejak itu pula dia berada di rumah sampai sekarang. ’’Saya mau sekolah kalau sidangnya selesai,’’ ucap Desi dengan mimik yang dingin dan bernada tegas. Mendengar penuturan anaknya, Ramona mengambil napas panjang.

Desi menyatakan, dirinya ingin bapak angkatnya dihukum berat. ’’Seumur hidup,’’ tegasnya. Dia merasa pria itulah yang membuat hidupnya berantakan. Dia jadi tidak punya teman karena malu, tidak bisa bersekolah, dan menghancur­kan masa depannya karena perlakuan tersebut. Desi juga sudah bersumpah untuk terus mengikuti sidang tersebut sampai tuntas.

Sementara itu, Mamad Muwadzib, pengacara Yudi, membantah tuduhan Desi. Dia membenarka­n bahwa Desi diasuh sejak berusia 2,5 tahun. Saat itu orang tua Desi yang masih satu famili mengalami kebakaran. Untuk meringanka­n beban mereka, anak yang saat itu masih bayi diasuh.

Menurut Mamad, sebelum berusia 2,5 tahun, Desi sudah sering dititipkan ke orang lain. ’’Bukannya saya menuduh. Tapi, bukan hal mustahil terjadi sesuatu di sana sehingga selaput dara robek,’’ tuturnya. Selain itu, ahli memang sempat menyebutka­n bahwa selaput dara korban robek karena benda tumpul. Hanya, ahli tidak bisa memastikan apa jenis benda tumpul tersebut.

Dalam tuduhan Desi, perbuatan cabul itu dilakukan saat siang. Padahal, di rumah selalu ada kar yawan yang bekerja sehingga kliennya tidak mungkin berani melakukan perbuatan tersebut. Mamad menduga, laporan polisi itu muncul karena ada perselisih­an di dalam keluarga dan berujung laporan dengan tudu han penca bu lan. ’’Saya akan hadirkan saksi meringanka­n dari ahli yang paham masalah ini,’’ jelasnya. (*/c15/dos)

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia