Aan Pilih Terima Vonis
Jalani 15 Tahun, Khawatir Hukuman Kebiri
SURABAYA – Triono Agus Widianto alias Aan tidak melawan hukuman penjara 15 tahun yang diberikan hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Dia pun menyatakan menerima pidana maksimal tersebut dengan lapang dada.
Melalui pengacaranya, Fariji, Aan mengungkapkan bahwa hakim sudah memberikan belas kasihan kepada pelaku pencabulan tersebut. Salah satu buktinya, hakim berkenan ”mengorting” pidananya. Dari tuntutan jaksa selama 20 tahun penjara, hukumannya menjadi 15 tahun. ”Vonis hakim sudah menggambarkan keadilan bagi klien kami,” kata Fariji, kuasa hukum Aan.
Dalam tindak pidana pencabulan terhadap anak, hukuman maksimal yang dapat dijatuhkan adalah 15 tahun penjara. Tapi, jaksa menambah dengan hukuman lima tahun penjara lagi. Alasannya, ada unsur pemberatan. Yakni, tindak pidana cabul dilakukan berulang terhadap puluhan bocah. ”Kami terima (pidananya) karena memang tuntutannya tinggi,” tegas Fariji.
Dia yakin jika Aan dituntut hukuman penjara 15 tahun oleh jaksa, hakim akan menjatuhkan pidana lebih rendah lagi. Bisa jadi, Aan hanya dihukum 10 tahun penjara.
Meski kini harus mendekam cukup lama dibui, Aan mengaku tetap bersyukur. Apalagi hakim juga tidak menjatuhkan hukuman kebiri kepadanya. Padahal, wacana memberi hukuman kebiri untuknya sudah lama ada. Bahkan, Fariji mendengar rekomendasi pelaksanaan hukuman kebiri sudah masuk ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). ”Itu berarti hukuman kebiri segera dilakukan,” katanya.
Aan berkali-kali mengungkapkan kekhawatirannya soal hukuman tersebut. Dia takut akan mendapat hukuman kebiri seperti pernyataan awal dari jaksa.
Jaksa hingga kemarin belum mengambil sikap terhadap vonis Aan itu. Mereka menyatakan masih pikir-pikir. Ada kemungkinan mereka mengajukan banding. Bisa jadi, jaksa juga menerima pidana tersebut. ”Yang pasti, vonis hakim sudah lebih dari 2/3 tuntutan yang kami berikan,” kata Kepala Kejari Tanjung Perak M. Rawi.
Dalam sidang, hakim menyatakan bahwa Aan terbukti melakukan pencabulan terhadap 23 anak. Tapi, hanya beberapa korban yang berani melaporkan aksi bejat tersebut. Tindakan asusila itu hingga sekarang masih menimbulkan trauma pada korban karena dilakukan dengan paksaan dan pukulan.
Aan sendiri hingga kemarin masih berada di Rutan Kelas I Surabaya (Medaeng). Sejak divonis, dia tidak kelihatan mondarmandir di lorong rutan. Padahal, biasanya, Aan sering berada di jalan utama tersebut. Bahkan, dia juga kerap membersihkan lorong. Menyapu dan menyingkirkan sampah yang berserakan di lorong. ” Tapi tadi tidak kelihatan. Biasanya bersih-bersih di sana (lorong),” kata Kasubsi Bantuan Hukum dan Penyuluhan Rutan Kelas I Surabaya Anggre Anandayu. Kemungkinan Aan masih memikirkan hukuman tinggi yang diterima. Sehingga, diamalas untuk ke luar selnya. (may/c6/git)