Direktur Pelindo III Langsung Dipecat
Duit Pungli Mengalir ke Tiga Pelaku Lain
JAKARTA – Tidak ada ampun bagi pelaku pungutan liar (pungli). Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno memastikan memecat Direktur Operasional dan Pengembangan Bisnis Pelindo III Rahmat Satria
”Ya, langsung ada pergantian,” kata Rini setelah rapat kabinet di Istana Negara, Jakarta, kemarin (2/11).
Rini menegaskan tidak memberikan peluang kepada jajarannya yang melakukan pungli. Yang tertangkap basah langsung dicopot. Sebagai penanggung jawab BUMN, Rini memastikan bakal ada evaluasi terhadap jajaran direksi Pelindo III. ”Itu ada, pasti (dievaluasi),” ujarnya.
Rahmat ditangkap polisi dari Satgas Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) dua hari lalu karena menerima duit haram dari PT Akara Multi Jaya (AKM). Polisi mengamankan uang Rp 600 juta dari ruang kerja Rahmat di kantor Pelindo III Tanjung Perak, Surabaya.
Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri mengejar tiga orang lainnya yang terkait dengan kasus tersebut. Selain menyita uang Rp 600 juta, polisi mengamankan dokumen transaksi berupa invoice, komputer, rekening tabungan senilai Rp 3,9 miliar, dan 17 rekening tabungan senilai Rp 15 miliar.
Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri Brigjen Agung Setya menjelaskan, dokumen transaksi berupa invoice itu mencapai ratusan lembar. ”Itu membuktikan bahwa pungli tersebut begitu banyak jumlahnya,” kata Agung di gedung H Tower, Jalan Rasuna Said, Jakarta, kemarin.
Uang Rp 600 juta ditemukan di kantor Rahmat. Juga, buku tabungan atas nama Rahmat dengan saldo Rp 3,9 miliar. ”Total uang yang disita dari tersangka R senilai Rp 4,5 miliar. Patut diduga semua itu hasil pungli,” kata Agung.
Polisi juga menyita 17 buku tabungan milik PT AKM. Perusahaan tersebut menggunakan 17 rekening itu untuk menam- pung uang pungli sekaligus mendistribusikan uang panas tersebut. Selain Rahmat, uang pungli itu mengalir ke tiga pejabat tinggi pengelola pelabuhan. ”Kewenangan tiga pihak ini berbedabeda,” ujarnya. Polisi sedang mengejar tiga orang tersebut.
Rahmat adalah pendiri sekaligus komisaris PT AKM. Dia mendirikan perusahaan itu saat menjadi presiden direktur PT Terminal Petikemas Surabaya (TPS) pada 2014. PT AKM didirikan untuk melakukan pungli pada proses bongkar muat peti kemas. Setelah Rahmat menjabat direktur operasional dan pengembangan Pelindo III, posisi Dirut PT AKM diberikan kepada Augusto Hutapea. Polisi menciduk Augusto pekan lalu. ”Augusto saat ini masih dalam proses pemeriksaan,” ujar Agung.
Modus pungli PT AKM berkedok melakukan fumigasi atau pengasapan dengan obat fumigan. Pengasapan itu dimaksudkan untuk mensterilkan peti kemas dari penyakit, bakteri, dan virus. ”Seharusnya proses fumigasi ini tidak dikenai biaya. Tapi, justru dikenai Rp 500 ribu hingga Rp 2 juta,” tuturnya.
Praktik culas PT AKM tersebut membuat dwelling time (waktu bongkar muat) menjadi lama. Peti kemas yang tidak membayar pungli ditahan hingga berharihari. Bahkan, meski pemilik peti kemas telah mengantongi surat perintah pengeluaran barang. ”Di pos pemeriksaan terakhir, kalau tidak ada invoice atau bukti pembayaran ke PT AKM, peti kemas ditahan,” ungkap Agung.
Dengan modus itu, kejahatan PT AKM tersebut dirancang begitu rapi untuk menghilangkan kesan pungli yang biasanya langsung memberi uang. Kedudukan PT AKM resmi di Pelabuhan Tanjung Perak. Tapi, kegiatan yang dilakukan dengan memungut uang itu ilegal. ”Memang ini trik yang sangat tertata,” ucapnya.
Dari Surabaya, tim Satgas Saber Pungli terus mengejar aset Rahmat. Kemarin petugas mendatangi kantor bank nasional di Jalan Jakarta. Rahmat diduga menyimpan aset pribadinya yang diperoleh saat menjabat presiden direktur PT TPS sejak 2014.
Polisi mengamankan uang Rp 4 miliar yang diduga merupakan upeti dari PT AKM sebagai tanda jasa atas penunjukannya sebagai pihak yang melakukan fumigasi karantina di penampungan. Uang tersebut dimasukkan ke beberapa tas dan langsung dikirim ke Jakarta. Selain mela- kukan penyitaan, Satgas Saber Pungli memeriksa Direktur Utama PT TPS Surabaya Dothy.
Kabidhumas Polda Jatim Kombespol Argo Yuwono mengatakan, kasus itu sepenuhnya ditangani Mabes Polri. ”Kami cuma mengawal,” kata Argo di Polres Pelabuhan Tanjung Perak kemarin.
Kasak-kusuk pungli di Terminal Peti Kemas Surabaya sejatinya sudah lama berlangsung. Tidak semua kontainer masuk lingkaran kasus tersebut. Hanya yang berisi barang pangan segar asal tumbuhan (PSAT). Para importer menyebutnya barang hortikultura.
Kontainer berisi barang hortikultura harus melalui pemeriksaan karantina. Setiap hari ribuan peti kemas masuk ke terminal tersebut. Sebagian besar milik pengusaha dari Jakarta. ”Barang mereka hanya bisa masuk melalui Surabaya,” kata sumber di kalangan importer.
Kontainer itu dulu diperiksa bea cukai. Namun, karena biaya angkut mahal, pemeriksaan dilakukan di terminal. Nah, pihak terminal lantas menunjuk perusahaan untuk melakukan pemeriksaan. Penunjukan itu sarat dengan permainan. (idr/byu/rid/riq/c7/ca)