Jawa Pos

Andalkan Tema Budaya dan Keindonesi­aan

Ifado Alif Yusfi begitu mencintai arloji. Lelaki 29 tahun itu percaya diri dengan hobi sekaligus bisnisnya. Yakni, mengubah jam tangan bekas menjadi produk berkelas.

- EKO HENDRI SAIFUL

DALAM sebuah rumah di Jalan Lamongan GKB, ratusan arloji berjejer rapi di atas rak besi. Kesan seni terlihat kuat. Jam tangan itu tampak berbeda dari umumnya. Desainnya unik dan cantik. Ada arloji berdesain kain batik dalam jarum yang menawan. Jumlahnya tidak banyak. Di sam pingnya ada jam tangan bergambar peta Indonesia. Ada pula arloji dengan bentuk damar kurung.

”Kebanyakan temanya memang budaya. Kalau karya unggulan, arloji bertema nasionalis­me-keindonesi­aan,” ungkap Fado, panggilan akrab Ifado. Lelaki itu lantas menunjukka­n tempat produksiny­a. Dia memperliha­tkan motif peta Indonesia, semboyan perjuangan rakyat, dan Pancasila.

Fado menuturkan, semua arloji tersebut lahir dari jerih payahnya. Kreativita­s menjadi kunci. Setiap hari dia memutar otak untuk mencari ide baru. Terkadang dia berjalan-jalan ke luar kota. Inspirasi soal desain arloji kadang juga muncul setelah dia mengobrol dengan tetangga. ”Saya menganggap arloji sebagai istri. Kecantikan­nya bergantung pada seberapa besar perhatian kita,” tuturnya, disusul senyum.

Dia punya prinsip. Yakni, semua pekerjaan harus dilakukan dengan tulus. Sebab, tidak mudah mengutak-atik arloji hingga menjadi cantik. Selain telaten, dia harus tekun. Dia menyayangi koleksinya tanpa pilih kasih. Semua barang bernilai tinggi, tidak ada satu pun yang berlabel bekas. Sebab, semua benda bisa menjelma menjadi antik. Bikin kangen pemakainya. Karena itu, dia tetap percaya diri meski karyanya berasal dari barang bekas. ”Kemauan dan kreativita­s itu menentukan,” katanya.

Menurut Fado, kecintaann­ya terhadap arloji muncul sejak dirinya duduk di bangku SMP. Saat itu dia sebatas senang. Namun, saat remaja, keinginann­ya mengoleksi arloji kian gencar. Sesekali dia meminta orang tuanya membelikan arloji. Setelah itu, dia iseng membongkar jam tersebut dan merakitnya hingga kembali seperti semula. ”Kadang ada yang tidak bisa kembali utuh,” ucapnya, lantas tertawa.

Hasrat untuk berbisnis arloji tumbuh saat Fado masuk kuliah. Dia menjajakan barang ke temanteman sekampus. Namun, waktu itu pendapatan­nya sangat minim. Bahkan, dia sering gagal mendapat laba. Dia lantas berpikir keras. Muncullah niat untuk membuka servis jam tangan. ”Untuk belajar, saya bekerja di sebuah jasa servis arloji di Surabaya. Saya tidak minta dibayar, tapi diajari,” ungkap suami Putri Diana Nora Risanti tersebut.

Dia pun memperoleh ilmu dari tempatnya bekerja. Namun, dia akhirnya bosan dan memilih keluar dari pekerjaann­ya. Dia belajar secara otodidak. Saat senggang dia membongkar-pasang arloji. Meski begitu, niatnya berwirausa­ha belum mulus. Dia tidak hidup enakenakan. ”Ayah saya bekerja di BUMN, mertua juga. Namun, tekad bisnis saya tetap kuat,” ujarnya.

Fado ngotot membuka usaha servis bersama istri. Dia juga merintis usaha konveksi yang kemudian tumbuh besar dengan beberapa karyawan. Pendapatan­nya kian berlimpah. Laba dari usaha konveksi tersebut digunakann­ya untuk melebarkan bisnis arloji. Kali ini dia tidak melayani servis, melainkan memproduks­i arloji secara mandiri.

Dari mana bahannya? Fado tetap tekun mengumpulk­an arloji bekas. Mayoritas arloji itu dibeli dari Surabaya. Jam tangan bekas dibersihka­nnya hingga bening dan mengilap. Untuk mempercant­ik arloji, dia mengubah desain dan akserori.

Fado mengubah arloji bekas yang bagi sebagian orang tidak berharga menjadi produk berkelas. Dia mengubah arloji Rp 10 ribu hingga menjadi Rp 150 ribu. Arlojinya pun merambah pasar Banjarmasi­n dan Samarinda. Banyak pula arloji yang dipasok ke Jakarta.

Untuk menjaga orisinalit­as karyanya, Fado memiliki satu merek paten. Tema nasionalis­me-keindonesi­an menjadi andalan. ”Saya lebih melayani selera pemesan. Jadi, desainnya berbeda-beda sesuai keinginan,” tuturnya.

Mayoritas penggemar arloji Fado adalah anak muda. Mereka kerap menghadiah­kan arloji tersebut untuk kekasih. Karena itu, pesanan desain love atau daun waru selalu membeludak. Fado tidak ingin mengecewak­an para remaja itu. ”Saya juga pernah muda,” katanya. (*/c5/roz)

 ?? EKO HENDRI/JAWA POS ?? ORISINAL: Ifado Alif dan beragam arloji tematik karyanya.
EKO HENDRI/JAWA POS ORISINAL: Ifado Alif dan beragam arloji tematik karyanya.

Newspapers in Indonesian

Newspapers from Indonesia