Pembelajaran Matematika Salah Konsep
Banyak Terjadi di SD, Dipicu Kualitas Guru
JAKARTA – Indonesia berada di peringkat ke-69 di antara 76 negara dalam pengukuran Program for International Student Assessment (PISA). Itu adalah ajang penilaian kemampuan siswa untuk pelajaran matematika dan ilmu pengetahuan alam (IPA).
Posisi lima teratas adalah Singapura, Hongkong, Korea Selatan, Jepang, dan Taiwan. Peringkat Indonesia hanya lebih baik daripada negara-negara seperti Ghana (76), Afrika Selatan (75), Peru (71), dan Botswana (70).
Jebloknya peringkat Indonesia salah satunya disebabkan kesalahan konsep dalam pembelajaran matematika. Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbud Hamid Muhammad mengakui hal itu. ’’Umumnya terjadi di SD dan telah berlangsung lama,’’ katanya saat berdiskusi dengan guru di Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P4TK) Matematika di Jogjakarta.
Hamid tidak menjelaskan dengan detail kesalahan konsep itu. Tim dari Pusat Penilaian Pendidikan (Puspendik) Kemendikbud sedang melakukan kajian untuk mengatasinya. Yang pasti, kesalahan konsep itu harus ditangani demi perbaikan pembelajaran.
Kepala Puspendik Kemendikbud Nizam membenarkan terjadinya kesalahan konsep itu. ’’Sebenarnya tidak hanya di matematika, tetapi juga ada di sains (IPA) dan bahasa Indonesia,’’ ungkapnya saat dikonfirmasi kemarin (21/10).
Kemendikbud telah mendalami masalah tersebut. Caranya, melakukan survei INAP (Indonesian National Assessment Programme) di 256 kabupaten se-Indonesia. Survei lapangan selesai Juni–Juli lalu. Saat ini sedang melakukan pembahasan dan analisis. Nah, setelah keluar, hasilnya menjadi rujukan pelatihan guru.
Nizam memberikan contoh kesalahan konsep dalam pembelajaran matematika. Misalnya, saat mengenal bilangan di kelas IV SD. Ketika diberi bilangan 476, anak-anak akan menjawab: 4 ratusan, 7 puluhan, dan 6 satuan. ’’Kalau 3 ratusan, 16 puluhan, dan 16 satuan, benar apa salah?’’ katanya.
Menurut hasil survei, banyak anak kelas IV SD yang menyatakan salah. Padahal, 3 ratusan, 16 puluhan, dan 16 satuan hasilnya juga 476. Di sinilah terjadi kesalahan konsep dalam posisi bilangan dan unit (ratusan, puluhan, dan satuan).
Kesalahan konsep juga terjadi pada pembelajaran IPA. Misalnya, konsep anomali air. Banyak anak yang tidak tahu. Untuk bahasa Indonesia, kebanyakan anak sulit menyimpulkan wacana bacaan dengan kata-kata sendiri.
Jika keluar, hasil survei INAP seharusnya diikuti program perbaikan serta peningkatan mutu pendidikan dan pembelajaran. ’’Sehingga kompetensi siswa tercapai,’’ kata Nizam.
Sementara itu, ahli matematika dan Head of Primary Teacher Departement Binus University Meilani Hartono menuturkan, kompetensi dasar kurikulum di Indonesia sejatinya sama dengan di Finlandia, Singapura, dan Jepang. Tetapi, implementasi di kelas berbeda karena kualitas guru yang beragam.
Karena itu, harus ada upaya untuk memperbaiki kualitas guru. Dalam pelatihan guru, perlu ada penguatan konsep. Yang tidak kalah penting adalah menciptakan gaya mengajar matematika yang mudah serta menyenangkan. (wan/c5/ca)
Sebenarnya tidak hanya di matematika, tetapi juga ada di sains (IPA) dan bahasa Indonesia.’’ NIZAM Kepala Puspendik Kemendikbud